PEMBELAJARAN IPA SECARA HOLISTIK
Wednesday, March 12, 2014
Add Comment
PEMBELAJARAN
IPA SECARA HOLISTIK
I.
PENDAHULUAN
Pola
konservativisme selalu menjadi hantu dalam ranah apapun dan dalam ruang lingkup
pembicaraan apapun. Konservatifisme memandang bahwa apa yang telah ada adalah
selalu yang terbaik dari yang baru. Hal tersebut terjadi di segala bidang.
Termasuk dalam bidang pendidikan utamanya pemikiran tentang pola pembelajaran
di sekolah. Kita kadang-kadang telah mengedepankan ego dibanding menerima suatu
perubahan yang kreatif dan knstruktif. Permasalahan tersebut bukannya tidak
kita sadari akan tetapi karna kita belum berhasil keluar dari konteks ego itu
sendiri.
Sebagai
manusia sekiranya semua sependapat bahwa kita sebagai guru selalu kesulitan
berfikir kreatif dan keluar dari konteks ego tersebut sehingga memerlukan
beberapa latihan mental agar terbiasa dengan perubahan yang senantiasa
menghampiri kita. Demikian halnya dengan saat kita membelajarkan IPA di SD.
Barangkali semua juga sepakat bahwa kita sudah tahu berbagai jenis metode dan
media sudah tersedia di lingkungan sekitar kita. Akan tetapi sikap laten yang
mengandalkan penggunaan satu metode adalah layak sudah mendarah daging pada
diri kita.
Permasalahan
seperti diuraikan di atas adalah permasalahan umum dari kita para guru,
berbagai pelatihan, workshop sudah kita lalui akan tetapi kita selalu saja
menyalahkan siswa atas kegagalan mereka dalam melaksanakan evaluasi. Kita
sangat jarang melakukan kegiatan merenung dan refleksi bahwa ada hal yang salah
dengan kita. Sudah sangat banyak kita mengenal metode dan pendekatan dari CBSA
hingga hingga Quantum Teaching (yang terbaru). Dan bahkan hal tersebut juga
terlampau sering kita dengarkan. Sesungguhnya semua ber-esensi sama yaitu menempatkan
siswa sebagai subyek pembelajaran. Yang belajar bukan guru, guru hanya sebagai
fasilitator.
Permasalahan
di atas adalah permasalahan umum, dan yang menjadi pertanyaan sekarang adalah :
Adakah
suatu metode dan pendekatan yang dapat mewakili berbagai jenis metode dan
pendekatan tersebut ? Sehingga guru tidak bingung memilih karna seolah-olah
antar metode tersebut ada batasan padahal batasannya sangat kabur. Seandainya
ada bagaimanakah implementasinya di lapangan ? Seandainya belum ada kemudian
oleh penulis sendiri membuatnya menjadi ada, apakah kemudian di akui atau malah
dikatakan mengada-ada ?
II.
PEMBAHASAN
Sesuai
dengan judul di atas “ Pembelajaran IPA Secara Holistik”, penulis mencoba
ber-ide, mencoba untuk keluar dari konteks pembeicaraan pada modul yang sudah
penulis baca yaitu tentang “Konstruktifisme dalam Pembelajaran IPA, Bekerja
Ilmiah dalam IPA, Pendekatan Pembelajaran Sains (IPA) Teknologi dan
Masyarakat/Lingkungan (STM). Dan penulis berkesimpulan bahwa intinya adalah
sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran, memberdayakan siswa,
membelajarkan siswa dan istilah kostruktif lainnya.
Pembelajaran
yang bersifat menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran membawa situasi
kelas dipenuhi oleh kegiatan dimana siswa adalah pelaku dari berbagai kegiatan
baik eksperimen, demonstrasi, diskusi dan sebagainya. Memberdayakan siswa
maksudnya adalah guru bertugas menggali seluruh potensi siswa tanpa memandang
perbedaan jenis kelamin, perbedaan tingkat IQ, dan perbedaan yang lainnya.
Membelajarkan siswa adalah suatu kegiatan yang menempatkan siswa yang sedang
belajar. Istilah konstruktif lainnya adalah CTL, CBSA, Quantum Teaching, dan
beberapa nama keren lainnya. Padahal esensinya sama yaitu siswa adalah subyek
pembelajaran.
Pembelajaran
Holostik pada mata pelajaran IPA membawa guru pada suatu kondisi pembelajaran
yang bersifat konstruktif. Maka yang dapat melakukan hal ini adalah guru yang
berpandangan konstruktif. Siapa mereka ? Mereka yang sadar bahwa siswa akan
belajar optimal jika semuanya berawal dari keinginan siswa untuk belajar.
Sehingga kita akan mengkondisikan kelas sedemikian rupa agar siswa mau belajar.
Bukan karna paksaan. Apakah hal ini mudah ? Tentu tidak karna kita berhadapan
dengan puluhan kepala yang isi kognitif, afektif, psikomotor dan datang dari
latar belakang yang beragam. Kita pasti sepakat bahwa mencari yang baik pasti
sulit.
Pembelajaran
IPA dengan pendekatan yang holistik sesungguhnya adalah positif yaitu guru
tidak akan pernah terbebani dengan jenis dan batasan metode yang mesti
dilakukan dan ditulis dalam RPP. Kita menyiapkan bahan, media dan masuk ke
kalas dan melakukan apersepsi. Lihat kondisi kelas apakah sudah kondusif ?
Kalau belum berikan motivasi dengan berbagai cara yang kreatif apakah itu
cerita, permainan, menyanyi, diskusi dan tanyakan masalahnya apa. Disanalah
gunanya pendekatan yaitu untuk mendekati siswa agar mau belajar. Caranya ya
terserah guru itu sendiri. Lalu pertanyaannya bagaimana dengan alokasi waktu
yang membatasi di RPP ? Abaikan dulu hal tersebut karna RPP itu adalah rencana,
dimana kalau tidak tercapai adalah hal biasa karna kadang situasi kelas tidak
sesuai dengan harapan.
Jika siswa
sudah mau belajar lanjutkan dengan kegiatan yang mengedepankan siswa sebagai
subyek yaitu dengan memberikan tugas. Tugas yang diberikan adalah yang bersifat
konstruktif bukan memberi beberapa soal lalu guru meninggalkan kelas. Pada IPA
dapat diberikan berupa sekumpilan tugas yang bersifat berkelanjutan seperti
proyek. Langkahnya dari mereka merencanakan, melaksanakan hingga melaporkan.
Misalnya siswa kita belajarkan tentang perkembangbiakan tumbuhan maka mereka
akan merencanakan menyediakan bahan seperti bibit dan alat alat pertanian.
Pelaksanaan dapat dilakukan di kebun sekolah. Setelah kegiatan selesai siswa
ditugaskan untuk mengamati perkembangan dari tanaman setelah ditanam dan hasil
pengamatannya dilaporkan kepada guru.
Dengan
model seperti itu kita tidak dapat mengatakan kita melakukan pembelajaran
dengan metode dan pendekatan tertentu akan tetapi menyeluruh sehingga penulis
istilahkan sebagai pendekatan holistik. Semua materi pembelajaran IPA lainnya
dapat mengadopsi pendekatan tersebut karna guru tidak lagi berfikir tentang
batasan metode apa yang akan mereka gunakan akan tetapi mereka berfikir akan di
apakan siswa kita. Guru dalam membelajarkan siswa tidak perlu mengingat batasan
pengertian suatu metode akan tetapi cukup dengan mengingat bahwa siswa kita
akan diapakan agar dapat belajar efektif.
Permasalahan
sebenarnya adalah ada pada paham yang dianut guru tersebut. Apabila guru
tersebut tidak berfikiran terbuka, behavioristik dan konservatif maka walaupun
mereka mengenal istilah dan batasan berbagai metode maka yang terjadi adalah
situasi pembelajaran yang dipaksakan karna guru dalam hal ini masih berkeingingan
untuk dominan. Guru tidak berfikir apa yang akan siswa dapatkan jika
pembelajarannnya seperti ini akan tetapi mereka akan berfikir bagaimana
mengajar mereka agar mengerti. Sehingga jika siswa gagal dalam evaluasi yang
disalahkan adalah siswa. Jika guru berfikir seperti yang pertama di atas maka
guru akan berkata “Wah ada yang salah dengan saya”. Hal itulah yang membedakan
guru yang berpaham behavioristik dengan guru yang menganut paham
konstruktifistik.
Jalan
keluar yang mungkin kita harus coba bersama untuk mengatasi masalah tersebut
adalah :
Ø Berfikirlah bahwa siswa adalah yang
akan belajar.
Ø Berfikirlah bahwa siswa dapat
belajar jika mereka mau belajar
Ø Berfikirlah bahwa siswa dapat
belajar jika ada bahan yang akan dipelajari
Jika gagal lakukan refleksi
Ø Belajar yang baik adalah
bersama-sama karna akan saling isi mengisi
Ø Berfikirlah bahwa guru bukan untuk
ditakuti akan tetapi disegani
Ø Hindari pemikiran guru selalu benar.
Ø Jadikan siswa menjadi teman bukan
murid.
Ø Berdirilah disampingnya saat
membimbing bukan berkacak pinggang di depannya.
Ø Kalau guru kesal dan marah berikan
arahan dan posisikan diri sejajar dengan siswa terlebih dahulu baru kemudian
berikan pesan.
Ø Kesimpulannya adalah jadilah guru
yang manusiawi
Dengan
menerapkan metode holistik apakah kemudian menjadi salah karna alasan tidak
pernah ada dan didengar dalam konteks teori belajar yang sudah di akui. Kalau
kita semua berfikir bahwa segala sesuatu terus berubah barangkali kita sepakat
bahwa tidak ada salahnya kita memberi nama apa yang sudah kita lakukan dengan
sarat semua itu tidak keluar dari esensi dan prinsip yang ada. Kita mungkin
sudah pernah belajar tentang mata kuliah inovasi dan inovasi pendidikan. Maka
apakah ada salahnya kalau kita berinovasi ?
Bebagai
pendekatan dan metode yang sudah kita kenal sesungguhnya esensinya sama yaitu
menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Akan teapi implementasi di
lapangan yang sulit. Walaupun kita mengatakan diri sudah konstruktif akan
tetapi sesungguhnya terkadang kita bertindak sebaliknya yaitu behavioristik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kita hendaknya bertindak manusiawi.
Jika hal
tersebut sudah dilaksanakan maka siswa akan termotivasi untuk belajar karna
mereka dalam keadaan bebas dari tekanan apapun saat belajar. Hal tersebut akan
berdampak pada meningkatnya kemauan siswa untuk belajar dan selanjutnya
berakhir dengan hasil belajar yang memuaskan.
III.
KESIMPULAN
Permasalahan
pembelajaran IPA di SD sering dihadapakan pada pola pembelajaran yang
behavioristik. Hal tersebut sesungguhnya disadari oleh guru akan tetapi sulit
dirubah karna kita masih sering mengedepankan sikap ego. Kesulitan merubah
kebiasaan tersebut masih kita rasakan termasuk penulis sendiri.
Bebagai
pendekatan dan metode yang sudah kita kenal sesungguhnya esensinya sama yaitu
menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Akan teapi implementasi di
lapangan yang sulit. Walaupun kita mengatakan diri sudah konstruktif akan
tetapi sesungguhnya terkadang kita bertindak sebaliknya yaitu behavioristik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kita hendaknya bertindak manusiawi.
Jika hal
tersebut dudah dilaksanakan maka siswa akan termotivasi untuk belajar karna
mereka dalam keadaan bebas dari tekanan apapun saat belajar. Hal tersebut akan
berdampak pada meningkatnya kemauan siswa untuk belajar dan selanjutnya
berakhir dengan hasil belajar yang memuaskan.
0 Response to "PEMBELAJARAN IPA SECARA HOLISTIK"
Post a Comment