Tauhid sebagai filsafat kehidupan
Wednesday, March 12, 2014
Add Comment
1.
Peran tauhid dalam kehidupan sosial
a.
Ketauhidan (yang murni)
Prinsip ajaran ke Tuhanan dalam Islam adalah terletak pada
ketauhidan (peng-Esaan Tuhan yang mutlak).
Tauhid berarti mengikuti dengan sesungguhnya bahwa Allah itu Esa
dalam Dza, sifat, dan perbuatan-Nya dan kepada siapa kita beribadah. Tuhan yang
mempunyai sifat yang Esa, itulah yang dibawa dan diajarkan oleh para Rasul dan
Nabi sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an dengan nyata
mengakui kesatuan kenabian karena iman kepada Nabi dan Rasul adalah bagian dari
akidah Islam.[1]
Formulasi tauhid ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an Surat
al-Iklhlas: 1-4
ö@è% uqèd ª!$# î‰ymr& ÇÊÈ ª!$# ߉yJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ô‰s9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7‰ymr& ÇÍÈ
“Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
b.
Bidang sosial
Pada asalnya, manusia adalah bertauhid. Dan bertauhid merupakan
fitrah yang dikaruniakan Allah untuk manusia. Allah berfirman,
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah.”
Potensi manusia yang membedakan derajatnya (akal) adalah alat untuk
melaksanakan fungsi kekhalifahannya. Tetapi tanpa tujuan hidup, prestasinya
akan jatuh, sekedar untuk berkembang, makan, minum, tidur dan berkembang biak.
Tujuan hidup (supaya mereka beribadah kepada Allah) dengan
bimbingan Rasul-Nya untuk melaksanakan kepetuhan akan kehendak penciptanya
untuk mendapatkan keridlaan-Nya.
Isalam adalah agama wahyu. Seluruh ajaran yang dibawanya merupakan
wahyu dari Tuhan. Muhammad sebagai Nabi merupakan pribadi yang menerima wahyu
dan sebagai Rasul beliau hanyalah penyampai belaka.[2]
Sementara filsafat adalah hasil dari kreasi manusia melalui pemikiran rasional
dengan bantuan logika.[3]
Ajaran Islam dibidang sosial ini termasuk yang paling menonjol,
karena seluruh bidang ajaran Islam pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan
manusia. Namun khusus bidang sosial ini Islam menjunjung tinggi
tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan
derajat), tenggang rasa dan kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam
pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna
kulit, bahasa, jenis kelamin dan lain sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas
dan ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh ketakwaanya yang ditunjukkan
oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia.
Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata
agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada ibadah. Islam
ternyata banyak memperhatikan aspek sosial daripada aspek kehidupan ritual. Hal
demikian dapat kita lihat misalnya bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan
urusan yang penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan (diqhasar atau dijama’ dan bukan ditinggalkan).
Dalam hadist Rasulullah saw mengingatkan imam supaya memperpendak
salatnya, bila ditengah jama’ah ada yang sakit, orang sakit, orang lemah, orang
tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah saw Siti Aisyah
mengisahkan: Rasulullah saw salat dirumah, dan pintu terkunci, lalu aku datang
(dalam riwayat lain aku meminta dibukakan pintu), maka Rasulullah saw berjalan
membukakan pintu kemudia n kembali ke
tempat salatnya. Hadis ini diriwayatkan oleh lima orang perawi , kwcuali Ibn
Majah.
Selanjutnya Islam
menilai bahwa ibadah yang dilakukan secara berjama’ah atau bersama-bersama
dengan orang lain nilainya lebih tinggi daripada salat yang dilakukan secara
perorangan, dengan perbandingan 27 derajat.[4]
0 Response to "Tauhid sebagai filsafat kehidupan"
Post a Comment