HAID, NIFAS dan JUNUB

HAID, NIFAS dan JUNUB
I.       PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT tentu mempunyai maksud dan tujuan. Dan tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dengan segala kandungannya. Hal ini telah dinyatakan Allah dalam beberapa ayat, diantaranya:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Ad –Dzaariyaat/51: 56).
Dalam melakukan ibadah seperti shalat, tentunya kita harus mengetahui apa saja yang menyebabkan shalat tersebut sah atau tidak sah. Salah satunya yaitu suci dari hadats dan najis. Suci bisa dilihat dari tempat, pakaian dan badannya. Apabila dalam keadaan belum suci maka sebelum melakukan shalat harus disucikan terlebih dahulu. Tata cara bersuci berbeda-beda tergantung tempat, pakaian, dan badan itu terkena najis atau hadats. Untuk itu kita harus mengetahui itu najis apa atau hadats apa dan bagaimana cara mensucikannya.  
Dalam pembahasan kali ini, kita akan mengetahui beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang tidak boleh menjalankan ibadah karena badannya belum suci. Seperti contoh orang tersebut dalam keadaan junub dan khusus untuk perempuan dalam keadaan haid ataupun nifas. Untuk mengetahui apa itu junub, haid dan nifas beserta kapan dan saat bagaimana orang dikatakan junub, haid dan nifas akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.

II.    RUMUSAN MASALAH
A.      Apa pengertian junub, haid dan nifas?
B.       Kapan waktu haid dan nifas?
C.      Apa saja larangan bagi orang yang sedang junub, haid dan nifas?
D.      Masalah yang sering terjadi dalam haid, nifas dan junub
E.       Beberapa masalah furu’iyah terkait dengan hadas besar atau kecil


III. PEMBAHASAN
A.      Pengertian Haid, Nifas dan Junub
1.      Pengertian Junub
Junub dalam pengertian ini adalah junub dalam pengertian umum, baik yang disebabkan oleh karena sperma dari jalan yang alami ataupun tidak alami, atau dengan memasukkan hasyafah (ujung penis) atau daerah sekitarnya “bagi orang yang kemaluannya putus” ke dalam farji[1]. Allah SWT berfirman.
“Apabila kalian junub, maka sucikanlah,” (Q.S. Al-Maidah/05: 5).[2]
2.      Pengertian Haid
Ada beberapa pengertian mengenai haid, yaitu:
a.       Haid menurut bahasa
Haid menurut bahasa merupakan bentuk masdhar dari hadha-haidh. Hadhat al-mar’ah haidhan, mahadhan, dan  mahidhan berarti “ia haid”. Kata al-haidhah menunjukkan bilangan satu kali haid. Sedangkan al-hidhah adalah kata nama, bentuk jamaknya al-hiyadh juga berarti kain yang dipakai untuk menutupi seorang wanita. Demikian juga al-mahidhah, bentuk jamaknya al-maha’idh.
b.      Haid secara syara’
Kalangan ahli fiqih mendifinisikan haid secara beragam dengan bahasa yang berbeda, namun maknanya satu, yaitu haid adalah darah yang dikeluarkan oleh rahim seorang wanita setelah ia sampai pada waktu tertentu.
c.       Haid menurut ilmu alam
Secara alamiah, haid merupakan sisa-sisa tubuh dan makanan yang tidak bisa diserap lagi. Oleh karena itu, baunya menyengat, warnanya menjijikkan dan berbeda dengan darah biasa.[3]
d.      Haid menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Haid artinya datang bulan atau mendapatkan kain kotor, menstruasi.[4]
Haid merupakan suatu hal yang sangat unik dalam organ tubuh perempuan. Haid dapat menimbulkan berbagai macam persoalan yang perempuan sendiri tidak dapat memahami arti haid yang sebenarnya, baik dari segi hukum islam maupun dari segi kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa haid merupakan suatu kegiatan rutin yang terjadi pada perempuan yang sehat setiap bulan setelah mencapai usia dewasa. Namun sebaliknya, apabila haid datang terlambat, maka akan menjadi persoalan, baik bagi perempuan yang bersuami maupun yang tidak bersuami, yaitu kemungkinan adanya penyakit atau sebagai pertanda kehamilan.
Dari definisi diatas maka dapat diketahui bahwa haid adalah nama untuk darah khusus, yaitu darah yang keluar dari rahim yang tidak diikuti kelahiran, memiliki waktu tertentu dan dalam tempo yang sudah diketahui. Dan jika di luar itu maka namannya istihadhah[5].
3.      Pengertian Nifas
Nifas menurut bahasa artinya wanita melahirkan dan bukan darah itu sendiri. Oleh karena itu, orang Arab mengatakan darah nifas dan sesuatu tidak disandarkan pada dirinya sendiri dan dibaca nun berbaris kasrah (nifas). Adapun bentuk jamak dari kata tersebut juga nifas.
Sedangkan dari segi syariat, para fuqoha sepakat bahwa nifas adalah nama untuk darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan.
Hakikat nifas adalah ketika rahim sibuk dengan sang janin maka darah haid terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, yng paling jernih dan baik adalah yang menjadi nutrisi bagi daging sang janin, karena anggota tubuh berkembang dari air mani, sedangkan daging dari darah haid. Kedua, darah yang kualitasnya dibawah yang pertama adalah darah yang menjadi susu dan nutrisi bagi si bayi setelah melahirkan, dan yang ketiga, yang paling buruk kualitasnya yaitu darah yang keluar setelah bersalin. Oleh karena itu, darah nifas juga bagian dari darah haid.[6]

B.       Waktu Haid dan Nifas
1.      Waktu Haid
a.       Waktu Keluar Haid
Para ulama sepakat bahwa umur minimal seorang perempuan haid adalah sembilan tahun qamariyah. Jika ia melihat darah sebelum umur ini, ia dianggap darah rusak karena peremuan yang masih kecil tidak haid, Firman Allah SWT, “Dan wanita-wanita yang belum haid” (Q.S. Ath-Thalaaq/65:4) dan yang menjadi alat ukur adalah keberadaan wanita yang seperti itu dan di sini tidak ada wanita yang haid di bawah umur itu.[7]
b.      Tempo Haid
Mayoritas ulama mengatakan bahwa haid memiliki batas waktu, sedangkan imam malik mengatakan tidak ada batas waktu, baik maksimal atau minimalnya.
c.       Batas Maksimal dan Minimal Waktu Haid
Pendapat yang masyhur di kalangan  ulama Hanafiyah mengatakan bahwa tempo minimal adalah tiga hari tiga malam. Sedangkan menurut Abu Yusuf, dua hari dan paling lama tiga hari. Hasan meriwayatkan dari Abu Hanifah, tiga hari dua malam. Batas maksimal sepuluh hari beserta malamnya, tanpa ada perbedaan dalam madzhab.
Ulama Syafi’iyah berkata: “Tempo minimal satu hari satu malam, dan paling banyak lima belas hari dan sudah disepakati. Akan tetapi, biasanya enam atau tujuh hari berdasarkan kesepakatan ulama.”
Menurut ulama Malikiyah, tempo minimal tidak ada batas, satu kali keluar dianggap haid. Sedangkan untuk tempo maksimal haid adalah lima belas hari.
Menurut pendapat yang masyhur dalam ulama Hanabilah dan ulama syafi’iyah, tempo minimal haid adalah sehari semalam, dan paling lama adalah lima belas hari. Diriwayatkan dari Ahmad bahwa minimal satu hari dan maksimal tujuh belas hari, namun biasanya enam atau tujuh hari sesuai dengan sabda Rasulullah saw kepada Hamnah, “Jalanilah masa haid kamu menurut ilmu Allah selama enam atau tujuh hari, lalu mandi dan sholatlah selama dua puluh empat atau dua puluh tiga hari.[8]
2.      Waktu Nifas
Ada banyak pendapat mengenai batas waktu nifas, diantaranya adalah:[9]
a.       Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa batas minimal nifas tidak ada batasan, tanpa ada perbedaan pendapat, bahkan jika ia melahirkan dan nifas ketika sedang shalat maka shalat tersebut tidak wajib baginya karena nifas adalah darah dari rahim, dan dalil telah menunjukkan bahwa setiap darah yang keluar dari rahim setelah melahirkan, walaupun sedikit, tetap darah nifas, tanda kelahiran.
b.      Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa waktu minimal nifas adalah sesaat, artinya tidak ada batasan. Jika darah masih tetap ada walaupun sedikit, hukumnya tetap nifas dan tidak ada yang lebih sedikit lagi dari sekedarsatu tetesan.
c.       Ulama Malikiyah mengatakan bahwa tempo minimal nifas tidak ada, sama seperti haid.
d.      Begitu juga ulama Hanabilah yang mengatakan bahwa waktu minimal nifas tidak ada.
Jadi sudah jelas bahwa waktu nifas menurut para fuqoha’ tidak memiliki waktu minimal.
Adapun mengenai waktu maksimalnya, mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat berpendapat maksimal empat puluh hari. Ini adalah pendapat Umar, Ibnu Abbas, Ishaq, ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah, dan Zaidiyah. Sedangkan ulama Malikiyah dan ulama Syafi’iyah berpendapat maksimal enam puluh hari.
Ada lagi yang berpendapat, hendaknya ia berpatokan pada kebiasaan wanita lain dan jika lebih dari itu, maka itu darah istihadhah. Imam Malik berpendapat bahwa tempo maksimal adalah enam puluh hari, lalu beliau menarik kembali pendapatnya dan menyarankan agar ia bertanya kepada wanita lain yang sudah berpengalaman, lalu setelah itu ia berdiam didi di rumah. Sebagian ulama ada yang membedakan antara melahirkan anak laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki tiga puluh hari dan perempuan empat puluh hari.

C.      Larangan Bagi Orang yang Sedang Haid, Nifas dan Junub
1.     Larangan Bagi Wanita yang Sedang Haid dan Nifas
Semua perkara yang haram dikerjakan karena junub, juga haram dikerjakan oleh orang yang haid atau nifas. Hal tersebut ditambah beberapa perkara lain. Jadi semua yang haram dilakukan bagi wanita yang sedang haid atau nifas adalah:[10]
1)      Diharamkan sholat, baik sholat fardhu maupun sholat sunah, termasuk sujud tilawah dan sujud syukur.
2)      Diharamkan puasa, baik fardhu maupun sunah.
Hadis Nabi saw berkaitan dengan larangan shalat dan puasa bagi perempuan yang haid:
حدّ ثنا عبد بن حمىدٍ اخبرنا عبد اللرّزّاقِ اخبرنا معمرُ عنْ عَا صمٍ عَنْ مُعا ذَةّ قا لت سأ لتُ عائشةَ فقلْتُ ما بالُ الْحائضِ تقْضِي الصّوم ولاَ تقْضِي الصّلاةَ فقالتْ أحرُورِيّةُ أَنْتِ قلتُ لستُ بِحَرُورِيّةٍ وَلَكِنَّي أسأ لُ قا لتْ كاَنَ يُصِيبناَ ذلكَ فَنُؤْ مرُ بقضاءِ الصّومِ ولا نؤْ مرُ بِقضاءِ الصّلاةِ .
“Mengatakan kepada kami ‘Abd ibn Humaid, mengkhabarkan kepada kami Abdur Razzaq, mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari ‘Ashim dari Mu’azah berkata, “ Aku berkata kepada Aisyah, mengapa perempuan haid diperintahkan mengkadha’ (mengganti) puasa dan tidak diperintahkan mengkadha’ (mengganti) sholat?” Jawab Aisyah,”Apakah engkau orang Haruriyah” (Haruriyah adalah nisbah kepada harurah, satu kampung yang terletak kurang lebih dua mil jauhnya dari Kufah, tempat yang keluar dari golongan Ali bin Abi Thalib. Aisyah berkata demikian dalam hadis karena orang-orang Haruri berpendapat, wajib bagi perempuan yang haid untuk mengkadha’ (mengganti) sholat). Jawab, “ Aku bukan Haruriyah, tetapi aku hanya bertanya”. Aisyah berkata,”dahulu pada zaman Nabi, kami juga haid , maka kami diperintahkan mengkadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengkadha’ (mengganti) shalat (H.R Muslim).
3)      Diharamkan membaca Al-Qur’an, kecuali sebagai dalil.
4)      Diharamkan menyentuh, membawa dan menulis Al-Qur’an.
Firman Allah yang menjelaskan larangan yang berkaitan dengan diharamkannya membawa, membaca dan menyentuh Al-Qur’an sebagai berikut:
لاَّ يمسّهُ أِلاَّ الْمطَهَّرُونَ (٧٩)
Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan (Q.S Al-Waaqi’ah/56:79)
Sabda Rasulullah saw.
عن ابنِ عُمَرَ عن النّبيِّ صلّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَتَقْرَأْ الحَائضُ ولاَ الْجنبُ شَيْئاً من القران .
Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda: “Dilarang bagi orang yang junub dan haid untuk membaca Al-Qur’an” (H.R. Al-Tirmidzi).
5)      Diharamkan masuk ke masjid, dikhawatirkan darah haid akan menetes ke lantai masjid.
6)      Diharamkan tawaf, baik fardhu maupun sunah.
7)      Diharamkan bersetubuh.
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[11] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[12]. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. Al-Baqarah/2: 222).
8)      Diharamkan istimta’ (mencari kenikmatan antara suami istri) antara pusar dan lutut.
9)      Diharamkan talak (melakukan perceraian)
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# #sŒÎ) ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# £`èdqà)Ïk=sÜsù  ÆÍkÌE£ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£Ïèø9$# ÇÊÈ
“Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[13] dan hitunglah waktu iddah itu............. (Q.S. At-Thalaaq/65: 1).
10)  Diharamkan bersuci dengan niat menghilangkan hadats.[14]
2.    Larangan Bagi Orang Junub
a.       Shalat
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci” (H.R Muslim).
b.      Thawaf
Sesuai dengan sabda Rasulallah saw “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (H.R at-Tirmidzi, al-Hakim, ad-Dar Quthni).
c.       Menyentuh Al-Qur’an, karena ia adalah kitab suci, maka tidak boleh disentuh atau dibawa kecuali dalam keadaan suci.

žw ÿ¼çm¡yJtƒ žwÎ) tbr㍣gsÜßJø9$# ÇÐÒÈ  
tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (Q.S. al- Waaqi’ah/56: 79).
d.      Membawa dan membaca Al-Qur’an
عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنٍ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ تَقْرَءِالْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَىْيئًا مِنَ الْقُرْانِ (واخرجه الترمذى(
“Dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi saw. berkata: Wanita yang haid dan yang junub itu janganlah membaca sedikitpun dari Alqur’an”. (H.R. Tirmidzi).

فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ مِنَ الْخَلَاءْ فَيُقْرِ ئُنَا الْقُرْانَ وَيَأْكُلُو مَعَنَا اللَّهْمَ وَلَمْ يَكُنْ يُحْجِبُهُ اَوْ قَالَ يُحْجِزُهُ عَنِ الْفُرْانِ شَىْئٌ لَيْسَ الْجِنَابَةُ (واخرجه ابو داد والترمذى(

“Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah keluar dari WC, lalu beliau mengajar kami Alqur’an dan makan daging bersama kami, dan tidak ada yang menghalangi beliau membaca Alqur’an selain junub”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).





e.       Duduk di Masjid
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? Ÿwur $·7ãYã_ žwÎ) ̍Î/$tã @@Î6y 4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (Q.S. An Nisaa’/4: 43).[15]

D.    Masalah yang sering terjadi dalam haid, nifas dan junub
1.      Hal-hal terkait dengan haid
a.       Tempo minimal masa suci
b.      Bersih dari darah pada hari-hari haid
c.       Hukum jika darah keluar lagi setelah berhenti
d.      Tanda-tanda bersih dari haid
e.       Waku keluar haid
f.       Hukum cairan keruh dan cairan kuning setelah atau sebelum suci
2.      Masalah-masalah terkait nifas
a.       Jika wanita nifas bersih sebelum empat puluh hari (40 hari)
b.      Jika wanita nifas melihat darah lebih dari empat puluh hari (+ 40 hari)
c.       Darah yang keluar dari wanita hamil
d.      Menghitung tempo nifas dari kelahiran anak kembar
e.       Hukum keguguran
f.       Hukum suci yang menyelangi tempo nifas
g.      Hukum bercak kuning dan merah pada waktu nifas
h.      Perbedaan antara nifas dan haid
3.      Hal-hal yang diharamkan karena junub
a.       Hukum orang junub yang lewat di masjid
b.      Menyentuh mushaf bagi orang junub
c.       Membaca al-Qur’an bagi orang junub

E.     Beberapa masalah Furu’iyah terkait dengan hadas besar atau kecil
a.       Orang yang junub dan haid boleh melihat atau membaca Alquran dengan hati tanpa gerakan lisan.
b.      Kaum muslimin sepakat boleh bagi seseorang yang berhadas kecil untuk membaca Alquran, diriwayatkan bahwasanya Rasulullah membaca Alquran ketika berhadas kecil.
c.       Dimakruhkan bagi seseorang yang berhadas untuk membaca Alquran di kamar mandi karena ia adalah tempat najis dan Alquran harus disucikan dari hal itu.
d.      Tidak dimakruhkan membaca Alquran sambil berjalan, selama tidak dibaca secara tartil.
e.       Ketika ia sedang membaca Alquran, kemudian merasakan ada angin keluar maka ia harus berhenti.
f.       Kaum muslimin telah sepakat boleh bertasbih, tahlil, dan dzikir bagi seseorang yang junub.
g.      Dianjurkan berwudhu bagi seseorang yang junub jika ia hendak makan, tidur, menjawab salam, dan berdzikir kepada Allah, dan tidak wajib. Wajib berwudhu bagi orang junub jika ia hendak mengulangi jimak sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang artinya:
“jika salah seorang dari kalian mendatangi istrinya kemudian ingin mengulanginya hendaklah ia berwudhu di antara keduanya”. (H.R. Muslim).
h.      Boleh bagi orang yang junub mengerjakan puasa dan tidak untuk shalat dikarenakan bersuci adalah syarat bolehnya shalat dan tidak untuk puasa. Puasa dan shalat menjadi wajib dan harus di-qadha’ jika ditinggalkan karena junub tidak menghalangi seseorang dari kewajian puasa, boleh dikerjakan walaupun sedang junub dan tidak menghalangi dari kewajiban shalat walaupun tidak boleh dikerjakan pada saat sedang junub, karena ia bisa menghilangkan hadas tersebut dengan cara mandi sebelum ia berwudhu.

IV. KESIMPULAN
Dari semua penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
A.      Pengertian Junub, Haid dan Nifas
1.  Junub dalam pengertian ini adalah keluarnya sperma dari jalan yang alami ataupun tidak alami, atau dengan memasukkan hasyafah (ujung penis) atau daerah sekitarnya “bagi orang yang kemaluannya putus” ke dalam farji.
2.         Haid adalah nama untuk darah khusus, yaitu darah yang keluar dari rahim yang tidak diikuti kelahiran, memiliki waktu tertentu dan dalam tempo yang sudah diketahui. Dan jika di luar itu maka namannya istihadhah.
3.         Nifas adalah nama untuk darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan.
B.       Waktu Haid dan Nifas
1.    Waktu haid: Para ulama sepakat bahwa umur minimal seorang perempuan haid adalah sembilan tahun qamariyah. Mengenai batas waktu minimal dan maksimalnya para ulama berbeda-beda pendapat. Akan tetapi, pada umumnya adalah satu hari satu malam untuk batas waktu minimal dan lima belas hari untuk batas waktu maksimalnya.
2.    Waktu nifas: para fuqoha sepakat bahwa nifas tidak memiliki batas waktu minimal. Untuk batas waktu maksimalnya, mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat berpendapat maksimal empat puluh hari. Ada lagi yang berpendapat, hendaknya ia berpatokan pada kebiasaan wanita lain dan jika lebih dari itu, maka itu darah istihadhah.
C.       Larangan Bagi Orang yang Sedang Junub, Haid dan Nifas
1.      Larangan bagi orang yang junub
a.       Shalat
b.      Thawaf
c.       Menyentuh Al-Qur’an
d.      Membawa dan membaca Al-Qur’an
e.       Duduk di Masjid
2.      Larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas
a.       Diharamkan sholat, baik sholat fardhu maupun sholat sunah, termasuk sujud tilawah dan sujud syukur.
b.      Dihaaramkan puasa, baik fardhu maupun sunah.
c.       Diharamkan membaca Al-Qur’an, kecuali sebagai dalil.
d.      Diharamkan menyentuh, membawa dan menulis Al-Qur’an.
e.       Diharamkan masuk ke masjid, dikhawatirkan darah haid akan menetes ke lantai masjid.
f.       Diharamkan tawaf, baik fardhu maupun sunah.
g.      Diharamkan bersetubuh.
h.      Diharamkan istinta’ (mencari kenikmatan antara suami istri) antara pusar dan lutut.
i.        Diharamkan talak (melakukan perceraian)
j.        Diharamkan bersuci dengan niat menghilangkan hadats.



V.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan sebagai referensi pembuatan makalah selanjutnya agar dapat lebih baik.




























[1] Walau tanpa syahwat seperti kemaluan hewan, mayat.
[2] Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta Timur: Almahira, 2010), hlm. 163-164.
[3] Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 195-198.
[4]Huzaemah Tahido Yanggo, M.A., Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 20.
[5] Istihadhah adalah darah penyakit yang keluar dari otot bawah rahim perempuan, yang bernama al-‘adzil, baik keluar setelah darah haid maupun tidak.
[6]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 262-263.
[7]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 220.

[8]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 204-207.
[9]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 263-264.
[10]Huzaemah Tahido Yanggo, M.A., Fikih Perempuan Kontemporer, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 21.
[11] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[12] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
[13] Maksudnya: isteri-isteri itu hendaklah ditalak diwaktu Suci sebelum dicampuri.
[14]Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta Timur: Penerbit Almahira, 2010), hlm.199.
[15] Hasan Husen Assegaf, Fiqh Islam, (Surabaya: Cahaya Ilmu, 2011), hlm. 28. 

0 Response to "HAID, NIFAS dan JUNUB "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel