Definisi Berpikir
Thursday, July 18, 2013
Add Comment
BERPIKIR
(THINKING)
A. Definisi Berpikir
Definisi
yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski,
dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara
bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa
pengertian-pengertian. “Berpikir” mencakup banyak aktivitas mental. Kita
berpikir saat memutuskan barang apa yang akan kita beli di toko. Kita berpikir
saat melamun sambil menunggu kuliah pengantar psikologi dimulai. Kita berpikir
saat mencoba memecahkan ujian yang diberikan di kelas. Kita berpikir saat
menulis artikel, menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran,
merencanakan liburan, atau mengkhawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.
Berpikir
adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Walaupun tidak bisa
dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja
organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan
berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan
dan kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada obyek
tertentu, menyadari secara aktif dan menghadirkannya dalam pikiran kemudian
mempunyai wawasan tentang obyek tersebut.
Berpikir
juga berarti berjerih-payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami
atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berpikir
juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur,
mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan,
menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat
analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis yang
ada, menimbang, dan memutuskan.
Secara
sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara
kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi
kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbolyang disimpan
dalam long term memory. Jadi, berpikir
adalah sebuah representasi simbol dari beberapa
peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117). Sedangkan menurut Drever
(dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117) berpikir adalah melatih
ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah.
Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117) berpikir adalah sebuah proses dimana
representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan
interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi,
logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Dari
pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir,
yaitu (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran
tetapi dapat diperkirakan dari perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses
yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3)
berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau
diarahkan pada solusi. Biasanya kegiatan berpikir dimulai ketika muncul
keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau
masalah yang memerlukan pemecahan. Charles S. Pierce mengemukakan bahwa bahwa
dalam berpikir ada dinamika gerak dari adanya gangguan suatu keraguan (irritation
of doubt) atas kepercayaan atau
keyakinan yang selama ini dipegang, lalu terangsang untuk melakukan
penyelidikan (inquiry) kemudian diakhiri dengan pencapaian suatu
keyakinan baru. Kegiatan berpikir juga dirangsang oleh kekaguman dan keheranan
dengan apa yang terjadi atau dialami. Dengan demikian, kegiatan berpikir
manusia selalu tersituasikan dalam kondisi konkret subyek yang bersangkutan.
Kegiatan berpikir juga dikondisikan oleh stuktur bahas yang dipakai serta
konteks sosio-budaya dan historis tempat kegiatan berpikir dilakukan
(Sudarminta, 2000). Sebagai contoh pertama, yaitu obyek yang ingin diketahui
sudah tertentu. Yang harus disadari adalah obyek tersebut tidak pernah
sederhana. Biasanya, obyek itu sangat rumit. Mungkin mempunyai beratus-ratus
segi, aspek, karakteristik, dan sebagainya. Pikiran kita tidak mungkin untuk
mencakup semuanya dalam suatu ketika. Dalam upaya untuk mengenal benar-benar
obyek semacam itu, seseorang harus dengan rajin memperhatikan semua seginya,
menganalisis obyek tersebut dari berbagai pendirian yang berbeda. Kesemuanya
ini adalah berpikir (Bochenski, dalam Suriasumantri, 1999:52-53).
Perbedaan
dalam cara berpikir dan memecahkan masalah merupakan hal nyata dan penting.
Perbedaan itu mungkin sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan
sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang. Namun, jelas bahwa
proses keseluruhan dari pendidikan formal dan pendidikan informal sangat
mempengaruhi gaya berpikir seseorang di kemudian hari, disamping mempengaruhi
pula mutu pemikirannya (Leavitt, 1978).
Plato
beranggapan bahwa berpikir adalah berbicara dalam hati. Sehubungan dengan
pendapat Plato ini, ada yang berpendapat bahwa berpikir adalah aktivitas
ideasional (Woodworth dan Marquis, dalam Suryabrata, 1995:54).Pada pendapat ini
dikemukakan dua kenyataan, yakni:
1. Berpikir
adalah aktivitas; jadi subyek yang berpikir aktif.
2. Aktivitas
bersifat ideasional; jadi bukan sensoris dan bukan motoris, walaupun dapat
disertai oleh kedua hal itu; berpikir menggunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Piaget
menciptakan teori bahwa bahwa cara berpikir logis berkembang secara bertahap,
kira-kira pada usia dua tahun dan pada
sekitar tujuh tahun. Menurut Piaget, cara berpikir anak-anak sama sekali tidak
seperti cara berpikir orang dewasa. Pikiran anak-anak tampaknya diatur
berlainan dengan orang yang lebih besar. Anak-anak kelihatannya memecahkan
persoalan pada tingkatan yang sama sekali berbeda. Perbedaan anak-anak yang
lebih kecil dan lebih besar tidak terlalu berkaitan dengan persoalan bahwa anak
yang lebih besar mempunyai pengetahuan yang lebih banyak, melainkan karena
pengetahuan mereka berbeda jenis, dengan penemuan ini Piaget mulai mengkaji
perkembangan stuktur mental. Berikut tahapan-tahapan perkembangan menurut
Piaget:
1. Tahap sensorimotor
Berlangsung
dari kelahiran hingga usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor
(seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan motorik fisik, yang
disebut dengan sensorimotor. Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir
memiliki sedikit lebih banyak daripada pola-pola refleks.
2. Tahap praoperasional
Berlangsung
kira-kira dari usia 2 tahun hingga 7 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Pemikiran simbolis
melampaui hubungan sederhana antara informasi sensor dan tindakan fisik. Akan
tetapi, walaupun anak-anak prasekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia,
menurut Piaget, mereka masih belum mampu untuk melaksanakan apa yang disebut
“operasi”-tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak
melakukan secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
3. Tahap operasional konkret
Berlangsung
kira-kira dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak-anak dapat melaksanakan
operasi, dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran
dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. Misalnya,
pemikiran operasional konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang
diperlukan untuk menyelasaikan suatu permasalahan aljabar, yang terlalu abstrak
untuk dipikirkan pada tahap perkembangan ini.
4. Tahap operasional formal
Tampak
dari usia 11-15 tahun. Pada tahap ini individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman
konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari
pemikiran yang lebih abstrak, anak-anak remaja mengembangkan gambaran keadaan
yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orang tua yang ideal dan
membandingkan orang tua mereka dengan standard ideal ini. Mereka mulai
mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum
terhadap apa yang dapat mereka lakukan. Dalam memecahkan masalah, pemikir
operasional formal ini lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang
mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji hipotesis ini dengan cara
deduktif.
B.
Macam – macam Berpikir
Berpikir
banyak sekali macamnya. Banyak para ahli yang mengutarakan pendapat mereka.
Berikut ini akan dijelaskan macam-macam berpikir, yaitu :
1. Berpikir alamiah adalah pola
penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam
sekelilingnya, misal; penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar jika
dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
2. Berpikir ilmiah adalah pola penalaran
berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat, misal; dua hal yang
bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama
dala satu kesatuan.
3. Berpikir autistik: contoh berpikir
autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau wishful thinking. Dengan
berpikir autistik seseorang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup
sebagai gambar-gambar fantastis.
4. Berpikir realistik: berpikir dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata, biasanya disebut dengan nalar
(reasoning). Floyd L. Ruch (1967) menyebutkan ada tiga macam berpikir
realistik, antara lain :
a. Berpikir Deduktif
Deduktif
merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata Latin deducere (de
berarti ‘dari’, dan kata ducere berarti
‘mengantar’, ‘memimpin’). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari
kata itu berarti ‘mengantar dari satu hal ke hal lain’. Sebagai suatu istilah
dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak
dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk kesimpulan
(Keraf, 1994:57).
b. Berpikir Induktif
Induktif
artinya bersifat induksi. Sinduksi
adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena
individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini
mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada.
Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum
melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, proses penalaran itu juga
disebut sebagai corak berpikir ilmiah. Namun, induksi tidak akan banyak
manfaatnya jika tidak diikuti oleh proses berpikir deduksi. Berpikir induktif
ialah menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian (data) yang ada di
sekitarnya. Dasarnya adalah observasi. Proses berpikirnya adalah sintesis.
Tingkatan berpikirnya adalah induktif. Jadi jelas, pemikiran semacam ini
mendekatkan manusia pada ilmu pengetahuan.
Tepat
atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif ini
terutama bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil, yang
mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil, makin
representatif dan makin besar taraf validitas dari kesimpulan itu, demikian
juga sebaliknya. Taraf validitas kebenaran kesimpulan itu masih ditentukan pula
oleh obyektivitas dari si pengamat dan homogenitas dari fenomena-fenomena yang
diselidiki (Purwanto, 1998:47-48).
c. Berpikir Evaluatif
Berpikir
evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya
suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi
gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994). Perlu
diingat bahwa jalannya berpikir pada dasarnya ditentukan oleh berbagai macam
faktor. Suatu masalah yang sama mungkin menimbulkan pemecahan yang berbeda-beda
pula. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya berpikir itu antara lain,
yaitu bagaimana seseorang melihat atau memahami masalah tersebut, situasi yang
tengah dialami seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman-pengalaman
orang tersebut, serta bagaimana intelegensi orang itu.
Selain
jenis-jenis berpikir yang telah disebutkan di atas, masih ada pendapat lain
dari beberapa ahli.
a. Morgan dkk. (1986, dalam Khodijah, 2006: 118)
membagi dua jenis berpikir, yaitu;
► Berpikir autistik (autistic thinking)
yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan
makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi.
►Berpikir langsung (directed
thinking) yaitu berpikir untuk
memecahkan masalah.
b. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah,
2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu :
► Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam
dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
► Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam
ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
► Berpikir klasifikatoris, yaitu
berpikir menganai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat
tertentu.
►Berpikir analogis, yatiu berpikir untuk
mencari hubungan antarperistiwa atas dasar kemiripannya
► Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam
hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian.
► Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir
ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak
logis.
c.
Menurut De Bono (1989 dalam Khodijah, 2006:119) mengemukakan dua tipe
berpikir, sebagai berikut:
► Berpikir vertikal, (berpikir
konvergen) yaitu tipe berpikir tradisional dan generatif yang bersifat logis
dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi yang relevan.2.
► Berpikir pendek Berpikir lateral
(berpikir divergen) yaitu tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan
informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan
dapat menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa
tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.
C.
Sarana Berpikir Ilmiah
1.
Hakikat Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana
ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita
mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai
langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut.
Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh .
Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh .
Dalam
proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi
tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
a. Sarana
ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu
merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah
penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir
ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.
Secara lebih jelas
dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan
pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
b. Tujuan
mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk
menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah
kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi
cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan
metode ilmiah .
Jelaslah bahwa mengapa
sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode
ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah
membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.
Untuk dapat melakukan
kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa,
logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang
dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain .
Dilihat dari pola berpikirnya maka
ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka
penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan
statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
0 Response to "Definisi Berpikir"
Post a Comment