Ilmu Agama Islam dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Thursday, July 18, 2013
Add Comment
Ilmu Agama Islam
dalam Perspektif Filsafat Ilmu
I. PENDAHULUAN
Filsafat Islam muncul sebagai imbas dari
gerakan penerjemahan besar-besaran dari buku-buku peradapan Yunani dan
peradaban-peradaban lainnya pada masa kejayaan Daulah Abbasiah, dimana
pemerintahan yang berkuasa waktu itu memberikan sokongan penuh terhadap gerakan
penerjemahan ini, sehingga para ulama bersemangat untuk melakukan penerjemahan
dari berbagai macam keilmuan yang dimiliki peradaban Yunani kedalam bahasa
Arab, dan prestasi yang paling gemilang dari gerakan ini adalah ketika para
ulama berhasil menerjemahkan ilmu filsafat yang mejadi maskot dari peradaban
Yunani waktu itu, baik filsafat Plato, Aristoteles, maupun yang lainnya.
Sebenarnya gerakan penerjemahan ini dimulai semenjak masa Daulah Umawiyyah atas
perintah dari Khalid bin Yazid Al-Umawî untuk menerjemahkan buku-buku
kedokteran, kimia dan geometria dari Yunani, akan tetapi para Ahli Sejarah
lebih condong bahwa gerakan ini benar-benar dilaksanakan pada masa pemerintahan
Daulah Abbasiah saja, dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Al-Manshur
(136-158 H) hingga masa pamerintahan AL-Ma'mun (198-218 H) , dimana
penerjemahan ini tidak terbatas pada beberapa bidang keilmuan saja,akan tetapi
meliputi berbagai cabang keilmuan sehingga kita bisa melihat lahirnya para
ilmuan besar pada masa ini, contohnya Al-Kindi (155-256 H) seorang filosof
besar yang menguasai beraneka bidang keilmuan, seperti matematika, astronomi,
musik, geometri, kedokteran dan politik, disamping nama-nama besar yang muncul
setelahnya, sebut saja Ar-Razi, Ibn Sina (370-428 H), Al-Farabi (359-438 H) dan
yang lainnya.
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat islam,
maka akan di uraikan terlebih dahulu yang akan dibahas mengenai apa pengetian dari filsafat itu sendiri.
II.
RUMUSAN Masalah
A. Pengertian Filsafat Secara Umum
B. Pengertian Filsafat Islam
C. Objek Filsafat Islam
D. Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Islam
E. Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Ilmu Agama Islam
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Secara Umum
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu: philosophy, adapun
istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia, yang terdiri
atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan sophos (‘hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf. Secara terminologi banyak
yang mengartikan, diantaranya :
1. Plato (427-347 SM)
Filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolut (keduanya sama
dalam pandangannya).
2. Aristoteles (384-332 SM)
Mengatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asas segala terdalam
dalam wujud.
3. Al-Farabi (950 M)
Filsafat adalah ilmu tentang alam yang maujud dan betujuan menyelidiki
hakikatnya yang sebenarnya.
4. Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
Filsafat atau hikmah merupakan pengetahuan “otonom” yang perlu dikaji
oleh manusia karena dia dikaruniai akal.
Dengan demikian, kita harus memperhatikan batasan-batasan
yang tentunya masih banyak yang belum dicantumkan, dapat ditarik benang
merahnya sebagai kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mnggunakan akal
sampai dengan hakikatnya. Sementara hakikat adalah suatu prinsip yang
menyatakan ‘sesuatu’ adalah ‘sesuatu’ itu adanya. Filsafat mempunyai tujuan
untuk membicarakan keber-‘ada’-an. Jadi filsafat membahas lapisan terakhir dari
segala sesuatu atau membahas masalah yang paling mendasar.
B. Pengertian Filsafat Islam
Dahulu umat kita tidak
pernah merasa bangga dengan sesuatu sebagaimana bangganya mereka terhadap
Dienul Islam, Kitabulloh, Sunnah Rosulullloh SAW; dan mereka sama sekali tidak
pernah membahas apa yang dinamakan “filsafat” karena mereka memang tidak
membutuhkannya sama sekali.
Tetapi, setelah semua sebab dan proses berlangsung melalui tangan
orang-orang tertentu, masuklah filsafat dengan semua virus dan racunnya ke
Negeri Islam. Tentu bukan filsafat murni, akan tetapi filsafat yang telah
terkombinasi dengan ilmu-ilmu Islam, kombinasi yang terlampau dipaksakan,
karena mengkombinasikan dua ilmu yang saling berlawanan, nantinya dikenal
sebagai “Filsafat Islam”.
Di bawah ini ada beberapa catatan tentang peran para tokoh di balik masuknya
filsafat ke dalam Islam, yaitu:
1.
Al-Farobi telah mengkombinasikan antara agama dan filsafat, dia sebagai orang
pertama yang datang setelahnya. Ia berusaha memadukan pendapat Plato dan
Aristoteles, padahal dua ajaran itu sangat berjauhan, sampai dia mengarang
kitap dengan judul al-Jam’u bainal Hakimain (Mengkombinasikan Antara Dua
Filosof).
2.
Ikhwan Shafa, mereka adalah sekelompok filosof kebatinan terselubung yang muncul di Bashroh
pada abad keempat hijriyyah. Kemudian mereka membangun suatu madzhab dan mendakwakan
bahwa syari'at telah dikotori dengan kebodohan dan telah bercampur dengan
kesesatan, tidak mungkin dibersihkan kecuali dengan filsafat, (karena jika
sejalan antara filsafat Yunani dan syari'at Arab maka terciptalah kesempurnaan
); dan menurut pandangan mereka, dengan syari'at Muhammad SAW saja tidaklah
cukup.
3.
Pada abad kelima muncul
di pentas Islam Abu Hamid al-Ghozali, seorang yang telah menghabiskan
waktu dan tenaganya dalam upaya mengkombinasi antara agama dan filsafat secara
umum, antara manthiq dan ilmu-ilmu Islam secara khusus. Ia memiliki semangat
dalam usaha ini, sulit ditemukan pada yang lainnya.
4.
Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah
berarti bahwa ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun demikian saya
mengutamakan menamakannya filsafat Islam, karena Islam bukan akidah saja,
tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri
dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian,
Filsafat Islam mencakup seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam,
apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun
orang-orang Yahudi (Fuad Al-Ahwani, Hal. 15).
5.
Drs. Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut:
Bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia itu menurunkan akal (wahyu/sunnah)
untuk dia. Dengan akal itu ia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan
manusia itu digerakkan oleh akal, menjadilah ia filsafat Islam.
Wahyu dan Sunnah (terutama
mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum (Drs.
Sidi Gazalba, hal. 31).
6.
Prof. Mu'in, menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat
Arab, berarti mengeluarkan orang Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan
orang India. Oleh karena itu memilih dengan Filsafat Islam.
7.
Berbeda dengan As-Sahrawardi Ar-Razi, beliau lebih suka memilih pendapat yang menamakannya
Filsafat di dunia Islam, adapun Mauric de Wild, Emik Brehier dan Lutfi As Sayid
menyebutkan dengan Filsafat Arab.
Sebenarnya
perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab bagaimanapun juga hidup dan suburnya pemikiran filsafat
tersebut adalah di bawah naungan Islam dan kebanyakan ditulis dalam bahasa
Arab. Kalau yang dimaksud dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut
adalah hasil orang Arab semata-mata, maka tidak benar. Sebab kenyataan
menunjukkan bahwa Islah telah mempersatukan berbagai-bagai umat, dan kesemuanya
telah ikut serta dalam memberikan sumbangannya dalam filsafat tersebut.
Sebaliknya kalau yang dimaksud dengan filsafat Islam adalah hasil pemikiran
kaum muslimin semata-mata, juga berlawanan dengan sejarah, karena mereka
pertama-tama berguru pada aliran Nestorius dan Yacobias dari golongan Masehi,
Yahudi dan penganut agama Shabi’ah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan
filsafat selalu berhubungan dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada pada
masanya. Pada umumnya pendapat yang menyebutkan Filsafat Arab beralasan bahwa
filsafat itu ditulis dalam bahasa Arab, atau ia diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab dengan menambah unsur-unsur baru dalam bahasa Arab.
C. Ruang lingkup dan objek filsafat ilmu
Obyek filsafat terbagi menjadi dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal filsafat. Yang disebut obyek materi adalah hal atau bahan yang akan diselidiki
(hal yang menjadi sasaran penyelidikan), sedangkan obyek formal adalah sudut pandang (point of view),
dari mana hal atau bahan tersebut dipandang.
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
1.
Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang
pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
a. Hakekat
Tuhan;
b. Hakekat Alam dan
c. Hakekat Manusia .
2.
Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi
filsafat .
Dari pemahaman di atas nampak bahawa Objek
filsafat itu bukan main luasnya”, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia
serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau
akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk
mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal
pikirannya.
Lebih lanjut DR Musa
As’arie menjelaskan bahwa objek dari Filsafat islam adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari
tahapan ontologis, hingga metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi
epistemologis, estetika, dan
etika yang disesuaikan dengan kecendrungan perubahan dan semangat zaman. Kajian
filsafat Islam terhadap objek material dari waktu ke waktu mengkin tidak
berubah, tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus
kajiannya (objek formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta
konteks kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap
perkembangan jaman.
Ruang lingkup filsafat Islam menurut beberapa ahli filsafat di antaranya:
Al Kindi : Di kalangan kaum
muslimin, orang yang pertama-tama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya ialah Al-Kindi. la
membagi filsafat menjadi 3 bagian, yaitu :
1) Ilmu fisika
(Ilmu - Thabiyyat) sebagai tingkatan yang
paling bawah.
2) IImu Matematika
(Al - Ilmur - Riyadhi) sebagai tingkatan tengah-tengah.
3) Ilmu Ketuhanan (Ilmu - Rububiyyah)
sebagai tingkatan yang paling tinggi.
Al Farabi :Menurut Al-Farabi, lapangan filsafat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
1. Filsafat teori, yaitu
mengetahui sesuatu yang ada, dimana seseorang tidak bisa (tidak perlu) mewujudkannya dalam perbuatan.
Bagian ini meliputi :
- Ilmu Matematika.
- Ilmu Metafisika.
- Ilmu Fisika.
2. Filsafat amalan, yaitu
mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dalam perbuatan dan yang menimbulkan kekuatan untuk mengerjakan
bagian-bagian yang baik. Bagian ini meliputi :
Ilmu Akhlak ; yaitu amalan yang berhubungan dengan perbuatan
perbuatan yang baik
Filsafat Politik: yaitu amalan yang berhubungan dengan perbuatan
perbuatan baik yang seharusnya
dikerjakan oleh penduduk negeri.
Ibnu Sina : Pembagian filsafat menurut Ibnu Sina pada pokoknya
tidak berbeda dengan pembagian-pembagian sebelumnya, yaitu filsafat teori dan
filsafat amalan. Akan tetapi ia menghubungkan kedua bagian tersebut kepada
agama. Dasar-dasar filsafat tersebut terdapat dalam agama atau syari'at Tuhan,
hanya penjelasannya didapatkan oleh kekuatan akal-pikiran manusia.
Pembagian filsafat Ketuhanan menurut Ibnu Sina
ialah :
1)
Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk
rohani yang membawa wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan,
dari sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan
didengar.
2)
Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada
kita bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi
itulah yang akan mengalami siksaan dan kesenangan.
D. Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Islam
Di Indonesia sampai hari ini,
keilmuan Islam yang dikembangakan masih dipengaruhi oleh adanya dikotomi ilmu yang membagi ilmu umum dan ilmu agama,
dengan institusi pendidikan yang berbeda pula, yang satu berada di bawah DEPDIKBUD dan yang satunya berada berada di bawah DEPAG dan celakanya ilmu agamalah yang dianggap ilmu keislaman,
sehingga dalam studi keislaman, yang menjadi fokus adalah kajian-kajian ilmu keagamaaan. Padahal, dalam al-Qur’an, semua ilmu (ilmu pasti,
ilmu alam, ilmu humaniora, filsafat dan ilmu agama)
merupakan satu kesatuan dan hakikatnya adalah penjelmaan dan perpanjangan saja dari ayat-ayat Tuhan sendiri, baik ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis dalam kitab al-Qur’an atau yang tersirat dalam alam semesta. Dalam menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini,
maka diperlukan suatu integrasi (kesatuan/tauhid)
ilum-ilmu untuk medekati dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang disebut sebagai multi disciplineapproach, yang bisanya adalah filsafat.
Dan jika dilihat dari adanya kecendrungan makin kompleknya persoalan yang dihadapi manusia, seperti keterbelakangan dan kemiskinan,
yang mana hal itu tidak mungkin dipecahkan dengan pendekatan tunggal saja.
Maka mau tidak mau, berkerja sama berbagai ilmu itu mutlak diperlukan melalui berbagai kerja sama ilmuan yang pada hakekatnya sangat dimungkinkan lahirnya integrasi ilmu,
baik dalam sistem maupun dalam metodologinya, tanpa menampikan dan membatalkan adanya spesialisasi ilmu. Apalagi jika dilihat pada dataran metrafisikanya, karena dalam pandangan tauhid, pada hakekatnya ilmu-ilmu itu,
merupakan penjelmaan dialegtis dari ayat-ayat tuhan sendiri.
Selanjutnya dalam kajian keilmuan
Islam, maka posisi filsafat Islam adalah landasan adanya integrasi berbagai
disiplin dan pendekatan yang makin beragam, karena dalam bangunan epistemologi
Islam mau tidak mau, filsafat Islam dengan metode rasional transendental dapat
menjadi sumbernya. Contoh: Fiqih pada hakekatnya adalah pemahaman yang pada
dasarnya adalah filsafat, yang kemudoan di kembangkan dalam usul Fiqh. Tampa
filsafat fiqih akan kehilangan semangat untuk perobahan sehingganya fiqih dapat
menjadi baku bahkan pintu ijtihad akan tertutup.
Jika ada petentangan antara fiqh dan filsafat, seperti yang pernah
terjadi dalam sejarah pemikiran Islam, maka hal itu
lebih disebabkan karena terjadinya kesalah pahaman dalam memahami risalah
kenabian. Jadi filsaft bukanlah anak haram Islam, tetapi filsafat adalah anak kandung
yang sah dari risalah kenabian. Filsafat Islam adalah basis studi keilmuan
Islam, yang mengintegrasikan dan mengikatkannya, agar tidak terlepas dari
cita-cita Islam. Filsafat Islam sebagai hikmah yang hadir, untuk pencerahan
intelektual Islam, untuk keselamatan dan kedamaian hidup dunia dan akhirat, dan
untuk peneguhan hati manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba tuhan.
F. Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Ilmu Agama Islam
Ada beberapa
pandangan berbeda-beda
mengenai
filsafat Islam, yaitu:
Yang pertama adalah
pandangan revisionis
yang melihat filsafat Islam sebagai hasil kegiatan intelektual yang wujud
sejak kurun pertama Islam. Perbincangan seputar masalah
kemahakuasaan dan keadilan
Tuhan dihadapkan
dengan kemerdekaan dan
tanggungjawab manusia merupakan cikal bakal tumbuhnya filsafat Islam yang
ketika itu masih disebut kalam. Munculnya kelompok-kelompok Khawarij, Syi‘ah dan
Mu‘tazilah yang
melontarkan argumen-argumen rasional untuk menopang pendapat masing-masing,
selain merujuk ayat-ayat al-Qur’an, berperan besar dalam mendorong
perkembangan
pemikiran filsafat Islam.
Yang
kedua menyatakan bahwa
filsafat Islam adalah kelanjutan dari filsafat
Yunani kuno: ‘It is Greek philosophy in Arabic garb’, kata
Renan, De Boer, Gutas dan sebagainya.
Yang ketiga mengatakan bahwa filsafat Islam muncul sebagai reaksi terhadap doktrin-doktrin agama lain yang telah berkembang pada waktu itu. Menurut pendukung
pandangan ini, kaum Muslim banyak mengambil dari dan terpengaruh oleh tradis
Yahudi-Kristen. Pandangan ini diwakili oleh Maimonides:
“Ketahuilah
olehmu bahwa semua yang dilontarkan oleh orang Islam-Mu‘tazilah maupun Asy‘ariyah
mengenai masalah-masalah (teologi) ini adalah pandangan-pandangan yang didasari pada
sejumlah proposisi,
yakni proposisi-proposisi yang
diambil dari buku-buku orang
Yunani dan Syria yang
berusaha menyanggah pendapat-pendapat para filosof dan berusaha
mematahkan
pernyataan-pernyataan mereka.”
Tidak hanya
topik-topiknya, bahkan teknik pembahasan dan argumentasinya pun konon ‘dipungut’
dari seni retorika dan dialektika Yunani, yang kemudian diwarisi dan dilestarikan oleh para tokoh-tokoh gereja
seperti
Justin Martyr, John
Philoponus, John Damascenus.
Dikatakan
bahwa istilah
‘kalam’ adalah terjemah dari ‘dialexis’, ‘dialektos’ dan ‘dialektika’
dalam bahasa
Yunani kuno.
Mungkin masih banyak yang bertanya-tanya apa pentingnya kita mempelajari filsafat Islam. Menurut
Narold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta,
maknanya dan nilainya. Filsafat adalah kreatif, menerapkan nilai, menerapkan
tujuan, menentukan arah, dan menentukan pada jalan baru. Filsafat tidak ada
artinya apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam
semangatnya. Mempelajari filsafat Islam sekurang-kurangnya ada lima manfaat, yaitu:
1. agar terlatih berpikir serius;
2. agar mampu memahami filsafat secara menyeluruh;
3. agar menjadi filsuf walaupun dalam bidang tertentu;
4. agar sungguh-sungguh dalam belajar mendalami suatu ilmu;
5. agar menjadi warga negara yang baik, patuh, dan produktif.
Secara konkret manfaat mempelajari filsafat adalah
sebagai berikut :
1. Dapat menolong, mendidik, membangun diri sendiri untuk berpikir
lebih mendalam dan menyadari bahwa ia adalah makhluk Tuhan.
2. Dapat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari.
3. Dapat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme, dan
akusentrisme.
4. Dapat melatih untuk berpikir cemerlang sehingga tidak hanya
ikut-ikut saja, membuntut pada pandangan umum.
5. Dapat memberi dasar-dasar hidup dalam etika dan ilmu-ilmu
pengetahuan seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu pendidikan, dan ilmu-ilmu
lainnya yang bermanfaat untuk kehidupan.
IV. KESIMPULAN
Filsafat Islam bukanlah filsafat
Aristotelian yang tertulis dalam bahasa Arab ataupun filsafat Platonisme. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari upaya ahli kalam dari kelompok Mu'tazilah maupun
Asyâ’irah untuk menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang rasional, bahwa akal
merupakan unsur penting dalam agama ini, sehingga mereka membungkus filsafat
dalam baju keagamaan, dan dari situ mereka memahami agama Islam dengan corak
filosofis. Akan tetapi selanjutnya keinginan para filosof Islam untuk
memperlihatkan agama Islam dalam suatu gambaran rasional menyebabkan mereka
menafsirkan sebagian persoalan ke-islam-an yang bersifat ideologis (akidah)
dengan teori-teori filsafat, hal ini oleh sebagian umat islam dipanng menyalahi
cara berpikir dan akidah agama Islam, maka mulailah mereka mewaspadai dan
mengkritik para filosof Islam tersebut.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat, saya sadar bahwa
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu kritik dan saran yang mendukung sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini. Semoga apa yang penulis sampaikan dapat bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syar’i, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007
Juhaya S Praja, Filsafat
dan Metodologi Ilmu dalam Islam, Bandung: Teraju, 2002
Naro
Armen Halim, Filsafat Islami Konspirasi Keji, Ibnumajjah.Wordpress.com,
2010.
Tafsir Ahmad, Filsafat
Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2006. Cet II
Solomon Robert C. &
Higgins Kathleen M., A Short History of philosopy (Sejarah Filsafat), Yogyakarta
: Yayasan Bentang Budaya, 2002. Cet I
0 Response to "Ilmu Agama Islam dalam Perspektif Filsafat Ilmu"
Post a Comment