TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN
Wednesday, March 12, 2014
Add Comment
TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU
PENGETAHUAN
I. PENDAHULUAN
Manusia
mempunyai kesadaran, sadar apa yang dilakukan baik masa kini, masa silam maupun
masa mendatang. Manusia merupakan totalitas-kesatuan terpadu secara menyeluruh
antara roh dan jasad, rohani dan jasmani, jiwa dan raga yang tidak mingkin
dipisahkan. Apalagi keduannya terpisah, dengan kata lain roh tidak menyatu lagi
dengan jasad yang disebut mati, maka manusia itu tidak disebut sebagai manusia
lagi melainkan mayat yang kelamaan membusuk.
Di
dalam konsep Islam manusia dituntut untuk mencari ilmu pengetahuan yang
bermanfaat dan menghindarkan diri dari mencari ilmu pengetahuan yang tidak
bermanfaat. Ukuran manfaat terletak sejauhmana suatu ilmu pengetahuan itu bisa
mendekatkan diri kepada Allah dan sejauh mana ia tidak bersifat merusak
kehidupan manusia itu sendiri secara luas.
Ilmu
pengetahuan merupakan fenomena menarik dalam kehidupan manusia, sebab ilmu
pengetahuanlah yang secara prinsip dapat membedakan antara makhluk tingkat
rendah dengan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu pengetahuan menjadi furqan, pembeda
kualitas antar makhluk, bahkan kualitas antar manusia sendiri. Persoalan aktual
dan faktual yang dihadapi adalah ilmu manusia “terhenti” pada pemahaman atas
gejala konkret-empirik dan terbatas pada hasil pemahaman indera, naluri dan
rasionalitas semata-mata.
II. RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
sebenarnya yang melatar belakangi terjadinya manusia?
B. Bagaimana
pandangan islam tentang manusia?
C. Bagaimana
ilmu pengetahuan bisa terjadi?
D. Apa
sebenarnya landasan dasar ilmu Pengetahuan?
III. PEMBAHASAN
A. Tejadinya
Manusia
a. Manusia menurut Antropologi
Hal
ini bertumpu pada teori Evolusi, yang menyatakan bahwa jenis hewan dan tumbuhan
yang ada sekarang, tidak langsung lahir seperti wujudnya sekarang. Dan manusia,
dengan demikian berasal dari bangsa yang lebih rendah, yakni hewan.
Teori
ini disponsori pakar biologi Perancis, Lamarch (1744-1829); selanjutnya
dikembangkan biologis Inggris. Charles Darwin (1809-1882). Manusia berasal dari
hasil evolusi organik, dari jenis yang lebih rendah, bermula dari hewan bersel
satu (amuba).
Jenis-jenis
yang lahir dari proses evolusi dari bangsa hewan menjadi jenis manusia, dapat
disebutkan, antara lain :
Austrocopithecus (kera
Australia), makhluk tertua yang bentuknya mirip atau hampir mirip dengan
manusia. Temuan fosilnya diperkirakan berumur 500-600 ribu tahun. Pithecantropus
Erectus (manusia kera berdiri tegak), fosilnya berumur 400 ribu tahun. Homo Neanderthaelensis
(manusi Neanderthal), fosilnya 100 ribu tahun. Homo Sapiens (manusia
budiawan), sebagaimana kita tergolong dalam jenis ini, menurut catatan fosilnya
(35 ribu tahun yang lalu).
b. Manusia menurut Al-Qur’an
Paling
tidak, al-Qur’an memiliki tiga kata untuk menunjukkan arti manusia: al-basyar,
al-insan, dan al-nas, al-basyar merujuk
pada manusia sebagai makhluk biologis, misalnya dalam kasus Maryam melahirkan:
“Bagaimana mungkin aku
mempunyai anak, padahal aku tidak disentuh al basyar” (QS. Ali
Imran : 47),
Ketika
wanita-wanita Mesir kagum kepada Yusuf. Mereka berkata :
“...ini
bukan basyar, melainkan Malaikat yang mulia” (QS. Yusuf : 31).
Hal
ini berbeda dengan ungkapan al-insan, manusia yang bergerak
maju ke taraf menjadi (becoming) atau menyemprna, bergerak maju, mencari
kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah menghambat, dan menghentikan
proses terus menerus ke arah kesempurnaan ini harus menjadi asa kemanusian,
yang terus mengalir sebagaimana ungkapan: inna li llahi wa inna ilaihi
raji’un.
Istilah
ketiga untuk manusia ialah al-Nas, yaitu konsep yang mengacu pada
manusia sebagai kelompok dengan karakteristiknya yang khas. Misalnya, ayat yang
menggunakan ungkapan “waminan Nas” (dan di antara sebagian
manusia). Ada sebagian manusia yang menyatakan beriman, tetapi sebetulnya
tidak. (QS. Al-Baqarah : 8). Ada lagi ungkapan “aktsaran
Nas” (kebanyaka manusia). Dapat disimpulkan bahwa kebanyakan manusia
itu mempunyai kualitas yang rendah baik dari segi ilmu maupun iman (misalnya, QS.
al-A’raf : 187, dan Hud : 17).
Tentang
asal-usul manusia al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia diciptakan dari tanah
liat (thin).
“Maka tanyakanlah kepada
mereka (musyrik Mekkah): apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa
yang telah Kami ciptakan itu?’ Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari
tanah liat (thin)”. (al-Shaffat : 11).
Atau
berasal dari tanah (turab),
“Sesungguhnya
mitsal (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah (turab), kemudian Allah berfiman kepadanya
‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. Ali Imran :
59).
Ada
tiga komponen yang mendasar dalam diri manusia, yaitu:
1. Status
manusia
Manusia
yang terdiri dari ruh dan jasad, membentuk senyawa dalam mewujudkan proses dan
mekanisme hidup. Apabila keduanya mengalami penguraian maka proses dan
mekanisme hidup akan berhenti. Peristiwa ini terjadi pada saat manusia menemui
kematian, yang tidak dapat dicegah karena sudah menjadi hukum Allah (sunnatullah). Sebagaimana
firman Allah,
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menhuji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (al-Anbiya : 35).
2. Fungsi
manusia
Dengan
fungsi ke khalifahan, mereka dituntut kerja aktif dan dinamis dalam membangun
dunia, reproduksi, dan pendidikan manusia untuk melanjutkan, melestarikan hasil
usahanya yang disebut amal shalih. Sebagai khalifah sebagaimana disebutkan
dalam al-Qur’an :
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi,,’(QS. Al-Baqarah :
30).
3. Tujuan
dan program hidup
Tujuan
hidup (supaya mereka beribadah kepada Allah) yang dirumuskan di atas harus
disertai dengan progam terinci sebagaimana yang dimaksudkan Allah SWT. Dengan
bimbingan Rasul-Nya tidak melaksanakan kehendak sendiri.[1]
Berbicara
mengenai terjadinya manusia, ada empat (4) aliran yang berbicara mengenai
manusia, yaitu aliran Serba Zat, Aliran Serba Ruh Aliran
Dualisme dan Aliran Eksistensialisme.
Pertama
aliran serba zat, mengatakan
bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau
materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah
zat atau materi, dan manusia adalah unsur dari alam.
Kedua aliran serba ruh, berpendapat
bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ialah “RUH”. Ruh
adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tak dapat disentuh atau
dilihat oleh panca indra. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang
betapapun kecilnya zat itu.
Ketiga
aliran dualisme, mencoba untuk menggabungkan kedua aliran
tersebut, aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari
dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh.
B. Pandangan Islam tentang Manusia
Islam
berpandangan bahwa manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan
dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri,
yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan
bahwa kedua substansi dua-duanya adalah substansi alam. Sedang alam adalah
makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Di
bawah ini dikutipkan sebuah ayat suci Al-Qur’an dan sebuah Hadist Nabi Muhammad
SAW yang artinya:
“
Dan sesungguhnya Kami ciptakan manusia dari sari tanah. Kemudian Kami jadikan sari tanah
itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari
air mani itu Kami jadikan segumpal daging dan dari daging segumpal itu Kami
ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu Kami tutup (balut)
dengan daging. Sesudah itu Kami jadikan dia makhluk yang baru yakni manusia
yang sempurna. Maka Maha berkat (suci Allah) pencipta yang paling baik”.
(Al-Qur’an: surat Al-Mukminun: 12-14).
Kemudian
Nabi Muhammad SAW., mengulas ayat suci tersebut dengan sbdanya, yang artinya:
“Bahwasanya
seseorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibumu selama 40 hari,
kemudian merupakan alaqah (segumpal darah) seumpama demikian (selama 40 hari),
kemudian merupakan mudgatan (segumpal daging) seumpama demikian (selama 40
hari). Kemudian Allah mengutus seorang Malaikat, maka diperintahkan kepadanya
(malaikat) empat perkataan dan dikatakan kepada malaikat engkau tuliskanlah
amalannya, dan rezekinya dan ajalnya, dan celaka atau bahagianya. Kemudian
ditiupkanlah kepada makhluk itu ruh,,,” (H.R. Bukhari).
Dari
Al-Qur’an dan Hadis tersebut di atas, jelaslah bahwa proses perkembangan dan
pertumbuhan fisik manusia, tidak ada bedanya dengan dengan proses perkembangan
dan pertumbuhan pada hewan. Semuanya berproses menurut hukum-hukum alam yang
material. [2]
C. Terjadinya Ilmu Pengetahuan
a. Sejarah Perkembangan Ilmu pengetahuan
Berawal
dari abad ke 6 SM yang ditandai dengan runtuhnya mite dan dongeng yang selama
ini dipercaya. Manusia mencari penjelasan tentang kejadian alam semesta melalui
mite, ada dua bentuk mite yang berkembang, yakni Mite Kosmogenis yang mencari
keterangan tentang asal-usul alam semesta dan Mite Kosmologia yang mencari
asal-usul serta sifat kejadian alam semesta. Tokoh-tokoh dan pandangannya pada
zaman Yunani kuno antara lain:
Thales
(624-548 SM) yang berasal dari Miletos merupakan filsuf pertama tentang alam
semesta. Ia berpendapat bahwa asa pertama yang menjadi asal mula segala sesuatu
adalah air. Kenyataan menunjukkan bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang
bermacam-macam: cair, beku dan uap. Menurut dia bumi terletak di atas air. Alam
semesta yang menurut Thales itu berjiwa. Pandangan ini erat kaitannya dengan
pandangan bahwa magnit mempunyai jiwa karena mampu menggerakkan besi.pandangan
ini dikenal dengan nama hylezoisme.
Anaximander
of Militus (611-547) yang berpendapat bahwa asa pertama atau arche adalah “yang
tidak terbatas” atau to apeiron. Sifat-sifat asas pertama ini adalah bersifat
illahi, abadi dan meliputi segala-galanya. Dari to apiron dipisahkan
unsur-unsur yang saling bertentangan, dingin dari panas, basah dari kering.
Tokoh-tokoh
zaman modern yang menonjol pemikirannya antara lain adalah:
Abad
ke 19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh filsafat positivisme,
terutama di bidang ilmu pengetahuan. Abad positivisme ditandai oleh peranan
yang menentukan fikiran-fikiran ilmiah. Tokohnya adalah Isidore Auguste Comte
(1798-1857) yang terkenal dengan hukum tiga tahap: pertama manusia
hidup dalam fase teologis mulai dari animisme, politeisme dan monoteisme. Kedua,
manusia hidup dalam fase metafisik, yang sebenarnya masih sama dengan yang
pertama hanya digantikan dengan kekuatan abstrak, pengrtian, konsep abstrak. Ketiga, manusia
hidup dalam fase positif yang bermakna real dan ilmiah.
Awal
abad ke-20 ditandai dengan berkembangnya aliran pragmatisme, dengan tokohnya
William James (1842-1910) seorang pemikir dari Amerika Serikat yang mengatakan
bahwa kebenaran bukanlah tujuan melainkan sarana permulaan bagi tercapainya
kepuasan hidup. Sedangkan pengetahuan merupakan sarana bagi kepentingan
kehidupan, yang ada sebagai kemanfaatan praktis.
Peradaban
barat telah menemukan kemajuna ilmu pengetahuan sejak menolak hegemoni gereja
pada abad pertengahan, keadaan ini menumbuhkan suatu bayangan kososng di dalam
hati manusia bahwa agama merupakan penghambat kemajuan dan mengekang otonomi
manusia.[3]
D. Landasan Dasar Ilmu Pengetahuan
Menurut
pendapat dari Archie J Bahm tentang, apa itu ilmu pengetahuan (what
is science)? Dia memiliki beberapa poin yang di antaranya:
1. Adanya
masalah (problem)
1) Masalah
yang dihadapkan dengan sikap dan metode ilmiah
2) Masalah
yang dapat dikomunikasikan/didialogkan
3) Masalah
yang terus menerus mencari solusi
4) Masalah
yang Saling berhubungan dengan masalah dan solusi ilmiah lain secara
sistematis.
2. Adanya
sikap ilmiah (scientific attitude)
1) Keingintahuan
ilmiah
2) Spekulatif
(yang penuh arti)
3) Kemauan
untuk objektif
4) Keterbukaan
5) Kemauan
untuk menangguhkan penilaian
6) Kesementaraan.
3. Menggunakan
metode ilmiah (scientific method)
1) Esensi
ilmu pengetahuan adalah ilmunya
2) Yang
membuat studi itu ilmiah bukanlah sifat dasar dari sesuatu yang diperhatikan,
tetapi metode yang dihadapi oleh sesuatu itu
3) Masing-masing
ilmu mempunyai metodenya sendiri
4) Setiap
masalah partikuler memerlukan metode uniknya sendiri
5) Secara
historis, para ilmuwan dalam bidang yang sama dalam waktu yang berbeda,
memakai metode yang sama sekali berbeda
6) Perkembangan
yang cepat dalam banyak ilmu pengetahuan dan teknologi, memerlukan perkembangan
berbagai metodologi baru yang cepat.
4. Adanya
aktifitas ilmiah (scientific activity)
1) Ilmu
pengetahuan adalah apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan: penelitian ilmiah
baik secara individu maupun kelompok.
5. Adanya
kesimpulan
1) Kesimpulan
adalah ilmu yang diselesaikan, bukan ilmu sebagai prospek atau dalam proses
2) Kesimpulan
adalah pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah.
6. Adanya
pengaruh (effect).
1) Pengaruh
itu terhadap teknologi dan industri
2) Pengaruh
ilmu terhadap masyarakat dan peradaban
3) Science
for the sake of human progress
IV. KESIMPULAN
Dalam
diri manusia, pada hakekatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena
dalam proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Allah. Sifat
dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi
pembawaan yang dalam proses kehidupannya manusia merealisir dan menjabarkannya
dalam tingkah laku dan perbuatan nyata. Disamping itu manusia sebagai khalifah
Allah, juga merealisir fungsi ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi
kreatif, mengembangkan diri dan memelihara diri dari kehancuran. Dengan
demikian hidup dan kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada
kesempurnaan.
Ilmu
pengetahuan yang mengenai kebenaran-kebenaran dunia lahiriah memang dapat
dicapai dan bertambah melalui penelitian yang dilakukan oleh beberapa generasi
umat manusia. Tetapi ilmu pengetahuan yang benar, ilmu yang sejati, harus
mempunyai pengaruh langsung terhadap individu manusia karena ini menyangkut
identitas dan nasibnya.
V. PENUTUP
Demikianlah
makalah yang telah saya susun, saya menyadari makalah ini masih tedapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
motivasi sangat saya harapkan, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan pemahaman kepada kita sebagai calon guru. Amin
[1]Prof.
Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Pengantar
Studi Islam, (Semarang: CV Bima Sejati Semarang),
hal.5-16
[3]Achmad
Charris Zubair, Dimensi
Etika dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, (Yogyakarta: LESFI,
2002), hal. 83-111
[4] Mahfud
Junaedi, Handout Perkuliahan
Filsafat Ilmu,
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tahun 2012, hal 1-7
0 Response to "TELA’AH FILOSOFIS TENTANG MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN"
Post a Comment