PENGEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DI SMA DAN IMPILIKASINYA

PENGEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DI SMA DAN IMPILIKASINYA




A.  Pendahuluan

Dikotomi keilmuan, itulah hal yang mengemuka dalam praktek pendidikan dewasa ini, ilmu agama dipandang memiliki kutub tersendiri yang secara  ekstrim  terpisah  dengailmu  umum.  Sehingga wajar  ketika  Imam Samudra dalam bukunya Aku Melawan Teroris menyebutkan bahwa praktek pendidikan  di  sekolah  umum  bersifat  sekuler.  Kurikulum  pendidikan  di sekolah secara terencana memisahkan antara ilmu umum dengan ilmu agama, bahkan yang lebih mirisnya bahwa alokasi jam pelajaran untuk ilmu agama sangat jauh presentasenya jika dibanding dengan ilmu umum.     Al Faruqi dalam Nata (2003:151-152) mengungkapkan bahwa pendikotomian ini menurutnya merupakan simbol kejatuhan umat Islam, karena sesungguhnya setiap aspek harus dapat mengungkapkan relevansi Islam dalam ketiga sumbu tauhid. Pertama, kesatuan pengetahuan; Kedua, kesatuan hidup; Ketiga, kesatuan   sejarah.            Dikotomi                  keilmuan  sebagai       penyebab   kemunduran berkepanjangan umat Islam sudah berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal sebagai abad stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ini pada kelanjutannya berdampak negatif terhadap kemajuan Islam.

Sementara Ikhrom dalam Nata dkk (2003:153-154) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, yaitu sebagai berikut:

1.  Munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam; di mana selama ini, lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fil al din yang menganggap persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; sementara itu,         modernisasi    sistem    pendidikan   dengan   memasukan    kurikulum pendidikan umum ke dalam lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren sebagai  lembaga  taffaquh fil  adin  tersebut.  Akibatnya, telah


terjadi  pergeseran makna bahwa mata  pelajaran  agama  hanymenjadi stempel yang dicapkan untuk mencapai tujuan sistem pendidikan modern yang sekuler.
2.  Munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajara Islam.

Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu umum dan agama.
3.  Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing siste(modern/umum)                barat                        dan        agamtetap        bersikukuh mempertahankan kediriannya.
4. Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena pendidikan barat kurang menghargai nilai-nilai kultur dan moral.
Namun    demikian,    Soewardi    (2001:1-24)    berpandangan    lain, menurutnya bahwa abad 20 merupakan akhir dari Sains Barat Sekuler (SBS) yang telah melahirkan krisis global dan menghasilkan 3R (Renggut, Resah, Rusak). Abad ini adalah momentum menuju lahirnya Sains Tauhidullah atau sains Islami. Sains tauhidullah tiada lain adalah alternatif terhadap SBS yang kini  sudah hampir kandas. Islamisasi sains bukanlah mengislamkan sains, akan tetapi mencari kelanjutan SBS yang pada penghujung abad 20 sampai pada 3 R. Karakteristik utama sains tauhidullah adalah naqliyah memandu aqliyah atau wahyu yang memandu fitrah atau akal manusia.  Kecenderungan akan lahir dan berkembangnya sains tauhidullah tersebut tentunnya harus berimplikasi pada proses transfer of knowledge semua disiplin ilmu     yang menjadi muatan kurikulum pada satuan pendidikan, terlebih bagi madrasah yang menjadikan agama Islam sebagai identitas kelembagaan. Dalam konteks pembelajaran ekonomi, pembelajaran ekonomi yang diintegrasikan dengan nilai-nilai ketauhidanlah yang akan menjadi solusi atas terjadinya krisis global akibat  perkembangan  sains  sekuler  barat  yang  sudah  melahirkan  resah, renggut, dan rusak.

Berbeda    dengan    Soewardi     yang    menggunakan     istilah     sains tauhidullah, Nata dkk (2003:141) menggunakan istilah islamization dalam mengangkat konsep integrasi ilmu agama ke dalam ilmu umum. Menurutnya,


islamisasi dalam makna yang luas menunjukan pada proses pengislaman, di mana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya. Dalam kontek islamisasi ilmu pengetahuan, yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid adalah pencari ilmu (thalib al almi)- nya, bukan ilmu itu sendiri.

Berangkat  dari  uraian  di  atas,  maka  penulimerasa  penting untuk membuat tulisan stimulus bagi para praktisi pendidikan tentang reorientasi arah pendidikan kita ke arah praktek pendidikan yang lebih dekat dengan nilai-nilai transendental, hal tersebut akan berangkat dari pemikiran yang mendasar dalam kerangka filsafat pendidikan Islam sebagai kajian filsafat yang sangat penting untuk diketahui oleh para praktisi pendidikan di lingkungan satuan pendidikan.



B.  Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al- Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya         dan    menciptakan    sikap                 positif                       terhadapnya.      Selanjutnya     ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman- pengalaman manusia.
Selain itterdapat pula teorlain  yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos  berarti  cinta,  suka  (loving),  dan  sophia  yang  berarti  pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta  kepada  kebenaran  atau  lazimnya  disebut  Pholosopheyang  dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat

telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-


411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan parahli  mengenai  pendidikan dalam  arti  yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada  lima  unsur utama  dalam  pendidikan,  yaitu  1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur  cara   mendapatkan  kebahagiaan  hidup  di   dunia  termasuk   di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adala a Qur’an  da a Sunnah.  Sebagai   sumber  ajaran,   a Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.


Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan  jembatan  yang  menyeberangkaorang  dari  keterbelakangan menuju       kemajuan,         dan      dari               kehinaan      menuju       kemuliaan, serta        dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya. Hadist dari Nabi SAW :
 Sesungguhnya orang  mumiyang  paling  dicintai  oleh  Allah  ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada  hamba-Nya,  sempurna  akal  pikirannya,  serta  mengamalkan ajaran-Nya                selama  hayatnya,     maka beruntung           dan      memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)

Dari ayat dan hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1.  Al  Qur’an  diturunkan  kepada  umat  manusia  untuk  memberi  petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2.  Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3.  Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar- benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan                kepada          umatnya          agar                             saling      memberi    petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.


Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk  mengalihkan  pengalamannya,  pengetahuannya,  kecakapannya,  serta


keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakayang menjadi  landasan  praktek  pendidikan yang melaksanakan studi  seperti  itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah              ini,      apabila                         mereka       terus    berpikir,yan lebih                baik  daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan  dikembangkan  secara  konsisten  menuju  tujuannya.  Sejalan  dengan


pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan. Pendidikan  Islam  mengidentifikasi  sasarannya  yang  digali  dari  sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1.  Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2.  Menyadarkan  fungsi  manusia  dalam  hubungannya dengan  masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3.  Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia  tentang  kedudukannya terhadap  makhluk  lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta   memberikan       kemungkinan   kepada manusia            untuk               mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan  Islam  itu  merupakan  suatu  kajian  secara  filosofimengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an  dan  al  Hadist  sebagai  sumber  primer,  dan  pendapat  para  ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan  yang  berdasarkaajaran  Islam  atau  filsafat  pendidikan  yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.


C.  Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Penjelasan  mengenai  ruang  lingkup  ini  mengandung indikasi  bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat  dilihat  daradanya  beberapa sumber bacaan,  khususnya buku  yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai


sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan   dengan            jelas                     mengenai           bidang         kajiannyatau             cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikaIslam      berarti memasuki       arena    pemikiran                     yang     mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.


D.  Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha yaitu :
1.   Untuk  membantu  pembentukaakhlak  yang  mulia.  Islam  menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2.   Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3.   Menumbuhkan   ruh   ilmiah    pada   pelajaran    dan    memuaskan    untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4.   Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5.   Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.

Pendidikan  Islam  tidaklah  semuanya  bersifat  agama  atau  akhlak,  atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan


pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidaklah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.


E.  Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Sebagai   suatu    metode,    pengembangan    filsafat    pendidikan   Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya, serta bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian,  khusus  dalam  menggunakaal  Qur’an  dan  al  Hadist  dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mujam al Mufahras li Alfazh al Quran al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mujam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat,   pendekatan.   Dalam    hubungannya    dengan   pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.



F.  Tujuan Pendidikan dalam Islam

First  World  Conference  on  Muslim  Education  yang  diadakan  di

Makkah pada tahun 1977 merumuskan sebagai berikut :

Tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan manusia yang baik dan bertakwa yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan            segenap               aktifitas    kesehariannya       sebagai                            wujud ketundukannya pada Tuhan.”

Oleh karena itu, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini bukanlah dalam arti pendidikan ilmu-ilmu agama Islam yang pada gilirannya mengarah pada lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam madrasah,  pesantren  atau  UIN (dulu  IAIN).1  Akan  tetapi  yang  dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Sehingga diharapkan akan bermunculan anak-anak muda enerjik yang berotak  Jerman  dan  berhati  Makkah”  seperti  yang  sering  dikatakan  oleh mantan Presiden B.J. Habibie. Kata-kata senada dan lebih komprehensif diungkapkan oleh Al-Faruqi (1987) pendiri International Institute of Islamic Thought, Amerika Serikat, dalam upayanya mengislamkan ilmu pengetahuan.

Di sini perlu ditekankan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah

long life education’ atau dalam bahasa Hadits Nabi sejak dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat (from the cradle to the grave). Itu berarti pada tahap- tahap awal, khususnya sebelum memasuki bangku sekolah, perang orang tua terutama  ibu  amatlah  krusial  dan  menentukan mengingat  pada  usia  balita inilah pendidik, dalam hal ini orang tua, memegang peran penting di dalam menanamkan   nilai-nila keislama kepada   anak.   Sayangnya  orang   tua bukanlah satu-satunya pendidik di rumah, ada pendidik lain yang kadang- kadang peranannya justru lebih dominan dari orang tua yang di Barat disebut dengan idiot box atau televisi. Dampak lebih jauh televisi terhadap perkembangan anak balita seperti yang dikatakan Hiesberger (1981) bisa mengarah pada a dominant voice in our lives dan a major agent of socialization in  the  lives  of our  children (menjadi suara  dominan dalam


kehidupan kita dan agen utama proses sosialisasi dalam kehidupan anak-anak kita).

Tentu saja peran orang tua tidak berhenti sampai di sini, keterlibatan orang tua juga diperlukan pada fase-fase berikutnya ketika anak mulai memasuki  usia  sekolah,  baik  SD,  SMPmaupun  SMU.  Menjelanmas pubertas yakni pada usia antara dua belas sampai delapan belas tahun anak menjalani episode yang sangat kritis di mana sukses atau gagalnya karir masa depan anak sangat tergantung pada periode ini. Robert Havinghurst, pakar psikolog Amerika, menyebutkan periode ini  sebagai developmental task” atau proses perkembangn anak menuju usia dewasa.

Merujuk    kepada   pendapat   beberapa   ahli    dapat   ditarik    benang merahnya bahwa maksud dan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:

1.  Memberikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.

2.  Menanamkan    pengertian-pengertian    berdasarkan    pada    ajaran-ajaran fundamental  Islam  yang  terwujud  dalam  Al-Qur’an  dan  Sunnah  dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.

3.  Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan  pemahaman  yang  jelas  bahwa  hal-hal  tersebut  dapat  berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat.

4.  Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan

Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.

5.  Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.

6.  Mengembangkamanusia  Islami  yang  berkualitas  tinggi  yang  diakui secara universal.



G. Implementasi Filsafat Pendidikan Islam di SMA

Berbicara    tentang    implikasi     berarti    berbicara    dalam    kerangka operasional. Dengan kata lain, berbicara tentang bagaimana hakikat, nilai dan kerangka keilmuan  yang diformulasikan dalam  kurikulum hasil  rancangan


para pendidik, menyandarkan diri kepada sumber nilai Islam yakni Al qur’an dan Hadits sebagai sumber primer dan pendapat para ilmuwan muslim sebagai rujukan sekunder. Penulis menawarkan model implikasi filsafat pendidikan
Islam dalam praktek pendidikan di SMA sbb:






Integrasi Seluruh Mata
Pelajaran

KTSP (Silabus dan
RPP)

Pembelajaran di dalam dan luar kelas

















Pembudayaan
Nilai-Nilai Islam











Visi, Misi dan Program Kepala
Sekolah





Penataan Suasana Sekolah

Suasana religius Suasana yang manusiawi Suasana yang nasionalis Suasana yang demokratis Suasana adil dan gotongroyong
Suasana yang penuh penghijauan
Suasana yang bersih dan rapih
Suasana penuh kebersamaan





Unsur Fisik dan Non
Fisik Sekolah










Core Value Iman dan Takwa (Imtak) sesuai dengan Tujuan Pendidikan
Nasional

Penataan Suasana Sekitar Sekolah

(Lingkungan Keluarga dan Masyarakat)

Melibatkan:

Komite Sekolah Tokoh Masyarakat Dinas Pendidikan Organisasi Masyarakat (Ormas)
DUDI

Unsur Fisik dan Non Fisik Lingkungan Keluarga dan Masyarakat





(UU No 20/2003)



Pengembangan Ekstrakurikuler berbasis nilai-nilai Islam

Rohis Osis Pramuka Bela Diri Kesenian dll




Berdasarkan bagan di atas dapat diketahui bahwa model implementasi kerangka                  filsafat   pendidikan    Islam   di   SMA    berorientasi    kepada    proses


pembudayaan nilai-nilai Islam dengan core value yang digariskan dalam UU No

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 sebagai berikut:


Pendidikan    nasional    berfungsi    mengembangkan    kemampuan    dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Tujuan    pendidikan   nasional    yan utama    menekankan   pada   aspek keimanan dan ketaqwaan, hal tersebut mengisyaratkan bahwa core value pembangunakarakter  moral  bangsa  bersumber  pada  keyakinan  beragama. Artinya bahwa semua peroses pendidikan harus bermuara pada penguatan nilai- nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama yang diyakini. Dalam tataran praktek pendidikan di sekolah, maka faktor leadership merupakan faktor kunci yang dapat menentukan arah kebijakan dalam  proses pengejawantahan core value yang digariskan tersebut. Sehingga pembudayaan nilai harus berangkat adanya adanya political will dan poilitical action dari seorang leader yang tercermin dalam visi, misi dan program kepala sekolah.

Rancangan program kepala sekolah yang berhubungan dengan proses pembudayaan nilai-nilai  Islam  dapat  diwujudkan dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu:

1.  Pendekatan integrasi dalam seluruh mata pelajaran

Nilai-nilai islam dapat di integrasikan dalam seluruh mata pelajaran, untuk mewujudkan hal ini tentunya diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan           serta pendampingan secara berkesinambungan kepada para guru


tentang bagaimana caranya mengintegarsikan nilai-nilai Islam ke dalam rancangan pembelajaran (Silabus dan RPP) sehingga nilai-nilai Islam bukan sekedar di integrasikan secara indirect integration melainkan secara tersurat (direct integration) terencanakan dalam seluruh komponen pembelajaran (tujuan, materi, metode, media, sumber dan evaluasi) pada semua mata pelajaran.             Forum     Musyawarah    Guru                   Mata      Pelajaran          (MGMP)         dapat memfasilitasi proses pendidikan, pelatihan dan pendampingan kepada guru agar dapat menjalankan tugas-tugasnya secara profesional.

Berbagai pendekatan pendidikan nilai perlu dikuasai oleh para guru agar memiliki kompetensi yang mumpuni dalam merumuskan rancangan pembelajaran berbasis pendidikan nilai. Rancangan pembelajaran hendaknya tidak sebatas merencanakan aktifitas pembelajaran di dalam kelas, melainkan juga di luar kelas, karena bedasarkan hasil penelitian pada objek penelitian diketahui bahwa pelanggaran nilai-nilai agama lebih banyak dilakukan siswa di luar kelas.

2.  Pendekatan penataan suasana sekolah

Suasana    sekolah    hendaknya    berorientasi    kepada    pembentukan suasana religius, suasana yang manusiawi, suasana yang nasionalis, suasana yang demokratis, suasana adil dan gotong royong, suasana yang penuh penghijauan, suasana  yang  bersih  dan  rapih,  suasana  yanpenuh  dengan pesan-pesan illahiyah dan suasana penuh kebersamaan. Implikasi penataan suasana sekolah tersebut dapat diwujudkan melalui penataan unsur fisik dan non fisik yang ada di dalam lingkungan sekolah.


3.  Pendekatan penataan suasana sekitar sekolah

Penataan suasana bukan hanya penting bagi keadaan lingkungan sekolah, melainkan juga suasana lingkungan di luar sekolah. Keadaan lingkungan di  luar  sekolah  berdampak terhadap  kenakalaanak  di  dalam sekolah dan sebaliknya lingkungan sekolah yang kondusif bisa memberikan dampak budaya bagi lingkungan sekitar sekolah. Kebiasaan yang terbentuk akibat pergaulan siswa di luar sekolah memberikan dampak kepada proses interaksi siswa ketika di dalam sekolah. Jika lingkungan pergaulan di luar sekolah memberikan warna yang positif bagi sikap dan prilaku siswa, maka proses interakasi sosial yang dilakukan siswa di dalam sekolah akan positif pula, demikian juga sebaliknya. Lingkungan sekitar sekolah meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, hal yang perlu di tata adalah unsur fisik dan unsur non fisik sehingga mendukung proses pembudayaan nilai-nilai Islam di dalam lingkungan sekolah.

4.  Pendekatan pengembangan program ekstrakurikuler

Agar pembudayaan nilai-nilai Islam melalui pengembangan program ekstrakurikuler dapat berjalan sesuai dengan visi, misi, dan program sekolah, maka Kepala Sekolah perlu merumuskan kerangka acuan kerja pembinaan bagi  masing-masinekskul  yang  dikembangkan.  Adapun  kerangka  acuan kerja pembinaan tersebut minimal berisikan tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) pembinaan, nilai-nilai dasar Islam yang wajib dikembangkan dan kurikulum pembinaan yang bebasis kepada nilai-nilai Islam, sehingga arah pembinaan dan pengembangan setiap ekskul mengarah kepada visi, misi, program dan core value yang menjadi way of life dan budaya sekolah.



H. Penutup.

Islam dengan sumber ajarannya al Quran dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Oleh karenanya, secara epistimologis, Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun demikian, adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat  saja  diterima oleh  Islam  apabila mengandung persamaan dalam  hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbandingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini  tidak boleh terhenti, jika  kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global. Kedudukan satuan pendidikan seperti SMA sangat strategis, karena dalam tataran operasional, sekolah merupakan instrument terpenting sebagai pelaksana pemikiran dan kebijakan strategis normative yang langsung bersentuhan dengan objek pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta,

1990.

Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000

Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta,

1984.

Ali  Saifullah  H.A.,  Drs.,  Antara  Filsafat  dan  Pendidikan,  Usaha  Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta,

1995.


Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

0 Response to "PENGEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DI SMA DAN IMPILIKASINYA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel