TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN

TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN

I.    PENDAHULUAN
Manusia mempunyai kesadaran, sadar apa yang dilakukan baik masa kini, masa silam maupun masa mendatang. Manusia merupakan totalitas-kesatuan terpadu secara menyeluruh antara roh dan jasad, rohani dan jasmani, jiwa dan raga yang tidak mingkin dipisahkan. Apalagi keduannya terpisah, dengan kata lain roh tidak menyatu lagi dengan jasad yang disebut mati, maka manusia itu tidak disebut sebagai manusia lagi melainkan mayat yang kelamaan membusuk.
Di dalam konsep Islam manusia dituntut untuk mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menghindarkan diri dari mencari ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat. Ukuran manfaat terletak sejauhmana suatu ilmu pengetahuan itu bisa mendekatkan diri kepada Allah dan sejauh mana ia tidak bersifat merusak kehidupan manusia itu sendiri secara luas.
Ilmu pengetahuan merupakan fenomena menarik dalam kehidupan manusia, sebab ilmu pengetahuanlah yang secara prinsip dapat membedakan antara makhluk tingkat rendah dengan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu pengetahuan menjadi furqan, pembeda kualitas antar makhluk, bahkan kualitas antar manusia sendiri. Persoalan aktual dan faktual yang dihadapi adalah ilmu manusia “terhenti” pada pemahaman atas gejala konkret-empirik dan terbatas pada hasil pemahaman indera, naluri dan rasionalitas semata-mata.

II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Apa sebenarnya yang melatar belakangi terjadinya manusia?
B.     Bagaimana pandangan islam tentang manusia?
C.    Bagaimana ilmu pengetahuan bisa terjadi?
D.    Apa sebenarnya landasan dasar ilmu Pengetahuan?

III.   PEMBAHASAN
A.    Tejadinya Manusia
a.      Manusia menurut Antropologi
Hal ini bertumpu pada teori Evolusi, yang menyatakan bahwa jenis hewan dan tumbuhan yang ada sekarang, tidak langsung lahir seperti wujudnya sekarang. Dan manusia, dengan demikian berasal dari bangsa yang lebih rendah, yakni hewan.
Teori ini disponsori pakar biologi Perancis, Lamarch (1744-1829); selanjutnya dikembangkan biologis Inggris. Charles Darwin (1809-1882). Manusia berasal dari hasil evolusi organik, dari jenis yang lebih rendah, bermula dari hewan bersel satu (amuba).
Jenis-jenis yang lahir dari proses evolusi dari bangsa hewan menjadi jenis manusia, dapat disebutkan, antara lain :
Austrocopithecus (kera Australia), makhluk tertua yang bentuknya mirip atau hampir mirip dengan manusia. Temuan fosilnya diperkirakan berumur 500-600 ribu tahun. Pithecantropus Erectus (manusia kera berdiri tegak), fosilnya berumur 400 ribu tahun. Homo Neanderthaelensis (manusi Neanderthal), fosilnya 100 ribu tahun. Homo Sapiens (manusia budiawan), sebagaimana kita tergolong dalam jenis ini, menurut catatan fosilnya (35 ribu tahun yang lalu).

b.      Manusia menurut Al-Qur’an
Paling tidak, al-Qur’an memiliki tiga kata untuk menunjukkan arti manusia:  al-basyar, al-insan, dan al-nasal-basyar merujuk pada manusia sebagai makhluk biologis, misalnya dalam kasus Maryam melahirkan:
“Bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku tidak disentuh al basyar” (QS. Ali Imran : 47),

Ketika wanita-wanita Mesir kagum kepada Yusuf. Mereka berkata :
“...ini bukan basyar, melainkan Malaikat yang mulia” (QS. Yusuf : 31).
Hal ini berbeda dengan ungkapan al-insan, manusia yang bergerak maju ke taraf menjadi (becoming) atau menyemprna, bergerak maju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah menghambat, dan menghentikan proses terus menerus ke arah kesempurnaan ini harus menjadi asa kemanusian, yang terus mengalir sebagaimana ungkapan: inna li llahi wa inna ilaihi raji’un.
Istilah ketiga untuk manusia ialah al-Nas, yaitu konsep yang mengacu pada manusia sebagai kelompok dengan karakteristiknya yang khas. Misalnya, ayat yang menggunakan ungkapan “waminan Nas” (dan di antara sebagian manusia). Ada sebagian manusia yang menyatakan beriman, tetapi sebetulnya tidak. (QS. Al-Baqarah : 8). Ada lagi ungkapan “aktsaran Nas” (kebanyaka manusia). Dapat disimpulkan bahwa kebanyakan manusia itu mempunyai kualitas yang rendah baik dari segi ilmu maupun iman (misalnya, QS. al-A’raf : 187, dan Hud : 17).
Tentang asal-usul manusia al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia diciptakan dari tanah liat (thin).
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekkah): apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?’ Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat (thin)”(al-Shaffat : 11).
Atau berasal dari tanah (turab),
“Sesungguhnya mitsal (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah (turab), kemudian Allah berfiman kepadanya ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. Ali Imran : 59).

Ada  tiga komponen yang mendasar dalam diri manusia, yaitu:
1.      Status manusia
Manusia yang terdiri dari ruh dan jasad, membentuk senyawa dalam mewujudkan proses dan mekanisme hidup. Apabila keduanya mengalami penguraian maka proses dan mekanisme hidup akan berhenti. Peristiwa ini terjadi pada saat manusia menemui kematian, yang tidak dapat dicegah karena sudah menjadi hukum Allah (sunnatullah). Sebagaimana firman Allah,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menhuji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (al-Anbiya : 35).
2.      Fungsi manusia
Dengan fungsi ke khalifahan, mereka dituntut kerja aktif dan dinamis dalam membangun dunia, reproduksi, dan pendidikan manusia untuk melanjutkan, melestarikan hasil usahanya yang disebut amal shalih. Sebagai khalifah sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi,,’(QS. Al-Baqarah : 30).
3.      Tujuan dan program hidup
Tujuan hidup (supaya mereka beribadah kepada Allah) yang dirumuskan di atas harus disertai dengan progam terinci sebagaimana yang dimaksudkan Allah SWT. Dengan bimbingan Rasul-Nya tidak melaksanakan kehendak sendiri.[1]
Berbicara mengenai terjadinya manusia, ada empat (4) aliran yang berbicara mengenai manusia, yaitu aliran Serba Zat, Aliran Serba Ruh Aliran Dualisme dan Aliran Eksistensialisme.
Pertama aliran serba zat, mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur dari alam.
Kedua aliran serba ruh, berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ialah “RUH”. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tak dapat disentuh atau dilihat oleh panca indra. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang betapapun kecilnya zat itu.
Ketiga aliran dualisme, mencoba untuk menggabungkan kedua aliran tersebut, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh.

B.     Pandangan Islam tentang Manusia
Islam berpandangan bahwa manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi dua-duanya adalah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Di bawah ini dikutipkan sebuah ayat suci Al-Qur’an dan sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“ Dan sesungguhnya Kami ciptakan manusia dari sari tanah. Kemudian Kami jadikan sari tanah itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari air mani itu Kami jadikan segumpal daging dan dari daging segumpal itu Kami ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu Kami tutup (balut) dengan daging. Sesudah itu Kami jadikan dia makhluk yang baru yakni manusia yang sempurna. Maka Maha berkat (suci Allah) pencipta yang paling baik”. (Al-Qur’an: surat Al-Mukminun: 12-14).
Kemudian Nabi Muhammad SAW., mengulas ayat suci tersebut dengan sbdanya, yang artinya:
“Bahwasanya seseorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibumu selama 40 hari, kemudian merupakan alaqah (segumpal darah) seumpama demikian (selama 40 hari), kemudian merupakan mudgatan (segumpal daging) seumpama demikian (selama 40 hari). Kemudian Allah mengutus seorang Malaikat, maka diperintahkan kepadanya (malaikat) empat perkataan dan dikatakan kepada malaikat engkau tuliskanlah amalannya, dan rezekinya dan ajalnya, dan celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkanlah kepada makhluk itu ruh,,,” (H.R. Bukhari).
Dari Al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, jelaslah bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan fisik manusia, tidak ada bedanya dengan dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada hewan. Semuanya berproses menurut hukum-hukum alam yang material. [2]

C.    Terjadinya Ilmu Pengetahuan
a.      Sejarah Perkembangan Ilmu pengetahuan
Berawal dari abad ke 6 SM yang ditandai dengan runtuhnya mite dan dongeng yang selama ini dipercaya. Manusia mencari penjelasan tentang kejadian alam semesta melalui mite, ada dua bentuk mite yang berkembang, yakni Mite Kosmogenis yang mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan Mite Kosmologia yang mencari asal-usul serta sifat kejadian alam semesta. Tokoh-tokoh dan pandangannya pada zaman Yunani kuno antara lain:
Thales (624-548 SM) yang berasal dari Miletos merupakan filsuf pertama tentang alam semesta. Ia berpendapat bahwa asa pertama yang menjadi asal mula segala sesuatu adalah air. Kenyataan menunjukkan bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam: cair, beku dan uap. Menurut dia bumi terletak di atas air. Alam semesta yang menurut Thales itu berjiwa. Pandangan ini erat kaitannya dengan pandangan bahwa magnit mempunyai jiwa karena mampu menggerakkan besi.pandangan ini dikenal dengan nama hylezoisme.
Anaximander of Militus (611-547) yang berpendapat bahwa asa pertama atau arche adalah “yang tidak terbatas” atau to apeiron. Sifat-sifat asas pertama ini adalah bersifat illahi, abadi dan meliputi segala-galanya. Dari to apiron dipisahkan unsur-unsur yang saling bertentangan, dingin dari panas, basah dari kering.
Tokoh-tokoh zaman modern yang menonjol pemikirannya antara lain adalah:
Abad ke 19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh filsafat positivisme, terutama di bidang ilmu pengetahuan. Abad positivisme ditandai oleh peranan yang menentukan fikiran-fikiran ilmiah. Tokohnya adalah Isidore Auguste Comte (1798-1857) yang terkenal dengan hukum tiga tahap: pertama manusia hidup dalam fase teologis mulai dari animisme, politeisme dan monoteisme. Kedua, manusia hidup dalam fase metafisik, yang sebenarnya masih sama dengan yang pertama hanya digantikan dengan kekuatan abstrak, pengrtian, konsep abstrak. Ketiga, manusia hidup dalam fase positif yang bermakna real dan ilmiah.
Awal abad ke-20 ditandai dengan berkembangnya aliran pragmatisme, dengan tokohnya William James (1842-1910) seorang pemikir dari Amerika Serikat yang mengatakan bahwa kebenaran bukanlah tujuan melainkan sarana permulaan bagi tercapainya kepuasan hidup. Sedangkan pengetahuan merupakan sarana bagi kepentingan kehidupan, yang ada sebagai kemanfaatan praktis.
Peradaban barat telah menemukan kemajuna ilmu pengetahuan sejak menolak hegemoni gereja pada abad pertengahan, keadaan ini menumbuhkan suatu bayangan kososng di dalam hati manusia bahwa agama merupakan penghambat kemajuan dan mengekang otonomi manusia.[3]

D.    Landasan Dasar Ilmu Pengetahuan
Menurut pendapat dari Archie J Bahm tentang, apa itu ilmu pengetahuan (what is science)? Dia memiliki beberapa poin yang di antaranya:
1.      Adanya masalah (problem)
1)      Masalah yang dihadapkan dengan sikap dan metode ilmiah
2)      Masalah yang dapat dikomunikasikan/didialogkan
3)      Masalah yang terus menerus mencari solusi
4)      Masalah yang Saling berhubungan dengan masalah dan solusi ilmiah lain secara sistematis.
2.      Adanya sikap ilmiah (scientific attitude)
1)      Keingintahuan ilmiah
2)      Spekulatif (yang penuh arti)
3)      Kemauan untuk objektif
4)      Keterbukaan
5)      Kemauan untuk menangguhkan penilaian
6)      Kesementaraan.
3.      Menggunakan metode ilmiah (scientific method)
1)      Esensi ilmu pengetahuan adalah ilmunya
2)      Yang membuat studi itu ilmiah bukanlah sifat dasar dari sesuatu yang diperhatikan, tetapi metode yang dihadapi oleh sesuatu itu
3)      Masing-masing ilmu mempunyai metodenya sendiri
4)      Setiap masalah partikuler memerlukan metode uniknya sendiri
5)      Secara historis, para ilmuwan  dalam bidang yang sama dalam waktu yang berbeda, memakai metode yang sama sekali berbeda
6)      Perkembangan yang cepat dalam banyak ilmu pengetahuan dan teknologi, memerlukan perkembangan berbagai metodologi baru yang cepat.
4.      Adanya aktifitas ilmiah (scientific activity)
1)      Ilmu pengetahuan adalah apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan: penelitian ilmiah baik secara individu maupun kelompok.
5.      Adanya kesimpulan
1)      Kesimpulan adalah ilmu yang diselesaikan, bukan ilmu sebagai prospek atau dalam proses
2)      Kesimpulan adalah pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah.
6.      Adanya pengaruh (effect).
1)      Pengaruh itu terhadap teknologi dan industri
2)      Pengaruh ilmu terhadap masyarakat dan peradaban
3)      Science for the sake of human progress
4)      Globalisasi sebagai bentuk nyata dari pengaruh ilmu pengetahuan.[4]

IV.    KESIMPULAN
Dalam diri manusia, pada hakekatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena dalam proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Allah. Sifat dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi pembawaan yang dalam proses kehidupannya manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah laku dan perbuatan nyata. Disamping itu manusia sebagai khalifah Allah, juga merealisir fungsi ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi kreatif, mengembangkan diri dan memelihara diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup dan kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada kesempurnaan.
Ilmu pengetahuan yang mengenai kebenaran-kebenaran dunia lahiriah memang dapat dicapai dan bertambah melalui penelitian yang dilakukan oleh beberapa generasi umat manusia. Tetapi ilmu pengetahuan yang benar, ilmu yang sejati, harus mempunyai pengaruh langsung terhadap individu manusia karena ini menyangkut identitas dan nasibnya.

V.   PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah saya susun, saya menyadari makalah ini masih tedapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun motivasi sangat saya harapkan, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pemahaman kepada kita sebagai calon guru. Amin





[1]Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang: CV Bima Sejati Semarang), hal.5-16
[2]Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal.71-77
[3]Achmad Charris Zubair, Dimensi Etika dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hal. 83-111
[4] Mahfud Junaedi, Handout Perkuliahan Filsafat Ilmu, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tahun 2012, hal 1-7

0 Response to "TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel