ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR

ISLAM  MASA KHALIFAH ABU BAKAR


Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran.

Maka   setelah   Nabi   Muhammad   SAW   wafat,   pemuka-pemuka   Islam   segera bermusyawarah  untuk  mencari  pengganti  Rasulullah  SAW.  Setelah  terjadi  perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.

Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam yang         mengajarkan  bagaimana  cara  mengendalikan  negara  dan   pemerintah  secara bijaksana dan demokratis (Yatim,1997:35). Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam.

Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan  gawat.  Yaitu  timbulnya  perpecahan,  munculnya  para  nabi  palsu  dan  terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Saidah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.

Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari  kehancuran  serta  perluasan  wilayah)  melalui  sistem  pemerintahan  (kekhalifahan) Islam.

Akan tetapi konsep kekhalifahan dikalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa  konsep  kekhalifahan  adalah  produk  budaya  dibidang  politik  yang  orisinil  dari

peradaban Islam. Sebab ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan.

Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah
Rasulullah disebabkan beberapa hal:

1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya.

2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah.

3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat dipercaya.

4. Seorang yang dermawan.

5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat jama’ah.

6. Abu  Bakar  adalah  termasuk  orang  yang  pertama  memeluk  Islam  (Fachruddin,
1985:19-20).


 A.  Biografi

Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW
3 tahun.  Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang
laki-laki  yang  masuk Islam pertama kali. Sedangkagelar As-Shidiq diperoleh  karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj.

Setelah masuk Islam, beliau menjadi anggota yang paling menonjol dalam jamaah Islam setelah Nabi SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman, dan kebijakan pendapatnya. Beliau pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi SAW., agar ia mendampingi Nabi untuk bertukar pendapat atau berunding.

Pekerjaan pokoknya adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi Khalifah. Sehingga pada suatu hari beliau ditegur oleh  Umar ketika akan pergi ke pasar seperti biasanya : “Jika engkau masih sibuk dengan perniagaanmu, siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan?”. Jawab Abu Bakar : “Jadi dengan apa saya mesti memberi makan keluarga saya? “. Lalu diputuskan untuk menggaji Khalifah dari baitul mal sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam taraf yang amat sederhana.

Abu Bakar adalah putra dari keluarga bangsawan yang terhormat di Makkah. Semasa kecil dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati serta kemuliaan akhlaknya, sehingga setiap orang mencintainya. Ketika Nabi SAW mengajak manusia memeluk agama Islam, Abu Bakar merupakan orang pertama dari kalangan pemuda yang menanggapi seruan Rasulullah, sehingga Nabi SAW memberinya gelar “Ash-Siddiq”.

Pengabdian Abu Bakar untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan semua harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia selalu mendampingi Rasulullah dalam mengemban misi Islam sampai Nabi SAW wafat. Waktu itu sebagian penduduk Arabia telah masuk Islam, sehingga masyarakat Muslim yang “masih bayi” itu dihadapkan pada wujud krisis konstitusional.  Sebab  beliau  tidak  menunjuk  penggantinya,bahkan  tidak  membentuk dewan majlis dari garis-garis suku yang ada. Pada akhirnya timbul tiga golongan yang memperselisihkan tonggak kekhalifahan.

B. Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah

Memang diakui oleh seluruh sejarawan      bahwa Rasulullah yang wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan penggantikannya. Oleh karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Saidah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin  ummat  Islam.  Musyawarah  itu  secara  spontanitas  diprakarsai  oleh  kaum Anshor.  Sikap mereka itu  menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki  kesadaran politik dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam.

Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi   SAW   dipilih  dari  kelompok   mereka,  sebab muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan dalam Islam sejak awal mula Islam. Sedang dipihak lain terdapat sekelompok  orang yang menghendaki  Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang.

Dengan tenang Abu Bakar berdiri  di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa kaum Anshor bagi tujuan Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi pidato Abu Bakar itu tidak dapat meredam situasi yang sedang tegang. Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. Kemudia Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali.

Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar tampil ke  depan dan berkata Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini” yakni tidak bisa lebih mengutamakan kami sendiri dari pada anda dalam hal ini”, situasi menjadi lebih kacau lagi, kemudia Umar berbicara untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat setia kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW.

Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit.

Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut dinamakan baiat  tsaqifah  karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuapolitik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis (Pulungan, 1994:102-105).

Pertemua politik  itu merupakan peristiwa sejarah  yang penting  bagi umat  Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam (Hasjmy,1973 :117).



C. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana  dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi    Khalifah,   maka   mulailabeliau    menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu  masalah,  Abu Bakar selalmengajak  para   sahabat  untuk bermusyawarah.

Sedang  kebijaksanaan  politik  yang   diilakukan  Abu   Bakar  dalam   mengemban kekhalifahannya yaitu:

1. Mengirim  pasukan  dibawah  pimpinan  Usamah  bin  Zaid,  untuk  memerangi  kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala  kemunafikan  dan   kemurtadan  yang   merambah  untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW.

Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).

2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :

a.  Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.

b. Mereka membedakan  antara  sholat dan zakat,  tidak  mau mengakui  kewajiban zakat dan mengeluarkannya.

Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.

3. Mengembangkan  wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.
Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.

Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta

Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9).  Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
 1.  Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah

Apabila terjadi  suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya  apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka  setelah   pembahasan, diskusi, dan  penelitian,  beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.

2. Amanat Baitul Mal

Para  sahabat  Nabi  beranggapan  bahwa  Baitul  Mal  adalah  amanat   Allah  dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukasesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.

3.  Konsep Pemerintahan

Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak   dalam   sebuah  pidatonya   :  Wahai  manusia  !   Aku   telah  diangkat  untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.

4. Kekuasaan Undang-undang

Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang- undang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.

 D. Penyelesaian Kaum Riddat

Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan. Dalam pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga dari dalam. Hal ini terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji pemberontakan  terhadap  negara  Islam  di  Madinah  dan  meninggalkan  Islam  (murtad) setelah Rasulullah wafat.

Gerakan ridda(gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke

Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar.

Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala  suku  Bani  Asad,  Sajah  seorang  wanita  KRISTEN   dari  Bani  Yarbu  yang  menikah dengan Musailamah (Afandi dkk, 1995:94-95). Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.

Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman  keras,  berjudi,  mengurangi  sholat  lima  waktu  menjadi  tiga,  puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan meniadakan batasan dalam perkawinan.

Dalam   gerakannya   Aswad   dan   kawan-kawannya   berusaha   menguasai   dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah- daerah. Akhirnya pasukan riddatpun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya.

Akatetapi  Khalifah  Abu   Bakar  tidak  tinggal  diam,  beliau  berusaha  untuk memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan  al-liwak (panji pasukan) kepada  masing- masing pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddat. Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar. Jikalau masih berkeras kepala, maka barulah dihadapi dengan kekerasan.

Gerakan  itu  dikenal  sebagai  gerakan  murtad  dibawah  komando  para  nabi  palsu antara lain, Aswad Insa yang menghimpun serdadu dengan jumlah besar di Yaman, Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala  suku  Bani  Asad,  Sajah  seorang  wanita  KRISTE dari  Bani  Yarbu  yang  menikah dengan Musaylamah (Afandi dkk, 1995:94-95).

Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga puasa Ramadhan dihapus, penghibah pembayaran zakat dijadikan suka rela dan meniadakan batasan dalam pekawinan.

Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau            memandang  gerakan   murtad   itu   sebagai  bahaya  besar,   kemudian   beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.

Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi  mereka  gagal  menundukan  Musailamah,  kemudia  Abu  Bakar  mengutus  Kholid untuk  melawan  nabi  palsu  dari  Yaman  itu.  Dalam  pertempuran  itu  Kholid  dapat

mengahacurkan  pasukan  Musailamah  dan  membunuh  dalam  taman  yang  berdinding tinggi, sehingga taman disebut “taman maut” (Afandi dkk, 1995:97).

Adapaun nabi palsu yang lainnya termasuk Tulaihah dan Sajah serta kepala suku yang murtad, kembali masuk Islam. Dengan demikian, dalam waktu satu tahun semua perang Islam diberkahi dengan keberhasilan. Abu Bakar dengan para panglimanya menghancurkan semua kekuatan pengacau dan kaum murtad. Oleh karena itu, beliau tidak hanya disebut sebagai Khalifah umat Islam, tetapi juga sebagai penyelamat Islam dari kekacauan dan kehancuran bahkan telah menjadikan Islam sebagai agama Dunia.

Keberhasilan perang melawan kelompok riddat membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari seluruh Jazirah Arabia. Selain itu, menurut Nasir (1994:166) kemenangan tersebut dapat menunjukkan bahwa:

1. Kebenaran akan menang;

2. Menunjukkan akan keutamaan kekuatan moral atas kekuatan material;

3. Dapat menggetarkan musuh Islam dan membuktikan bahwa Islam mempunyai cukup kekuatan untuk melawan para musuh-musuhnya;

4. Umat Islam diyakinkan akan keunggulan Islam dan kekuatan moral yang menjadi sifatnya.

Begitulah  usaha  Khalifah  Abu   Bakar,  dengan  perjuangan  yang   gigih,  penuh kesabaran, kebijakan dan ketegasan, akhirnya Khalifah Abu Bakar berhasil memberantas kaum  riddat,  selanjutnya  berakhirlah  gerakan  kaum  riddat  di  belahan  semenanjung Arabia, dan semuanya menyatakan dirinya kembali sebagai pemeluk agama Islam yang setia.

E.  Catatan Simpul

Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh  kaum  riddat  yang  demikian  luasnya  dan          memulihkan  kembali  ketertiban  dan keamanan    diseluruh    semenanjung   Arabia.    Selanjutkan   membebaskan    lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah- naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.

Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Meski demikian beliau dapat disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah di muka bumi. Dengan sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhuan- nya kepada Allah serta agamanya, beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang merongrong agama Islam bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar Arabia.

Adapun kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar selama memimpin pemerintahan
Islam dapat dirinci sebagai berikut:

1. Perhatian Abu Bakar ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi, yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan Usamah keperbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh sahabat-sahabat yang lain, karena kondisi dalam negara pada saat itu masih labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan  dalam  tempo beberapa hari Usamah kembali dari Syiria  dengan  membawa kemenangan yang gemilang.

2. Keahlian Khalifah Abu Bakar dalam menghancurkan gerakan kaum riddat, sehingga gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasaan Islam pulih kembali. Setelah peristiwa tersebut solidaritas Islam terpelihara dengan baik dan kemenangan atas suku yang memberontak memberi jalan bagi perkembangan Islam. Keberhasilan tersebut juga memberi harapan dan keberanian baru untuk menghadapi kekuatan Bizantium dan Sasania.

3. Ketelitian Khalifah Abu Bakar dalam menangani orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan menundukkan kelompok tersebut dengan serangan yang gencar sehingga sebagian mereka menyerah dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.

4. Melakukan  pengembangan  wilayah  Islam  keluar  Arabia.  Untuk  itu,  Abu  Bakar membentuk kekuatan dibawah komando Kholid bin Walid yang dikirim ke Irak dan Persia. Ekspedisi ini membuahkan hasil yang gemilang. Selanjutnya memusatkan serangan ke Syiria yang diduduki bangsa Romawi. Hal ini didasarkan secara ekonomis Syiria merupakan wilayah yang penting bagi Arabia, karena eksistensi Arabia bergantung pada perdagangan dengan Syiria. Sehingga penaklukan ke wilayah Syiria penting bagi umat Islam. Tetapi kemenangan secara mutlak belum terwujud sampai Abu Bakar meninggal Dunia pada hari Kamis, tanggal 22 Jumadil Akhir, 13 H atau 23
Agustus 634 M (Nasir, 1994:100-101).

Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasan Khalifah Abu Bakar Al–Shiddiq adalah seorang  pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Selama hayat hingga masa-masa menjadi Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan    dalam kesederhanaan,kerendahan hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan pada saat dia kaya dan  memiliki  jabatan  yang  tinggi.  Ini  terbukti  dengan  keberhasilan  beliau  dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kerumitan yang terjadi pada masa pemerintahannya tersebut.   Beliau tidak  mengutamakan   pribadi   dan   sanak  kerabatnya,  melainkan mengutamakan  kepentingan  rakyat  dan  juga  mengutamakan  masyarakat/  demokrasi dalam mengambil suatu keputusan.


Akhirnya perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah  Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.

0 Response to "ISLAM MASA KHALIFAH ABU BAKAR"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel