MASA PRA AKSARA DI INDONESIA
Thursday, October 16, 2014
Add Comment
A. Pengertian Masa Pra Aksara
Masa pra aksara
atau biasa disebut masa prasejarah adalah masa kehidupan manusia sebelum
mengenal tulisan. Manusia yang diperkirakan hidup pada masa pra aksara adalah
manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat mengetahui sejarah serta
kebudayaan manusia melalui tulisan. Satu-satunya sumber untuk mengetahui
kehidupan manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan mereka yang
berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang
hidup dan berkembang pada masa itu.
Zaman pra aksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak manusia
belum mengenal tulisan hingga manusia mulai mengenal dan menggunakan tulisan.
Zaman manusia mengenal dan menggunakan tulisan disebut zaman aksara atau zaman
sejarah.
Zaman pra aksara di Indonesia berlangsung sampai abad ke-3
Masehi. Jadi, pada abad ke-4 Masehi, manusia Indonesia baru mulai mengenal
tulisan. Hal ini dapat diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara
Kaman, Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka tahun,
tetapi bahasa dan bentuk huruf yang digunakan menunjukkan bahwa prasasti
tersebut dibuat kurang lebih tahun 400 Masehi.
B. Perkembangan Kehidupan Masyarakat Pada Zaman Pra
Aksara
Tabir perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara Indonesia,
dapat diketahui dalam pembabakan zaman pra aksara berdasarkan arkeologi dan
ciri kehidupan masyarakat.
1. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan arkeologi
Zaman pra aksara berdasarkan penggalian arkeologi, dapat dibagi menjadi
dua zaman sebagai berikut.
a. Zaman batu
Zaman batu menunjuk pada suatu periode di mana alat-alat kehidupan manusia terbuat dari
batu, meskipun ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari kayu dan tulang.
Tetapi, pada zaman ini secara dominan alat-alat yang digunakan terbuat dari
batu.
Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut, maka zaman batu
dibedakan lagi menjadi tiga periode sebagai berikut.
1) Zaman batu tua (Palaeolithikum)
Zaman batu tua merupakan suatu masa di mana hasil buatan alat-alat
dari batunya masih kasar dan belum diasah sehingga bentuknya masih sederhana.
Misalnya, kapak genggam. Hasil kebudayaan Palaeolithikum banyak ditemukan di
daerah Pacitan dan Ngandong Jawa Timur.
2) Zaman batu madya (Mesolithikum)
Zaman batu madya merupakan masa peralihan di mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih baik dan
lebih halus dari zaman batu tua. Misalnya, pebble/kapak Sumatera.
3) Zaman batu muda (Neolithikum)
Zaman batu muda merupakan suatu masa di mana alat-alat kehidupan
manusia dibuat dari batu yang sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna dari
zaman sebelumnya. Misalnya, kapak persegi dan kapak lonjong.
b. Zaman logam
Dengan dimulainya zaman logam, bukan berarti berakhirnya zaman
batu, karena pada zaman logampun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan
sampai sekarang. Sesungguhnya, nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa
pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan digunakan secara
dominan.
Perkembangan zaman logam di Indonesia Berbeda dengan yang ada di
Eropa, Karena zaman logam di Eropa Mengalami tiga pembagian zaman, yaitu zaman
tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia Khususnya dan Asia
Tenggara umumnya tidak mengalami Zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu
dan besi secara bersamaan. Dan hasil temuan yang lebih dominan adalah alat-alat
dari perunggu sehingga zaman logam disebut juga dengan zaman perungggu.
2. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan ciri kehidupan mayarakat
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kehidupan masyarakat,
dibagi dalam empat babak, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, masa bercocok
tanam, dan masa perundagian.
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada upaya
mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang penuh tantangan, dengan
kemampuannya yang masih sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah berburu dan mengumpulkan
makanan, dengan peralatan dari batu, kayu, dan tulang. Kehidupan manusia masih
sangat tergantung pada alam lingkungan sekitarnya.
1) Keadaan lingkungan
Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Benua
Asia dan Benua Australia. Ada pengaruh iklim dan pengaruh penyebaran hewan,
manusia, dan kebudayaan, sebagai akibat pernah bergabungnya Indonesia dengan
kedua benua tersebut. Tepi pantai, sungai, danau, atau tempat-tempat yang banyak
air dan bahan makanan merupakan tempat tinggal manusia purba. Mereka Mendapatkan
makanan secara langsung dari alam, tanpa melalui proses, baik dalam mengumpulkan
sampai pada cara makan.
2) Keberadaan manusia
Penelitian
khusus tentang fosil manusia purba (Palaeoanthropologi) di Indonesia, dibagi
dalam tiga tahapan, yaitu tahun 1889-1909, tahun 1931-1941, dan tahun
1952-sekarang.
a)
Penelitian tahap I pada tahun 1889-1909 dilakukan oleh Dr. Eugene Dubois, yang
menduga bahwa manusia purba hidupnya pasti di daerah tropis. Dubois menemukan fosil
sepotong tulang kobi yang bisa menandakan bahwa pemiliknya berjalan tegak, di
Trinil dekat Ngawi. Fosil Tersebut adalah Pithecanthropus Erectus. Pada masa
ini, ditemukan pula fosil manusia Wajak di daerahKediri Jawa Timur, dan
penemuan manusia purba di Kedungtrubus. Seluruh temuan Dubois tentang manusia
purba di Indonesia adalah fosil-fosil tengkorak, ruas leher, rahang, gigi,
tulang paha, dan tulang kering.
b)
Penelitian tahap II antara 1931-1941 dilakukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan
Von Koeningswald. Mereka menemukan tengkorak dan tulang kering Pithecanthropus
Soloensis di Ngandong Kabupaten Blora. Juga tahun 1936 Tjokrohandojo menemukan fosil
tengkorak anak-anak di utara Mojokerto. Antara tahun 1936-1941, Von
Koeningswald menemukan fosil-fosil rahang, gigi, dan tengkorak di Sangiran
Surakarta.
c) Penelitian tahap III, sebagian besar penemuan di Sangiran,
yang menemukan bagian-bagian tubuh Pithecanthropus yang belum pernah ditemukan sebelumnya,
seperti tulang muka dan dasar tengkorak.
Ada beberapa jenis manusia purba di Indonesia, yaitu sebagai
berikut.
a) Meganthropus
Meganthropus Palaeojavanicus adalah manusia paling primitif yang
pernah ditemukan di Indonesia oleh Von Koeningswald Tahun 1936 Dan 1941 Di formasi
Pucangan, Sangiran. Fosil Yang ditemukan tersebut berupa rahang manusia purba yang
berukuran besar. Dari Hasil penelitian disimpulkan bahwa jenis manusia tersebut
bertubuh sangat besar. Fragmen rahang bawah lain ditemukan Oleh Marks pada
tahun 1952 di lapisan terbawah Formasi Kabuh.
b) Pithecanthropus Erectus
Fosil Pithecanthropus adalah fosil manusia yang paling banyak
ditemukan di Indonesia, yaitu di Mojokerto, Kedungtrubus, Trinil, Sangiran,
Sambungmacan, dan Ngandong. Bentuk tubuh Pithecanthropus tidak setegap
Meganthropus. Tingginya kira-kira 165-180 cm. Fosil Pithecanthropus Erectus saat
saling dihubungkan membentuk sebuah kerangka yang mirip kera. Maka Pithecanthropus
Erectus Berarti manusia kera yang berjalan tegak.
c) Homo
Homo Sapiens Wajak I ditemukan dekat Campurdarat Tulungagung
Jawa Timur oleh Van Rietschoten tahun 1889, terdiri atas tengkorak, termasuk
fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. Temuan tersebut diselidiki
pertama kali oleh Dubois. Homo Sapiens Wajak II Ditemukan oleh Dubois Tahun 1890
Di tempat yang sama, terdiri atas fragmenfragmen tulang tengkorak, rahang atas dan
rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kering.
3) Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana, hanya mengutamakan segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaannya saja,
namun lama kelamaan ada penyempurnaan bentuk.
Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu teknik
pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih.
Pada perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk. Movius
menggolongkan alat-alat dari batu sebagai perkakas zaman pra aksara, yaitu kapak
perimbas, kapak penetak, pahat genggam, proto kapak genggam, dan kapak genggam.
4) Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga Homo Sapiens dari
Wajak, menggantungkan kehidupannya pada kondisi alam. Daerah sekitar tempat tinggalnya
harus dapat memberikan persediaan makanan dan air yang dapat menjamin
kelangsungan hidupnya.
Mereka hidup berkelompok dengan pembagian tugas, bahwa yang
laki-laki ikut kelompok berburu dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari tumbuhan
dan hewan-hewan kecil. Selain itu, mereka juga bekerjasama dalam rangka
menanggulangi serangan binatang buas maupun adanya bencana alam yang
sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan mereka.
Alat-alat yang dibuat dari batu, kayu, tulang, dan tanduk
terus-menerus mengalami penyempurnaan bentuk, sesuai dengan perkembangan alam
pikiran mereka.
b. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, di
Indonesia sudah ada usaha-usaha untuk bertempat tinggal secara tidak tetap di
gua-gua alam, utamanya di gua-gua payung, yang setiap saat mudah untuk
ditinggalkan, jika dianggap sudah tidak memungkinkan lagi tinggal di tempat
itu.
1) Keadaan lingkungan
Api sudah dikenal sejak sebelumnya, karena sangat bermanfaat
untuk berbagai keperluan hidup, seperti untuk memasak makanan, sebagai
penghangat tubuh, dan untuk menghalau binatang buas pada malam hari.
Terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dengan Asia Tenggara
pada akhir masa glasial keempat, terputus pula jalan hewan yang semula bergerak
leluasa menjadi lebih sempit dan terbatas, dan terpaksa menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru. Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah kacang-kacangan,
mentimun, umbi-umbian dan biji-bijian, seperti juwawut, padi, dan sebagainya.
2) Keberadaan manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada permulaan Kala Holosin,
yaitu Austromelanesoid dan Mongoloid. Mereka berburu kerbau, rusa, gajah, dan
badak, untuk dimakan.
Di bagian barat dan utara ada sekelompok populasi dengan
ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan hanya sedikit campuran Mongoloid.
Sedangkan di Jawa hidup juga kelompok Austromelanesoid yang lebih sedikit lagi
dipengaruhi oleh unsur-unsur Mongoloid. Lebih ke timur lagi, yaitu di Nusa
Tenggara sekarang, terdapat pula Austromelanesoid.
3) Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat pada masa Pos
Plestosin, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi kapak
genggam Sumatera. Persebaran alatnya meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi,
Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua. Alat tulang ditemukan di Tonkin Asia
Tenggara, sedangkan di Jawa ditemukan di Gua Lawa Semanding Tuban, di Gua
Petpuruh utara Prajekan, dan Sodong Marjan di Besuki. Kapak genggam Sumatera
ditemukan di daerah pesisir Sumatera Utara, yaitu di Lhok Seumawe, Binjai, dan
Tamiang.
4) Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, mendiami gua-gua terbuka atau gua-gua payung yang dekat dengan sumber
air atau sungai sebagai sumber makanan, berupa ikan, kerang, siput, dan sebagainya.
Mereka membuat lukisanlukisan di dinding gua, yang menggambarkan kegiatannya,
dan juga kepercayaan masyarakat pada saat itu.
c. Masa bercocok tanam
Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam, memakan waktu
yang sangat panjang, karena tingkat kesulitan yang tinggi. Pada masa ini sudah
mulai ada usaha bertempat tinggal menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas
tempat tinggal-tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok. Mulai Ada
kerjasama dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan adanya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan ketenteraman hidupnya.
1) Manusia
Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam di Indonesia Barat
mendapat pengaruh besar dari ras Mongoloid, sedangkan di Indonesia Timur sampai
sekarang lebih dipengaruhi oleh komponen Austromelanesoid.
Kelompok manusia sudah lebih besar, karena hasil pertanian dan
peternakan sudah dapat member makan sejumlah orang yang lebih besar pula.
Jumlah anak yang banyak sangat menguntungkan, karena mereka dapat menghasilkan
makanan yang lebih banyak pula.
2) Teknologi
Masa bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira bersamaan
dengan berkembangnya kemahiran mengasah alat dari batu dan mulai dikenalnya teknologi
pembuatan gerabah. Alat yang terbuat dari batu dan biasa diasah adalah beliung,
kapak batu, mata anak panah, mata tombak, dan sebagainya. Di antara alat batu yang
paling terkenal adalah beliung persegi.
3) Kehidupan masyarakat
Masyarakat mulai meninggalkan cara-cara berburu dan mengumpulkan
makanan. Mereka sudah menunjukkan tanda-tanda akan menetap di suatu tempat, dengan
kehidupan baru, yaitu mulai bercocok tanam secara sederhana dan mulai memelihara
hewan. Proses Perubahan tata kehidupan yang ditandai dengan perubahan cara
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, terjadi secara perlahan-lahan, namun pasti.
Demikian pula dengan tempat tinggal, dari yang masih sangat sederhana
berbentuk bulat dengan atap dan dinding dari rumbai, perlahan-lahan berubah sedikit
demi sedikit kepada bentuk yang lebih maju dengan daya tamping yang lebih banyak,
untuk menampung keluarga mereka. Gotong-royong merupakan suatu kewajiban yang
memang diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga orang banyak,
seperti mendirikan rumah dan membersihkan saluran air untuk bercocok tanam. Masyarakat
merasa bahwa tanah merupakan kunci dari kehidupan. Oleh karena itu, mereka meningkatkan
manfaat kegunaan tanah, termasuk penguasaan terhadap binatang-binatang peliharaan.
Yang Jelas mereka sudah tidak lagi tergantung pada alam. Mereka sudah
mengadakan perubahan-perubahan,
dengan menganggap sebagai pemilik atas unsur-unsur yang mengelilinginya.
4) Pemujaan roh nenek
moyang
Pemujaan roh leluhur maupun kepercayaan terhadap adanya kekuatan
gaib menjadi adat kebiasaan masyarakat saat itu. Kebiasaan semacam itu lazim disebut
animisme dan dinamisme. Sudah mulai ada kepercayaan tentang hidup sesudah mati, bahwa roh
seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal. Upacara pemakaman dilakukan
sedemikian rupa agar roh yang meninggal tidak salah jalan menuju nenek moyang
mereka.
Tradisi mendirikan bangunan megalitik (batu besar) muncul berdasarkan
kepercayaan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati. Terutama Karena
adanya pengaruh yang kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan
masyarakat dan kesuburan tanaman.
d. Masa perundagian
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah berusaha bertempat tinggal menetap dengan mengatur kehidupan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, yaitu menghasilkan bahan makanan sendiri, baik
di bidang pertanian maupun peternakan. Pada masa perundagian, semuanya mengalami
kemajuan dan penyempurnaan. Pada masa ini mulai ditemukan bijih-bijih logam
sehingga berbagai peralatan mulai dibuat dari logam.
Pada perkembangan berikutnya, perlu dibedakan golongan yang terampil
dalam melakukan jenis usaha tertentu, misalnya terampil dalam membuat rumah
kayu, pembuatan gerabah, pembuatan benda-benda dari logam, perhiasan, dan lain
sebagainya.
1) Penduduk
Manusia yang bertempat tinggal di Indonesia pada masa ini dapat
diketahui dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, antara
lain di Anyer Utara Jawa Barat, Puger Jawa Timur, Gilimanuk Bali, dan Melolo
Sumba Timur. Pada masa perundagian ini perkampungan sudah lebih besar, karena
adanya hamparan pertanian, dan mereka kemudian mulai mengadakan aktivitas
perdagangan.
2) Teknologi
Pada masa perundagian ini, teknologi berkembang sangat pesat,
sebagai akibat adanya penggolonganpenggolongan dalam masyarakat. Dengan beban pekerjaan
tertentu, banyak jenis pekerjaan yang mempunyai disiplin tersendiri sehingga semakin
beraneka ragam perkembangan teknologi yang terjadi pada masa itu. Termasuk Perkembangan
perdagangan dan pelayaran.
Teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan,
nampaknya menyangkut dan melibatkan berbagai bidang yang lain. Saat itu juga sedang
berkembang teknologi peleburan, pencampuran, penempaan, dan pencetakan berbagai
jenis logam yang dibutuhkan oleh manusia.
Di Indonesia, Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, penggunaan logam
sudah dimulai beberapa abad sebelum masehi, yaitu penggunaan perunggu dan besi.
Secara berangsur-angsur dan bertahap, penggunaan kapak batu diganti dengan
logam. Namun logam tidak mudah menggeser peranan gerabah yang masih tetap
bertahan karena memang tidak semuanya dapat digantikan dengan logam.
3) Kehidupan sosial budaya
Seni ukir dan seni hias yang diterapkan pada bendabenda Megalitik
mengalami kemajuan yang pesat. Sedangkan yang sangat menonjol pada masa
perundagian ini adalah kepercayaan kepada arwah nenek moyang, karena dipercaya sangat
besar pengaruhnya terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Oleh
karena itu, arwah nenek moyang harus diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-upacara.
Kehidupan dalam masyarakat Masa perundagian adalah hidup yang penuh rasa setia kawan.
Perasaan solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang sebagai warisan dari
nenek moyang.
0 Response to "MASA PRA AKSARA DI INDONESIA"
Post a Comment