ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR
Friday, November 29, 2013
Add Comment
ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR
Setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW status sebagai
Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua
sebagai pimpinan kaum muslimin
mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang
dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi
menjadi kepala kaum
muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan melestarikan
hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri
diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah
untuk mencari pengganti Rasulullah SAW.
Setelah terjadi perdebatan sengit antara kaum
Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau
Amirul Mu’minin.
Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum
beliau wafat dan
menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam
yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis (Yatim,1997:35). Terpilihnya Abu Bakar sebagai
Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep
politik Islam.
Abu Bakar menerima
jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis
dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan,
munculnya para
nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan
Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai
Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa
Islam telah berakhir.
Abu Bakar bukan hanya dikatakan
sebagai Khalifah,
namun juga sebagai penyelamat
Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping
itu beliau juga berhasil
memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa
letak peradaban
pada masa Abu Bakar adalah dalam
masalah agama (penyelamat
dan penegak agama Islam dari kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan)
Islam.
Akan tetapi konsep kekhalifahan
dikalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah kekhalifahan
adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana
terjadi pada Abu Bakar. Terlepas
dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep kekhalifahan
adalah produk budaya dibidang
politik yang orisinil dari
peradaban Islam. Sebab ketika
itu tidak ada lembaga manapun
yang memakai konsep
kekhalifahan.
Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim
kaum Muslimin setelah
Rasulullah disebabkan beberapa hal:
1. Dekat
dengan
Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.
3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat dipercaya.
4. Seorang
yang dermawan.
5. Abu Bakar adalah
sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat jama’ah.
6. Abu Bakar
adalah
termasuk orang
yang
pertama memeluk Islam
(Fachruddin,
1985:19-20).
A. Biografi
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang
mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam
ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti
oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir
pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal
23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW
3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang
laki-laki yang
masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan
semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’
Mi’raj.
Setelah masuk Islam, beliau menjadi anggota yang paling menonjol dalam jamaah Islam setelah Nabi SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman,
dan kebijakan pendapatnya. Beliau pernah diangkat sebagai
panglima perang oleh Nabi
SAW., agar ia mendampingi
Nabi untuk bertukar pendapat
atau berunding.
Pekerjaan pokoknya
adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi Khalifah. Sehingga pada suatu hari beliau ditegur
oleh Umar ketika akan pergi ke pasar seperti biasanya : “Jika
engkau masih sibuk dengan perniagaanmu, siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan?”. Jawab Abu Bakar : “Jadi dengan apa saya mesti memberi makan keluarga saya? “. Lalu diputuskan untuk menggaji Khalifah
dari baitul mal sekedar
mencukupi
kebutuhan sehari-hari dalam taraf yang amat sederhana.
Abu Bakar adalah putra dari keluarga bangsawan yang terhormat di Makkah.
Semasa kecil dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati serta kemuliaan akhlaknya, sehingga setiap orang mencintainya. Ketika Nabi SAW mengajak manusia memeluk agama
Islam, Abu Bakar merupakan orang pertama dari kalangan pemuda yang menanggapi seruan Rasulullah, sehingga Nabi SAW memberinya gelar “Ash-Siddiq”.
Pengabdian Abu Bakar
untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan semua harta bendanya demi
kepentingan Islam.
Ia selalu mendampingi Rasulullah dalam mengemban misi
Islam sampai Nabi SAW wafat. Waktu itu sebagian penduduk Arabia telah masuk
Islam, sehingga masyarakat
Muslim yang “masih bayi” itu
dihadapkan pada wujud krisis konstitusional. Sebab beliau
tidak
menunjuk
penggantinya,bahkan
tidak
membentuk
dewan majlis
dari garis-garis suku yang ada. Pada akhirnya
timbul tiga golongan yang memperselisihkan tonggak kekhalifahan.
B. Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah
Memang diakui oleh seluruh sejarawan bahwa Rasulullah yang wafat tahun 11 H,
tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan penggantikannya. Oleh
karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu
Tsaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah)
memimpin ummat Islam. Musyawarah itu secara spontanitas
diprakarsai
oleh kaum Anshor.
Sikap mereka itu menunjukkan
bahwa mereka lebih memiliki
kesadaran politik
dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti
Rasulullah dalam memimpin
umat Islam.
Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan
diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon
pemimpin dari golongannya
sendiri-sendiri.
Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di
Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab
muhajirinlah yang telah merasakan
pahit getirnya perjuangan
dalam Islam sejak awal
mula Islam. Sedang dipihak
lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan
kedudukannya selaku
menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa
tersebut diketahui Umar. Ia
kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor
dan Muhajirin bersitegang.
Dengan tenang Abu Bakar berdiri di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa
kaum Anshor bagi tujuan Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi
keistimewaan kepada kaum
Muhajirin yang telah mengikuti
Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan
rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi pidato
Abu Bakar itu tidak dapat meredam situasi yang
sedang tegang. Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. Kemudia
Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap
toleransi, begitu juga Basyir
bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya
situasi dapat sedikit
terkendali.
Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko
apapun Abu Bakar tampil ke depan dan berkata “Saya akan menyetujui salah seorang yang
kalian pilih diantara kedua orang ini” yakni tidak bisa lebih mengutamakan kami sendiri dari pada
anda dalam hal ini”, situasi
menjadi lebih kacau lagi, kemudia Umar berbicara
untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat
setia
kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu
lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan yang lain,
bahwa Abu Bakar adalah
orang yang paling patut di Madinah
untuk menjadi penerus pertama dari
Nabi Muhammad SAW.
Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan,
musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar
untuk menjabat Khalifah
dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan
semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar . Dia adalah
orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping
Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah
Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai
imam pada saat Rasulullah sakit.
Setelah mereka
sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju
kedepan dan bersama-sama membaiat
Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut
dinamakan baiat
tsaqifah
karena bertempat di balai Tsaqifah
Bani Sa’idah. Pertemuan politik itu berlagsung
hangat, terbuka dan demokratis (Pulungan, 1994:102-105).
Pertemua politik itu merupakan peristiwa sejarah
yang penting
bagi umat Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan.
Dan terpilihnya Abu Bakar
menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem
pemerintahan Khalifah dalam Islam (Hasjmy,1973 :117).
C. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Pengangkatan Abu Bakar sebagai
Khalifah (pengganti Nabi)
sebagaimana dijelaskan
pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar
menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri,
tetapi
hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga
terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin
umat maupun sebagai
pemimpin pemerintahan.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat
“sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.
Sedang kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya
yaitu:
1. Mengirim pasukan
dibawah pimpinan Usamah
bin Zaid, untuk
memerangi kaum Romawi sebagai realisasi
dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih
hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju
dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk
menghancurkan Islam
dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu
Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan
perintah
Nabi SAW.
Pengiriman pasukan Usamah ke
Romawi di bumi Syam pada saat itu
merupakan langkah politik yang sangat strategis
dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan
tetapi muncul interprestasi
dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar,
disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam
dari perselisihan yang bersifat
intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan
adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi
terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua
yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya,
termasuk di dalamnya
orang yang meninggalkan
sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara
sholat dan zakat, tidak
mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap
pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai
tuntas.
3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan
ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang
dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4
panglima perang yaitu Yazid bin Abu
Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.
Usaha tersebut diperkuat
oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta
Mutsannah bin Haritsah, yang
sebelumnya Khalid telah
berhasil mengadakan perluasan ke
beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9).
Dalam peperangan melawan Persia
disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari
Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan
oleh Abu Bakar adalah:
1. Pemerintahan Berdasarkan
Musyawarah
Apabila terjadi
suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya
dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam
suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang
dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik
dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun
menjadikannya
sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2. Amanat Baitul Mal
Para sahabat
Nabi
beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah
dan
masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu
kedalamnya dan pengeluaran
sesuatu darinya
yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh
syari’at. Mereka mengharamkan
tindakan penguasa yang
menggunakan Baitul Mal untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam
pemerintahan
Abu Bakar telah beliau
jelaskan sendiri kepada rakyat
banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu,
padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka
jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi
jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang
lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang
kamu lihat lemah, aku
pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka
hendaklah kamu taat kepadaku selama aku
taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu
tidaklah perlu mentaatiku.
4. Kekuasaan Undang-undang
Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu
kekuasaan yang lebih
tinggi dari undang- undang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat
yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.
D. Penyelesaian Kaum Riddat
Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan.
Dalam pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga
dari dalam. Hal ini terjadi
karena ada sekelompok
orang yang memancangkan
panji pemberontakan terhadap negara Islam di Madinah
dan meninggalkan Islam (murtad) setelah Rasulullah wafat.
Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad
jatuh sakit. Ketika tersiar
berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot
agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke
Madinah Al-Munawarah
serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung.
Kenyataan
itu
yang dihadapi Khalifah Abu Bakar.
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya
Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa.
Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani
Asad, Sajah seorang wanita
KRISTEN dari Bani Yarbu
yang menikah dengan Musailamah (Afandi
dkk, 1995:94-95). Masing-masing orang tersebut berupaya
meluaskan pengikutnya dan membelakangi
agama Islam.
Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam
dengan
membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara
keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras,
berjudi,
mengurangi sholat
lima
waktu
menjadi
tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran
zakat yang wajib menjadi suka rela dan
meniadakan
batasan dalam perkawinan.
Dalam gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat
Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah- daerah. Akhirnya pasukan
riddatpun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar
melaksanakan misinya.
Akan tetapi Khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untuk
memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar membentuk sebelas
pasukan dan menyerahkan
al-liwak (panji pasukan) kepada masing- masing pasukan. Di samping
itu, setiap pasukan
dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya
dalam gerakan riddat. Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar.
Jikalau masih berkeras kepala, maka barulah
dihadapi dengan kekerasan.
Gerakan itu dikenal
sebagai
gerakan murtad
dibawah komando
para nabi palsu antara lain, Aswad Insa yang menghimpun serdadu dengan jumlah besar di Yaman,
Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani
Asad, Sajah seorang wanita
KRISTEN dari Bani
Yarbu yang menikah dengan Musaylamah (Afandi dkk, 1995:94-95).
Para nabi palsu tersebut pada umumnya
menarik
hati orang-orang Islam
dengan
membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara
keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi,
mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga puasa
Ramadhan dihapus, penghibah pembayaran zakat dijadikan suka rela dan meniadakan batasan dalam pekawinan.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut.
Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau
menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak
mereka kembali pada Islam, jika
menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara
yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam
hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling
kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi
mereka gagal
menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid
untuk melawan nabi
palsu
dari
Yaman
itu.
Dalam
pertempuran itu Kholid
dapat
mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuh
dalam
taman yang berdinding
tinggi, sehingga taman disebut
“taman maut” (Afandi dkk, 1995:97).
Adapaun nabi palsu yang lainnya termasuk
Tulaihah dan Sajah serta kepala suku yang
murtad, kembali masuk Islam. Dengan demikian, dalam waktu satu tahun semua
perang Islam diberkahi dengan keberhasilan. Abu Bakar dengan para panglimanya
menghancurkan semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Oleh karena itu, beliau tidak
hanya disebut sebagai Khalifah umat Islam, tetapi juga sebagai penyelamat Islam dari kekacauan dan kehancuran
bahkan telah menjadikan Islam sebagai
agama Dunia.
Keberhasilan perang melawan
kelompok riddat membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari seluruh Jazirah Arabia. Selain itu, menurut Nasir
(1994:166) kemenangan tersebut
dapat menunjukkan bahwa:
1. Kebenaran akan
menang;
2. Menunjukkan akan keutamaan kekuatan moral
atas kekuatan material;
3. Dapat menggetarkan musuh Islam
dan membuktikan bahwa Islam
mempunyai cukup kekuatan
untuk melawan para musuh-musuhnya;
4. Umat Islam diyakinkan akan keunggulan Islam dan kekuatan moral yang menjadi sifatnya.
Begitulah usaha Khalifah Abu Bakar, dengan perjuangan yang gigih, penuh
kesabaran, kebijakan dan ketegasan, akhirnya Khalifah Abu Bakar berhasil memberantas
kaum riddat, selanjutnya
berakhirlah
gerakan kaum riddat
di
belahan
semenanjung Arabia, dan semuanya menyatakan dirinya
kembali sebagai pemeluk agama Islam yang setia.
E.
Catatan Simpul
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh
kaum
riddat
yang
demikian
luasnya dan memulihkan
kembali ketertiban
dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah
Mesopotamia yang didiami suku-suku
Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar
bagi kepentingan agama
Islam
adalah beliau memerintahkan mengumpulkan
naskah- naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an
dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada
masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW,
yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari
dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang
agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu
Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Masa tersebut merupakan waktu yang
paling singkat bila dibandingkan
dengan
kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Meski demikian beliau dapat disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah di muka
bumi. Dengan
sikap kebijaksanaannya sebagai kepala
negara
dan ke-tawadhu’an-
nya kepada Allah serta agamanya,
beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang merongrong agama Islam bahkan
dapat memperluas wilayah Islam keluar Arabia.
Adapun kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar selama memimpin
pemerintahan
Islam dapat dirinci sebagai berikut:
1. Perhatian Abu Bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi, yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi
dibawah pimpinan Usamah
keperbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh sahabat-sahabat yang lain, karena kondisi dalam negara pada saat itu masih labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan dalam tempo
beberapa hari Usamah kembali dari Syiria dengan membawa kemenangan yang gemilang.
2. Keahlian Khalifah Abu Bakar dalam menghancurkan gerakan kaum riddat, sehingga gerakan
tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasaan Islam pulih
kembali. Setelah
peristiwa tersebut solidaritas Islam terpelihara dengan baik dan
kemenangan atas suku
yang memberontak memberi jalan bagi perkembangan Islam.
Keberhasilan tersebut
juga memberi harapan
dan keberanian baru untuk menghadapi
kekuatan
Bizantium dan Sasania.
3. Ketelitian Khalifah Abu
Bakar dalam menangani orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan
menundukkan kelompok tersebut dengan serangan yang gencar sehingga
sebagian mereka menyerah dan kembali pada
ajaran Islam yang sebenarnya.
Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat
mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.
4. Melakukan
pengembangan
wilayah Islam keluar
Arabia. Untuk itu,
Abu
Bakar
membentuk kekuatan dibawah komando Kholid bin Walid yang
dikirim ke Irak dan
Persia. Ekspedisi ini membuahkan hasil yang
gemilang. Selanjutnya memusatkan serangan ke Syiria yang diduduki bangsa Romawi.
Hal ini didasarkan secara ekonomis
Syiria merupakan wilayah yang
penting
bagi Arabia, karena eksistensi Arabia bergantung pada perdagangan
dengan Syiria.
Sehingga penaklukan
ke wilayah Syiria penting bagi umat Islam. Tetapi
kemenangan secara
mutlak belum terwujud sampai
Abu Bakar meninggal Dunia pada hari Kamis, tanggal 22 Jumadil
Akhir, 13 H atau 23
Agustus 634 M (Nasir, 1994:100-101).
Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat
disimpulkan bahwasan Khalifah Abu Bakar Al–Shiddiq adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan
bijaksana. Selama hayat hingga masa-masa menjadi Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan dalam kesederhanaan,kerendahan hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan pada saat
dia kaya dan memiliki
jabatan yang tinggi. Ini terbukti
dengan
keberhasilan beliau dalam menghadapi dan mengatasi
berbagai kerumitan yang terjadi pada masa pemerintahannya tersebut. Beliau tidak mengutamakan pribadi dan sanak kerabatnya, melainkan
mengutamakan
kepentingan rakyat dan juga mengutamakan masyarakat/ demokrasi
dalam mengambil suatu keputusan.
Akhirnya perlu
dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih
mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan
masyarakat yang aman, damai, sentosa
dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
0 Response to "ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR"
Post a Comment