QIRO’AT
Monday, July 29, 2013
Add Comment
PENDAHULUAN
Qiro’at adalah
bentuk jamak dari kata qiro’at yang
menurut bahasa berarti bacaan. Secara istilah, al-zarqoni mengemukakan definisi
qiro’at sebafgai berikut:
Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama qiro’qt
dimaksud menyangkut bacaan ayat – ayat. Cara membaca al-qur’an berbeda dari
satu imam dengan imam qiro’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam
suatu mazdhab qiro’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas dan ijtihad.
Ketiga, perbedaan antara qiro’at – qiro’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf
– huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.
PEMBAHASAN
I.
PENGERTIAN QIRO’AT
Qiro’at adalah
bentuk jamak dari kata qiro’at yang
menurut bahasa berarti bacaan. Secara istilah, al-zarqoni mengemukakan definisi
qiro’at sebagai berikut:
ﻤﺬﻫﺐﻴﺬﻫﺐﺍﻠﻴﻪﺍﻤﺎﻡﻤﻥﺍﻤﺔﺍﻠﻘﺮﺍﺀﻤﺨﺎﻠﻐﺎﺑﻪﻏﻴﺮﻩﻒﺍﻠﻨﻄﻖﺒﺎﻠﻘﺮﺍﻦﺍﻠﻜﺮﻴﻢﻤﻌﺍﺘﻐﺎﻖﺍﻟﺮﻮﺍﻴﺎﺖ
ﻮﺍﻟﻄﺮﻖﻋﻨﻪﺴﻮﺍءاﻜﺎﻨﺖﻫﺬﻩاﻠﻤﺨﺎﻠﻐﺔﻑﻨﻄﻖاﻠﺨﺮﻮﻑاﻢﻑﻨﻄﻖﻫﻴءﺎﺘﻬﺎ۞
“suatu mazdhab yang di anut oleh seorang imam qoro’at
yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-qur’an al-karim semua sepakat
riwayat-riwayat dan jalur – jalur dari padanya, baik perbedaan ini dalam
pengucapan huruf-huruf maupun pengucapan keadaan – keadaannya”.
Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama qiro’qt
dimaksud menyangkut bacaan ayat – ayat. Cara membaca alqur’an berbeda dari satu
iman dengan iman qiro’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu
mazdhab qiro’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas dan ijtihad.
Ketiga, perbedaan antara qiro’at – qiro’at bisa terjadi dalam pengucapan huruf
– huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.
Disamping itu, al-jazri membuat definisi sebagai berikut:
اﻠﻘﺮاءﺖﻋﻠﻢﺒﻜﻴﻔﻴﺎﺖاﺬاءﻜﻠﻤﺎﺖاﻠﻘﺮاﻦﻭاﺨﺗﻼﻔﻬﺎﺒﻌﺯﻭاﻠﻨﺎﻘﻠﺔ۞
Artinya :
“ Qiro’at adalah pengetahuan tentang cara – car
melafalkan kalimat – kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya
kepada penukilnya”.
Menurut dia, Al – Muqri’
adalah seorang yang mengetahui qiro’at – qiro’at dan meriwayatkannya kepada
orang lain secara lisan. Sekiranya dia hafal kitab Al- Taisir ( kitab qiro’at ) misalnya, ia belum dapat meriwayatkan ( yuqri’i) isinya selama orang
menerimanya dari gurunya secara lisan tidak menyampaikan kepadanya secara lisan
pula dengan periwayatan yang bersambung – sambung ( musalsal). Sebab, dalam
masalah qiro’at banyak hal yang tidak dapat ditetapkan kecuali melalui
pendengaran dan penyampaian secara lisan. Al- Qori’ Al-Mubtadi’ ( qori’ pemula )
adalah orang yang mulai melakukan personifikasi Qiro’at hingga dia dapat mempersonifikasikan tiga qiro’at. Al –
Muntahi’ ( qori’ tingkat akhir )
ialah orang yang mentransfer kebanyakan qiro’at – qiro’at yang paling masyhur.
Selanjutny perlu diketahui bahwa Al –Qur’an yang tercetak
belum dapat dijadikan pegangan dalam masalah qiro’at. Suatu kenyataan bahwa
banyak mushaf yang dicetak di belahan dunia islam sebelah timur berbeda dengan
yang dicetak di afrika utara misalnya karena qiro’at yang umum diikuti kedua
wilayah ini berbeda. Bahkan mushaf – mushaf yang ditulis atas perintah kholifah
Ustman itu tidak bertitik dan tidak berbaris. Karena itu mushaf – mushaf dapat
dibaca dengan berbagai qiro’at sebagaimana yang akan dipaparkan pada pembahasan
selanjutnya.
Rosul SAW. Bersabda :
ﺍﻦﻫﺬاﻠﻘﺮاﻦﺍﻨﺰﻞﻋﻠﻰﺴﺒﻌﺔﺍﺨﺮﻒﻔﺎﻘﺮﺀﻮﺍﻤﺎﺘﻴﺴﺮﻤﻨﻪ ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻮﻤﺴﻠﻢ
٭ ٭
Artinya :
“
sesungguhnya, Al – Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf ( cara bacaan), maka
bacalah ( menurut) makna yang engkau anggap mudah”.
( H.R. Bukhori
dan Muslim )
Meluasnya wilayah islam dan menyebarnya para sahabat dan
yang tabi’in yang mengajarkan Al–Qur’an di berbagai kota menyebabkan timbulnya berbagai macam
qiro’at. Perbedaan antara satu qiro’at – qiro’at ini dan sebagiannya menjadi
masyhur sehinggga lahirlah istilah”qiro’at tujuh, “qiro’at sepuluh, “dan
qiro’at empat belas”.
“Qiro’at tujuh “ adalah qiro’at yang dibangsakan kepada
tujuh orang imam qiro’at yang masyhur, yaitu :
1)
Nafi’ Al – Madani wafat 169 H
2)
Ibnu Katsir Al –Makki wafat 120 H
3)
Abu Amr bin Al – Ala ”
4)
Ibnu Amir Al –Dimisyiqi wafat 118 H
5)
Ashim bin Abi Al –Nujud AQl – Kufi
wafat 127 H
6)
Hamzah bin Habib Al – Zayyat wafat 156
H dan
7)
Al – Qisa’I wafat 189 H
“ Qiro’at sepuluh adalah
yang tujuh ini ditambah dengan :
1)
Abu ja’far wafat 130 H
2)
Ya’qub Al – Hadhrami wafat 205 h
3)
Kholaf bin Hisyam Al – Bazzar wafat
299 H
Sedangkan
“qiro’at yang empat belas” adalah qiro’at yang sepuluh ditambah dengan :
1)
Ibnu Muhaisin wafat 123 H
2)
Al – Yazidi wafat 202 H
3)
Al – Hasan Al –Bashri wafat 110 H dan
4)
Al – Amsy wafat 148 H
II.
SYARAT- SYARAT QIRO’AT YANG MUKTABAR DAN JENISNYA
Untuk menangkal penyelewengan qiro’at
yang sudah mulai muncul, para ulama’ membuat persyaratan–persyaratan bagi
qiro’at yang dapat diterim,a. untuk membedakan antara qiro’at yang benar dan qiro’at
yang aneh ( syazzah ), para ulama’
membuat tiga syarat bagi qiro’at yang benar. Pertama, qiro’at itu sesuai dengan
salah satu mushaf–mushaf Ustman sekalipun secara potensial. Ketiga, bahwa sahih
sanadnya, baik diriwayatkan dari imam qiro’at yang diterima. Sebaliknya,
qiro’at yang kurang salah satu dari tiga syarat ini disebut sebagai qiro’at
yang lemah atau aneh atau batal, baik qiro’at tersebut diriwayatkan imam
qiro’at yang tujuh mauipun dari imam yang lebih besar dari mereka. Inilah
pendapat yang benar menurut imam – imam yang meneliti dari kalangan shalaf dan
khalaf. Demikian ditegskan oleh dani, Makki, Al – Mahdi, dan Abu Syamsah.
Bahkan, menurut As – suyuti, pendapat ini menjadi madzhab shalaf yang tidak
diketahuio seorangpun dari mereka menyalahinya.
As-Suyuti mengutip Al–Jazari yang mengelompokkan qiro’at
berdasarkan sanad kepada enam macam.
- mutawatir, yaitu qiro’at yang
diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang banyak dari sejumlah periwayat
yang banyak pula sehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta dalam tiap
angkatan sampai kepada Rosul.
- masyhur, yaitu qiro’at yang
sanadnya sahih. Akan tetapi, jumlah periwayatnya tidak sampai sebanyak
periwayat mutawatir.
- ahad, yaitu yang sanadnya
sahih. Akan tetapi qiro’at ini menyalahi tulisan mushaf Ustmani atau
kaidah bahasa arab atau tidak masyhur seperti kemasyhuran tersebut diata.
- syas,
yaitu qiro’at yang sanadnya tidak sahih, seperti qiro’at dijadikan
pegangan dalam bacaan dan bukan termasuk al–qur’an.
- maudu’ yaitu qiro’at yang
dibangsakan kepada seseorang tanpa dasar, seperti qiro’at yang dihimpun
oleh Muhammad bin ja’far al-khuza’I kepada abu hanifah
- mudraj, yaitu qiro’at yang
didalamnya terdapat kata atau kalimat tambahan yang biasanya dijadikan
penafsiran bagi ayat al–qur’an
III.
PENGARUH QIRO’AT TERHADAP ISTINBATH HUKUM
Perbedaaan antara satu qiro’at dan
qiro’at lsinya bisa terjadi pada perbedaan huruf, bentuk kata, sususnan kalimat
I’rob, penambahan dan pengurangan kata. Perbedaan–perbedaan ini sudah barang
tentu membawa sedikit atau banyak, perbedaaan kepada makna yang selanjutny
berpengaruh kepada hukum yang diistinbath dari padanya. Qiro’at pertama dengan
sukun ta dan dhommah ha menunjukkan
larangan menggauli perempuan itu ketika haid. Ini berarti bahwa ia boleh
dicampur setelah terputusnya haid sekalipun sebelum mandi. Inilah pendapat abu
hanifah. Sedangkan qiro’at kedua dengan tasydid ( suara ganda ) ta
dan ha
menunjukkan adanya perbuatan manusia dalam usaha menjadikan dirinya bersih.
Perbuatan itu adalah mandi sehingga dasarkan antara qiro’at hamzah dan al
qisa’I jumhur ulama menafsirkan bacaan yang tidak bertasydid dengan makna
bacaan yang bertasydid istinbath hukum menurut mazdhab hanafi dan maliki semata–mata
bersentuh antara laki–laki dan perempuan tidak membatalkan wudlu.
IV.
KESIMPULAN
Uraian diatas menunjukkan besarnya
pengaruh qiro’at dalam proses penetapan hukum. Sebagian qiro’at bisa berfungsi
sebagai penjelasan kepada ayat yang mujmal ( bersifat global ) menurut qiro’at
yang lain, atau penafsiran dan penjelasdan kepada maknanya. Bahkan tidak
jarang, perbedan qiro’at menimbulkan perbedaan penetapan hukum dikalangan
ulama. Sehubungan dengan yang terakhir ini musthofa sa’id al-khin menyebutkan
delapan faktor terpenting yang menyebabkan timbulnya perbedaan qiro’at pada
urutan pertama. Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang
berbagai qiro’at sangat perlu bagi seorang yang hendak mengistinbath hukum dari
ayat–ayat al-qur’an pada khususnya dan menafsirkannya pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd.al-Ghaffar,Al-Sayyid
Ahmad, Qodhaya fi ulum Al-Qur’an Tu’in
ala fahmih, Dar Al-Ma’rifah Al-Jami’iah
Iskandariah,1990.
Al-Namir, Abd. Al-Mukmin,Ulum L-Qur’an Al-Karim, dari Al-Kutub
Al-Mishri, Kairo,193.
Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ulum Al-Qur’an, Sar Al-Ilm, Li
Al-Malayin,
Beirut, 1997.
Al-Zarkasyi, Muhammad Ibn
Abdillah, Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an,
Isa Al-Babi Al-Halabi wa
Syirkah, Kairo, 1972.
0 Response to "QIRO’AT"
Post a Comment