HAID, NIFAS dan JUNUB
Wednesday, March 12, 2014
Add Comment
HAID, NIFAS dan JUNUB
I.
PENDAHULUAN
Segala sesuatu
yang diciptakan oleh Allah SWT tentu mempunyai maksud dan tujuan. Dan tujuan
penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dengan segala
kandungannya. Hal ini telah dinyatakan Allah dalam beberapa ayat, diantaranya:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 ÇÎÏÈ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S.
Ad –Dzaariyaat/51: 56).
Dalam melakukan
ibadah seperti shalat, tentunya kita harus mengetahui apa saja yang menyebabkan
shalat tersebut sah atau tidak sah. Salah satunya yaitu suci dari hadats dan
najis. Suci bisa dilihat dari tempat, pakaian dan badannya. Apabila dalam
keadaan belum suci maka sebelum melakukan shalat harus disucikan terlebih
dahulu. Tata cara bersuci berbeda-beda tergantung tempat, pakaian, dan badan
itu terkena najis atau hadats. Untuk itu kita harus mengetahui itu najis apa
atau hadats apa dan bagaimana cara mensucikannya.
Dalam
pembahasan kali ini, kita akan mengetahui beberapa hal yang dapat menyebabkan
seseorang tidak boleh menjalankan ibadah karena badannya belum suci. Seperti contoh
orang tersebut dalam keadaan junub dan khusus untuk perempuan dalam keadaan
haid ataupun nifas. Untuk mengetahui apa itu junub, haid dan nifas beserta
kapan dan saat bagaimana orang dikatakan junub, haid dan nifas akan dijelaskan
dalam pembahasan makalah ini.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian junub, haid dan
nifas?
B.
Kapan waktu haid dan nifas?
C.
Apa saja larangan bagi orang yang
sedang junub, haid dan nifas?
D.
Masalah yang sering terjadi dalam
haid, nifas dan junub
E.
Beberapa masalah furu’iyah terkait dengan hadas besar atau kecil
III. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haid, Nifas dan Junub
1. Pengertian Junub
Junub dalam pengertian ini adalah junub dalam pengertian umum, baik
yang disebabkan oleh karena sperma dari jalan yang alami ataupun tidak alami,
atau dengan memasukkan hasyafah (ujung
penis) atau daerah sekitarnya “bagi orang yang kemaluannya putus” ke dalam
farji[1].
Allah SWT berfirman.
“Apabila
kalian junub, maka sucikanlah,” (Q.S.
Al-Maidah/05: 5).[2]
2. Pengertian Haid
Ada
beberapa pengertian mengenai haid, yaitu:
a.
Haid menurut bahasa
Haid menurut bahasa merupakan bentuk masdhar dari hadha-haidh.
Hadhat al-mar’ah haidhan, mahadhan, dan mahidhan berarti “ia haid”. Kata al-haidhah
menunjukkan bilangan satu kali haid. Sedangkan al-hidhah adalah kata
nama, bentuk jamaknya al-hiyadh juga berarti kain yang dipakai untuk
menutupi seorang wanita. Demikian juga al-mahidhah, bentuk jamaknya al-maha’idh.
b.
Haid secara syara’
Kalangan ahli fiqih mendifinisikan haid secara beragam dengan
bahasa yang berbeda, namun maknanya satu, yaitu haid adalah darah yang
dikeluarkan oleh rahim seorang wanita setelah ia sampai pada waktu tertentu.
c.
Haid menurut ilmu alam
Secara alamiah, haid merupakan sisa-sisa tubuh dan makanan yang
tidak bisa diserap lagi. Oleh karena itu, baunya menyengat, warnanya
menjijikkan dan berbeda dengan darah biasa.[3]
d.
Haid menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Haid artinya datang bulan atau mendapatkan kain kotor, menstruasi.[4]
Haid merupakan suatu hal yang sangat unik dalam organ tubuh
perempuan. Haid dapat menimbulkan berbagai macam persoalan yang perempuan
sendiri tidak dapat memahami arti haid yang sebenarnya, baik dari segi hukum
islam maupun dari segi kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa haid merupakan suatu
kegiatan rutin yang terjadi pada perempuan yang sehat setiap bulan setelah
mencapai usia dewasa. Namun sebaliknya, apabila haid datang terlambat, maka
akan menjadi persoalan, baik bagi perempuan yang bersuami maupun yang tidak
bersuami, yaitu kemungkinan adanya penyakit atau sebagai pertanda kehamilan.
Dari definisi diatas maka dapat diketahui bahwa haid adalah nama
untuk darah khusus, yaitu darah yang keluar dari rahim yang tidak diikuti
kelahiran, memiliki waktu tertentu dan dalam tempo yang sudah diketahui. Dan
jika di luar itu maka namannya istihadhah[5].
3. Pengertian Nifas
Nifas menurut bahasa artinya wanita melahirkan dan bukan darah itu
sendiri. Oleh karena itu, orang Arab mengatakan darah nifas dan sesuatu tidak
disandarkan pada dirinya sendiri dan dibaca nun
berbaris kasrah (nifas). Adapun bentuk jamak dari kata tersebut juga nifas.
Sedangkan dari segi syariat, para fuqoha sepakat bahwa nifas adalah
nama untuk darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan.
Hakikat nifas adalah ketika rahim sibuk dengan sang janin maka
darah haid terbagi menjadi tiga bagian. Pertama,
yng paling jernih dan baik adalah yang menjadi nutrisi bagi daging sang janin,
karena anggota tubuh berkembang dari air mani, sedangkan daging dari darah
haid. Kedua, darah yang kualitasnya
dibawah yang pertama adalah darah yang menjadi susu dan nutrisi bagi si bayi
setelah melahirkan, dan yang ketiga,
yang paling buruk kualitasnya yaitu darah yang keluar setelah bersalin. Oleh
karena itu, darah nifas juga bagian dari darah haid.[6]
B.
Waktu Haid dan Nifas
1.
Waktu Haid
a. Waktu Keluar Haid
Para ulama sepakat bahwa umur minimal seorang perempuan haid adalah
sembilan tahun qamariyah. Jika ia melihat darah sebelum umur ini, ia dianggap
darah rusak karena peremuan yang masih kecil tidak haid, Firman Allah SWT, “Dan
wanita-wanita yang belum haid” (Q.S. Ath-Thalaaq/65:4) dan yang menjadi
alat ukur adalah keberadaan wanita yang seperti itu dan di sini tidak ada
wanita yang haid di bawah umur itu.[7]
b. Tempo Haid
Mayoritas ulama mengatakan bahwa haid memiliki batas waktu,
sedangkan imam malik mengatakan tidak ada batas waktu, baik maksimal atau
minimalnya.
c. Batas Maksimal dan Minimal Waktu Haid
Pendapat yang masyhur di kalangan
ulama Hanafiyah mengatakan bahwa tempo minimal adalah tiga hari tiga
malam. Sedangkan menurut Abu Yusuf, dua hari dan paling lama tiga hari. Hasan
meriwayatkan dari Abu Hanifah, tiga hari dua malam. Batas maksimal sepuluh hari
beserta malamnya, tanpa ada perbedaan dalam madzhab.
Ulama Syafi’iyah berkata: “Tempo
minimal satu hari satu malam, dan paling banyak lima belas hari dan sudah
disepakati. Akan tetapi, biasanya enam atau tujuh hari berdasarkan kesepakatan
ulama.”
Menurut ulama Malikiyah, tempo minimal tidak ada batas, satu kali
keluar dianggap haid. Sedangkan untuk tempo maksimal haid adalah lima belas
hari.
Menurut pendapat yang masyhur dalam ulama Hanabilah dan ulama
syafi’iyah, tempo minimal haid adalah sehari semalam, dan paling lama adalah
lima belas hari. Diriwayatkan dari Ahmad bahwa minimal satu hari dan maksimal
tujuh belas hari, namun biasanya enam atau tujuh hari sesuai dengan sabda
Rasulullah saw kepada Hamnah, “Jalanilah masa haid kamu menurut ilmu Allah
selama enam atau tujuh hari, lalu mandi dan sholatlah selama dua puluh empat
atau dua puluh tiga hari.”[8]
2.
Waktu Nifas
Ada
banyak pendapat mengenai batas waktu nifas, diantaranya adalah:[9]
a.
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa batas minimal nifas tidak ada
batasan, tanpa ada perbedaan pendapat, bahkan jika ia melahirkan dan nifas
ketika sedang shalat maka shalat tersebut tidak wajib baginya karena nifas
adalah darah dari rahim, dan dalil telah menunjukkan bahwa setiap darah yang
keluar dari rahim setelah melahirkan, walaupun sedikit, tetap darah nifas,
tanda kelahiran.
b.
Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa waktu minimal nifas adalah
sesaat, artinya tidak ada batasan. Jika darah masih tetap ada walaupun sedikit,
hukumnya tetap nifas dan tidak ada yang lebih sedikit lagi dari sekedarsatu
tetesan.
c.
Ulama Malikiyah mengatakan bahwa tempo minimal nifas tidak ada,
sama seperti haid.
d.
Begitu juga ulama Hanabilah yang mengatakan bahwa waktu minimal
nifas tidak ada.
Jadi sudah jelas bahwa waktu nifas menurut para fuqoha’ tidak memiliki waktu minimal.
Adapun mengenai waktu maksimalnya, mayoritas ahli ilmu dari
kalangan sahabat berpendapat maksimal empat puluh hari. Ini adalah pendapat
Umar, Ibnu Abbas, Ishaq, ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah, dan Zaidiyah.
Sedangkan ulama Malikiyah dan ulama Syafi’iyah berpendapat maksimal enam puluh
hari.
Ada lagi yang berpendapat, hendaknya ia berpatokan pada kebiasaan
wanita lain dan jika lebih dari itu, maka itu darah istihadhah. Imam Malik berpendapat bahwa tempo maksimal adalah enam
puluh hari, lalu beliau menarik kembali pendapatnya dan menyarankan agar ia
bertanya kepada wanita lain yang sudah berpengalaman, lalu setelah itu ia
berdiam didi di rumah. Sebagian ulama ada yang membedakan antara melahirkan
anak laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki tiga puluh hari dan perempuan
empat puluh hari.
C.
Larangan Bagi Orang yang Sedang
Haid, Nifas dan Junub
1.
Larangan
Bagi Wanita yang Sedang Haid dan Nifas
Semua perkara
yang haram dikerjakan karena junub, juga haram dikerjakan oleh orang yang haid
atau nifas. Hal tersebut ditambah beberapa perkara lain. Jadi semua yang haram
dilakukan bagi wanita yang sedang haid atau nifas adalah:[10]
1)
Diharamkan sholat, baik sholat fardhu maupun sholat sunah, termasuk
sujud tilawah dan sujud syukur.
2)
Diharamkan puasa, baik fardhu maupun sunah.
Hadis Nabi saw berkaitan dengan larangan shalat dan puasa bagi
perempuan yang haid:
حدّ
ثنا عبد بن حمىدٍ اخبرنا عبد اللرّزّاقِ اخبرنا معمرُ عنْ عَا صمٍ عَنْ مُعا ذَةّ
قا لت سأ لتُ عائشةَ فقلْتُ ما بالُ الْحائضِ تقْضِي الصّوم ولاَ تقْضِي الصّلاةَ
فقالتْ أحرُورِيّةُ أَنْتِ قلتُ لستُ بِحَرُورِيّةٍ وَلَكِنَّي أسأ لُ قا لتْ
كاَنَ يُصِيبناَ ذلكَ فَنُؤْ مرُ بقضاءِ الصّومِ ولا نؤْ مرُ بِقضاءِ الصّلاةِ .
“Mengatakan kepada kami ‘Abd ibn Humaid, mengkhabarkan kepada kami
Abdur Razzaq, mengkhabarkan kepada kami Ma’mar dari ‘Ashim dari Mu’azah
berkata, “ Aku berkata kepada Aisyah, mengapa perempuan haid diperintahkan
mengkadha’ (mengganti) puasa dan tidak diperintahkan mengkadha’ (mengganti)
sholat?” Jawab Aisyah,”Apakah engkau orang Haruriyah” (Haruriyah adalah nisbah
kepada harurah, satu kampung yang terletak kurang lebih dua mil jauhnya dari
Kufah, tempat yang keluar dari golongan Ali bin Abi Thalib. Aisyah berkata
demikian dalam hadis karena orang-orang Haruri berpendapat, wajib bagi
perempuan yang haid untuk mengkadha’ (mengganti) sholat). Jawab, “ Aku bukan
Haruriyah, tetapi aku hanya bertanya”. Aisyah berkata,”dahulu pada zaman Nabi,
kami juga haid , maka kami diperintahkan mengkadha’ puasa dan tidak diperintahkan
mengkadha’ (mengganti) shalat (H.R
Muslim).
3)
Diharamkan membaca Al-Qur’an, kecuali sebagai dalil.
4)
Diharamkan menyentuh, membawa dan menulis Al-Qur’an.
Firman Allah yang menjelaskan larangan yang berkaitan dengan
diharamkannya membawa, membaca dan menyentuh Al-Qur’an sebagai berikut:
لاَّ
يمسّهُ أِلاَّ الْمطَهَّرُونَ (٧٩)
Tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan (Q.S Al-Waaqi’ah/56:79)
Sabda Rasulullah saw.
عن ابنِ
عُمَرَ عن النّبيِّ صلّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَتَقْرَأْ الحَائضُ
ولاَ الْجنبُ شَيْئاً من القران .
Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda: “Dilarang bagi orang yang junub dan haid untuk membaca Al-Qur’an” (H.R.
Al-Tirmidzi).
5)
Diharamkan masuk ke masjid, dikhawatirkan darah haid akan menetes
ke lantai masjid.
6)
Diharamkan tawaf, baik fardhu maupun sunah.
7)
Diharamkan bersetubuh.
štRqè=t«ó¡o„ur Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# (
ö@è% uqèd “]Œr& (#qä9Í”tIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# ’Îû ÇÙŠÅsyJø9$# (
Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ (
#sŒÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]ø‹ym ãNä.ttBr& ª!$# 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tûüÎ/º§qG9$# =Ïtä†ur šúïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri[11]
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci[12].
apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. Al-Baqarah/2: 222).
8)
Diharamkan istimta’ (mencari kenikmatan antara suami istri)
antara pusar dan lutut.
9)
Diharamkan talak (melakukan perceraian)
$pkš‰r'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# #sŒÎ) ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# £`èdqà)Ïk=sÜsù ÆÍkÌE£‰ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£‰Ïèø9$# ÇÊÈ
“Hai nabi, apabila
kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)[13]
dan hitunglah waktu iddah itu............. (Q.S. At-Thalaaq/65: 1).
10)
Diharamkan bersuci dengan niat menghilangkan hadats.[14]
2.
Larangan Bagi Orang Junub
a. Shalat
Sesuai
dengan sabda Rasulallah saw “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci”
(H.R Muslim).
b. Thawaf
Sesuai
dengan sabda Rasulallah saw “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat
hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (H.R at-Tirmidzi,
al-Hakim, ad-Dar Quthni).
c. Menyentuh Al-Qur’an, karena ia adalah kitab
suci, maka tidak boleh disentuh atau dibawa kecuali dalam keadaan suci.
žw ÿ¼çm¡yJtƒ žwÎ) tbrã£gsÜßJø9$# ÇÐÒÈ
“tidak menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan” (Q.S. al- Waaqi’ah/56: 79).
d. Membawa dan membaca Al-Qur’an
عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنٍ
ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ
تَقْرَءِالْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَىْيئًا مِنَ الْقُرْانِ (واخرجه الترمذى(
“Dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi saw.
berkata: “Wanita yang haid dan yang junub itu janganlah membaca sedikitpun
dari Alqur’an”. (H.R. Tirmidzi).
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ مِنَ الْخَلَاءْ فَيُقْرِ ئُنَا الْقُرْانَ وَيَأْكُلُو مَعَنَا اللَّهْمَ وَلَمْ يَكُنْ يُحْجِبُهُ اَوْ قَالَ يُحْجِزُهُ عَنِ الْفُرْانِ شَىْئٌ لَيْسَ الْجِنَابَةُ (واخرجه ابو داد والترمذى(
“Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah keluar dari WC, lalu beliau mengajar kami Alqur’an dan makan daging bersama kami, dan tidak ada yang menghalangi beliau membaca Alqur’an selain junub”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
e. Duduk di Masjid
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3“t»s3ß™ 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? Ÿwur $·7ãYã_ žwÎ) “ÌÎ/$tã @@‹Î6y™ 4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub,
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (Q.S. An Nisaa’/4: 43).[15]
D.
Masalah yang sering terjadi dalam
haid, nifas dan junub
1. Hal-hal terkait dengan haid
a.
Tempo minimal masa suci
b.
Bersih dari darah pada hari-hari haid
c.
Hukum jika darah keluar lagi setelah berhenti
d.
Tanda-tanda bersih dari haid
e.
Waku keluar haid
f.
Hukum cairan keruh dan cairan kuning setelah atau sebelum suci
2.
Masalah-masalah terkait nifas
a.
Jika wanita nifas bersih sebelum empat puluh hari (40 hari)
b.
Jika wanita nifas melihat darah lebih dari empat puluh hari (+ 40
hari)
c.
Darah yang keluar dari wanita hamil
d.
Menghitung tempo nifas dari kelahiran anak kembar
e.
Hukum keguguran
f.
Hukum suci yang menyelangi tempo nifas
g.
Hukum bercak kuning dan merah pada waktu nifas
h.
Perbedaan antara nifas dan haid
3.
Hal-hal yang diharamkan karena junub
a.
Hukum orang junub yang lewat di masjid
b.
Menyentuh mushaf bagi orang junub
c.
Membaca al-Qur’an bagi orang junub
E.
Beberapa masalah Furu’iyah terkait dengan hadas besar atau
kecil
a.
Orang yang junub dan haid boleh melihat atau membaca Alquran dengan
hati tanpa gerakan lisan.
b.
Kaum muslimin sepakat boleh bagi seseorang yang berhadas kecil
untuk membaca Alquran, diriwayatkan bahwasanya Rasulullah membaca Alquran
ketika berhadas kecil.
c.
Dimakruhkan bagi seseorang yang berhadas untuk membaca Alquran di
kamar mandi karena ia adalah tempat najis dan Alquran harus disucikan dari hal
itu.
d.
Tidak dimakruhkan membaca Alquran sambil berjalan, selama tidak
dibaca secara tartil.
e.
Ketika ia sedang membaca Alquran, kemudian merasakan ada angin
keluar maka ia harus berhenti.
f.
Kaum muslimin telah sepakat boleh bertasbih, tahlil, dan dzikir
bagi seseorang yang junub.
g.
Dianjurkan berwudhu bagi seseorang yang junub jika ia hendak makan,
tidur, menjawab salam, dan berdzikir kepada Allah, dan tidak wajib. Wajib berwudhu
bagi orang junub jika ia hendak mengulangi jimak sesuai dengan sabda Rasulullah
saw yang artinya:
“jika
salah seorang dari kalian mendatangi istrinya kemudian ingin mengulanginya hendaklah
ia berwudhu di antara keduanya”.
(H.R. Muslim).
h.
Boleh bagi orang yang junub mengerjakan puasa dan tidak untuk
shalat dikarenakan bersuci adalah syarat bolehnya shalat dan tidak untuk puasa.
Puasa dan shalat menjadi wajib dan harus di-qadha’ jika ditinggalkan
karena junub tidak menghalangi seseorang dari kewajian puasa, boleh dikerjakan
walaupun sedang junub dan tidak menghalangi dari kewajiban shalat walaupun
tidak boleh dikerjakan pada saat sedang junub, karena ia bisa menghilangkan
hadas tersebut dengan cara mandi sebelum ia berwudhu.
IV. KESIMPULAN
Dari
semua penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
A.
Pengertian Junub, Haid dan Nifas
1. Junub dalam pengertian ini adalah keluarnya
sperma dari jalan yang alami ataupun tidak alami, atau dengan memasukkan hasyafah (ujung penis) atau daerah
sekitarnya “bagi orang yang kemaluannya putus” ke dalam farji.
2.
Haid adalah nama untuk darah khusus, yaitu darah yang keluar dari
rahim yang tidak diikuti kelahiran, memiliki waktu tertentu dan dalam tempo
yang sudah diketahui. Dan jika di luar itu maka namannya istihadhah.
3.
Nifas adalah nama untuk darah yang keluar dari rahim wanita setelah
melahirkan.
B.
Waktu Haid dan Nifas
1.
Waktu haid: Para ulama sepakat bahwa umur minimal seorang perempuan
haid adalah sembilan tahun qamariyah. Mengenai batas waktu minimal dan
maksimalnya para ulama berbeda-beda pendapat. Akan tetapi, pada umumnya adalah
satu hari satu malam untuk batas waktu minimal dan lima belas hari untuk batas
waktu maksimalnya.
2.
Waktu nifas: para fuqoha
sepakat bahwa nifas tidak memiliki batas waktu minimal. Untuk batas waktu
maksimalnya, mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat berpendapat maksimal
empat puluh hari. Ada lagi yang berpendapat, hendaknya ia berpatokan pada
kebiasaan wanita lain dan jika lebih dari itu, maka itu darah istihadhah.
C.
Larangan Bagi Orang yang Sedang Junub, Haid dan Nifas
1.
Larangan bagi orang yang junub
a.
Shalat
b.
Thawaf
c.
Menyentuh Al-Qur’an
d.
Membawa dan membaca Al-Qur’an
e.
Duduk di Masjid
2.
Larangan bagi wanita yang sedang haid dan nifas
a.
Diharamkan sholat, baik sholat fardhu maupun sholat sunah, termasuk
sujud tilawah dan sujud syukur.
b.
Dihaaramkan puasa, baik fardhu maupun sunah.
c.
Diharamkan membaca Al-Qur’an, kecuali sebagai dalil.
d.
Diharamkan menyentuh, membawa dan menulis Al-Qur’an.
e.
Diharamkan masuk ke masjid, dikhawatirkan darah haid akan menetes
ke lantai masjid.
f.
Diharamkan tawaf, baik fardhu maupun sunah.
g.
Diharamkan bersetubuh.
h.
Diharamkan istinta’ (mencari kenikmatan antara suami istri)
antara pusar dan lutut.
i.
Diharamkan talak (melakukan perceraian)
j.
Diharamkan bersuci dengan niat menghilangkan hadats.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami nantikan sebagai referensi pembuatan makalah
selanjutnya agar dapat lebih baik.
[1] Walau tanpa syahwat
seperti kemaluan hewan, mayat.
[2] Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta Timur:
Almahira, 2010), hlm. 163-164.
[3] Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 195-198.
[4]Huzaemah Tahido Yanggo,
M.A., Fikih Perempuan Kontemporer,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 20.
[5] Istihadhah adalah darah
penyakit yang keluar dari otot bawah rahim perempuan, yang bernama al-‘adzil,
baik keluar setelah darah haid maupun tidak.
[6]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 262-263.
[7]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 220.
[8]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 204-207.
[9]Su’ad Ibrahim Shalih, Fiqih Ibadah Wanita, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 263-264.
[10]Huzaemah Tahido Yanggo,
M.A., Fikih Perempuan Kontemporer,
(Bandung: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 21.
[11] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[12] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
[13] Maksudnya: isteri-isteri
itu hendaklah ditalak diwaktu Suci sebelum dicampuri.
[14]Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta Timur:
Penerbit Almahira, 2010), hlm.199.
[15] Hasan Husen
Assegaf, Fiqh Islam, (Surabaya: Cahaya Ilmu, 2011), hlm. 28.
0 Response to "HAID, NIFAS dan JUNUB "
Post a Comment