URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI
Thursday, July 18, 2013
Add Comment
URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.[1]Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, tentunya melalui proses
pendidikan yang didalamnya juga tercakup proses belajar mengajar.
Kita perlu secara aktif merumuskan
kembali masa depan pendidikan kita. Arthur Andersen, pimpinan sebuah grup
konsultan raksasa menilainya secara terus terang, “sistem pendidikan
tradisional telah usang”, jika tujuan kita hanyalah menciptakan sekolah-sekolah
terbaik di dunia, jawabannya sangatlah sederhana, temukan ide-ide terbaik yang
telah teruji dan kaitkan hal itu dengan kebutuhan.[2]
Ide-ide tentang pendidikan perlu kita
pertimbangkan demi merubah pendidikan menjadi ke arah yang lebih baik terutama
dalam proses belajar mengajarnya, Gordon Dryden & Dr. Jeanette Vos
menyebutnya sebagai Revolusi Belajar. Revolusi belajar bukan hanya soal
persekolahan, melainkan soal pembelajaran yaitu menemukan cara belajar, cara
berpikir dan teknik-teknik baru yang dapat diterapkan pada masalah dan
tantangan apapun untuk semua usia.[3] Setidaknya ada dua cara yang dilakukan untuk merubah pendidikan ke
arah yang lebih baik tersebut yaitu Pertama, melakukan studi atau
penelitian untuk melahirkan temuan-temuan dan teori baru bagi praktisi
pendidikan yang produktif. Kedua, melakukan transfer dari dunia lain.
Dalam proses pengajaran, tinggi
rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar
yang dipergunakan guru. Pendidikan tidak akan efektif apabila tidak melakukan
pendekatan ketika menyampaikan suatu materi dalam proses belajar mengajar.
Sehingga pendekatan belajar merupakan segala cara atau strategi yang digunakan
siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi
tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang
direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
belajar tertentu (Lawson, 1991). Faktor pendekatan belajar sangat berpengaruh
terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa.
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan
yang menggabungkan
seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik secara keseluruhan ssehingga
dapat meningkatkan pembelajaran. Pendekatan ini dapat
digunakan dalam pembelajaran apapun tak terkecuali dalam PAI.
B. Rumusan Masalah
Ada dua pokok masalah yang akan
dibahas, yaitu:
1.
Bagaimana
pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, Intelektual)?
2.
Bagaimana
urgensi pendekatan SAVI dalam pembelajaran PAI?
C. Pembahasan
1.
Pendekatan
SAVI (somatis, auditori, visual, intelektual)
a.
Pengertian
Pendekatan SAVI
SAVI merupakan pendekatan
yang mendasarkan pada belajar berdasarkan aktivitas (BBA). BBA berarti bergerak aktif secara fisik
ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh
tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar.[4]
BBA secara jauh lebih
efektif dari pada yang didasarkan pada presentasi, materi dan media. Alasannya
sederhana, cara belajar itu mengajak orang terlibat sepenuhnya. Orang lebih
banyak belajar dari berbagai aktivitas dan pengalaman yang dipilih dengan tepat
dari pada jika mereka belajar dengan duduk di depan penceramah, buku panduan,
televisi ataupun komputer.
Akan tetapi, pembelajaran
tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana
kemari. Dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan
penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran.
Pendekatan SAVI (Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual), merupakan salah satu pendekatan yang ditawarkan
oleh Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook yang telah mengguncangkan dunia pendidikan
dan perkantoran. Pendekatan ini menganjurkan pelibatan kelima indera dan emosi
dalam proses belajar, yang merupakan cara belajar kita secara alami. Belajar
bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu pembelajaran. Misalnya,
orang dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (Visual), tetapi
mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu
ketika presentasi sedang berlangsung (Somatis), membicarakan apa yang mereka
sedang pelajari (Auditori), dan memikirkan cara untuk menerapkan informasi
dalam presentasi tersebut pada pekerjaan mereka (Intelektual).[5]
Pendekatan di atas
merupakan salah satu cara agar proses belajar mudah dan cepat dicerna oleh
siswa. Teknik-teknik belajar semacam ini disebut dengan beragam nama: Belajar
Cepat (Accelerated Learning), Belajar Super (Super Learning), Suggestopedia,
Belajar dengan Seluruh Otak (Whole Brain Learning), dan Belajar Terpadu
(Integrative Learning).[6]
b.
Unsur-Unsur
SAVI
Dave Meier menamakan
pendeekatan belajar di atas dengan belajar SAVI, yang unsur-unsurnya adalah:
1)
Somatis : belajar dengan bergerak dan berbuat.
2)
Auditori : belajar dengan berbicara dan mendengar.
3)
Visual :
belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
4)
Intelektual : belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Keempat cara belajar itu
harus ada agar belajar berlangsung optimal. Unsur-unsur ini semuanya terpadu,
belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara
simultan. Berikut perincian keempat cara belajar:
1)
Belajar
Somatis
Somatis berasal dari
bahasa yunani yang berarti tubuh. Soma, seperti dalam psikosomatis berarti
belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan
menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.[7] Menurut Sumadi Suryabrata, dianjurkan terutama bagi anak-anak yang
masih muda seberapa dapatkah pelajaran hendaklah diragakan.
Untuk itu ciptakanlah
situasi belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk
serta aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Namun tidak semua pembelajaran
memerlukan aktifitas fisik, dengan berganti-ganti menjalankan aktifitas belajar
aktif dan pasif secara fisik, anda dapat membantu pembelajaran setiap
orang.
2)
Belajar
Auditori
Auditori berasal dari
kata audio. Dalam bahasa Inggris berarti hearing or sound (pendengaran
atau suara). Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area
penting di otak kita menjadi aktif. Setelah orang melek huruf, melalui temuan
mesin cetak oleh Guttenberg, setiap orang membaca dengan keras-keras. Bahkan
para guru masih berbicara seolah-olah satu-satunya media untuk menceritakan
satu peristiwa adalah mesin cetak[8].
Pembelajar auditori
belajar dengan suara, dari dialog, dari membaca keras, dari menceritakan kepada
orang lain apa yang baru saja mereka alami, dengar, atau pelajari, dari
berbicara dengan diri sendiri, dari mengingat bunyi dan irama, dari
mendengarkan kaset dan dari mengulang suara dari dalam hati.
Untuk mengembalikan
budaya auditori, dalam merancang pelajaran hendaklah semenarik mungkin. Carilah
cara untuk mengajak pembelajar auditori membicarakan apa yang sedang mereka
pelajari.
3)
Belajar
Visual
Sebagian orang belajar
dengan visual. Visual sangat kuat dalam diri setiap orang. Hal ini dikarenakan
saraf untuk memproses informasi visual lebih banyak dari pada semua indera yang
lain.
Setiap orang, terutama
pembelajar visual, lebih mudah belajar
jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah, sebuah buku,
komputer, melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar,
dan dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
4)
Belajar
Intelektual
Secara umum, intelek
diartikan sebagai potensi atau daya yang ada pada manusia untuk memahami
hubungan atau relasi, untuk membeda-bedakan, membandingkan, menganalisis dan
memecahkan persoalan. Yang dimaksud dengan intelektual disini bukanlah
pendekatan belajar yang tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalistis,
akademis, dan terkotak-kotak. Kata intelektual di sini adalah menunjukkan apa yang dilakukan
pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan
kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri
yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.
Kelebihan pendekatan ini
adalah memungkinkan anak untuk belajar dengan memanfaatkan seluruh indera dan
potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan memanfaatkan indera yang tepat akan
sangat meningkatkan kekuatan belajar. Selain itu memungkinkan anak untuk
belajar sesuai dengan tujuan yang diinginkannya.
Dengan melibatkan seluruh
indra yang dimiliki peserta didik tersebut maka dapat menciptakan suasana
gembira sehingga anak tidak merasa jenuh serta belajar akan lebih cepat. Dan
dengan mengetahui cara belajar yang terbaik bagi diri sendiri maka kita akan
tahu bagaimana cara belajar, membaca mengkaji sesuatu dengan lebih efektif.[9]
c.
Tahap-tahap
pembelajaran SAVI
Dalam pendekatan SAVI guru
harus melalui beberapa tahapan untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang
efektif dan menyenangkan. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1)
Tahap I
(persiapan)
Tujuannya adalah untuk menggugah minat pembelajar, memberi mereka
perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan mereka lalui, dan menempatkan mereka pada suasana belajar yang optimal.
2)
Tahap II
(penyampaian)
Tujuannya membantu pembelajar menemukan
materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan,
multi-indra, dan cocok untuk semua gaya belajar.
3)
Tahap III
(praktek)
Tujuannya
adalah membantu pelajar mengintegrasikan dan memadukan pengetahuan atau
ketrampilan baru dengan berbagai cara.
4)
Tahap IV
(penampilan hasil)
Tujuannya adalah membantu pelajar menerapkan dan
mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga
pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat.
Pendekatan SAVI
mengutamakan adanya keterlibatan penuh pembelajar dalam kegiatan belajar,
sehingga siswa sendirilah yang menentukan dalam pembuatan makna suatu materi pelajaran dengan memanfaatkan
seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan pemanfaatan seluruh potensi
yang dimiliki oleh siswa maka diharapkan dapat mempermudah siswa dalam belajar
sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
2.
Pembelajaran
PAI
a.
Pengertian
Pembelajaran PAI
Keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedang PAI merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan[10].
Pembelajaran PAI adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu siswa dalam
belajar agama Islam. Pembelajaran ini akan lebih membantu dalam memaksimalkan
kecerdasan siswa yang di miliki, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk
berinteraksi secara fisik dan sosial terhadap lingkungan.
b.
Tujuan
dan Ruang Lingkup PAI
Tujuan merupakan hal yang
terpenting dari suatu proses pendidikan. Pendidikan dilaksanakan dengan mengacu
pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah
membentuk masyarakat yang berkepribadian muslim, berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur serta sehat jasmani dan rohani demi kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77
sebagai berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا... (القصص:77)
“Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepada
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari
kenikmatan duniawi.”(Q.S. al-Qashas: 77)
Dalam pelaksanaan tujuan
pendidikan Islam dibedakan menjadi tujuan operasional dan fungsional. Tujuan
operasional merupakan tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Sedangkan tujuan fungsional merupakan tujuan yang hendak
dicapai menurut kegunaannya baik dari aspek teoritis maupun praktis.[11]
Berdasarkan rumusan tujuan
PAI di atas yang mengandung pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang
dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah mulai dari tahapan kognisi, yaitu
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung
dalam ajaran agama Islam untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yaitu
terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa
dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan
kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika
dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama
Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam
diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan
psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan
terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Sehingga ruang lingkup PAI
meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia
dengan Allah SWT, manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan
makhluk lain dan lingkungan. Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan
Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu:[12]keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah, dan tarikh.
c.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI
Pembelajaran terkait dengan
bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan
mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang
teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.
Dalam pembelajaran terdapat
3 komponen utama yang saling terpengaruh dalam proses pembelajaran pendidikan
agama. Ketiga komponen itu adalah:
1). Kondisi pembelajaran PAI
Kondisi pembelajaran PAI
yaitu semua faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran PAI.
Faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran yaitu:
a). Tujuan dan karakteristik
bidang studi PAI.
b). Kendala dan
karakteristik bidang studi PAI
c). Karakteristik peserta
didik[13]
Tujuan dan karakteristik
bidang studi dihipotesiskan memiliki pengaruh utama pada pemilihan strategi
pengorganisasian isi pembelajaran. Kendala dan karakteristik bidang studi
mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian dan karakteristik peserta didik
akan mempengaruhi strategi pengelolaan pembelajaran.
Ketidakmampuan guru
melihat perbedaan-perbedaan individual anak dalam kelas yang dihadapi banyak
membawa kegagalan dalam memelihara dan membina tenaga manusia secara efektif.
Banyaknya anak yang gagal sekolah atau drop-out mungkin juga sebagai akibat
praktek pengajaran yang melupakan perbedaan-perbedaan individual anak,
disamping karena faktor lain seperti latar belakang sosio-ekonomi keluarga,
atau sebab lain.[14]
2). Metode pembelajaran PAI
Metode pembelajaran
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
a).
Strategi pengorganisasian.
b).
Strategi penyampaian.
c).
Strategi pengelolaan pembelajaran.[15]
Strategi pengorganisasian
adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang studi PAI yang dipilih
untuk pembelajaran. Pengorganisasian isi bidang studi mengacu pada kegiatan
pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, skema, format, dsb. Strategi
penyampaian pembelajaran PAI adalah metode-metode penyampaian pembelajaran PAI
yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pembelajaran
PAI dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Peranan guru dalam kegiatan belajar
adalah berusaha secara terus menerus untuk membantu peserta didik membangun
konsep bagi dirinya sendiri.[16]
Strategi pengelolaan
pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen
metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi
pembelajaran. Strategi pengelolaan pembelajaran PAI berupaya menata interaksi
peserta didik.
3). Hasil pembelajaran PAI
Hasil pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi keefektifan, efisiensi dan daya tarik. Keefektifan
pembelajaran dapat diukur dengan kriteria: Kecermatan penguasaan kemampuan atau
perilaku yang dipelajari, Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar,
Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, Kuantitas
unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, Kualitas hasil akhir yang dapat
dicapai, Tingkat alih belajar, dan Tingkat retensi belajar.[17]
3.
Urgensi
Pendekatan SAVI dalam Pembelajaran PAI
Pendidikan Islam juga harus dapat menjawab tantangan
global, atau meminjam istilahnya Abdul Rahman Assegaf, Turbulensi Global,
yaitu pergolakan yang ditimbulkan akibat modernisasi di segala bidang yang
telah mendunia. Pengaruh arus global tersebut amat luas dan dapat berimbas pada
pendidikan Islam yang realitasnya pendidikan islam pada saat ini bisa dibilang
telah mengalami intelectual deadlock. Diantara indikasinya adalah
minimnya upaya pembaharuan dan kalau memang ada juga kalah cepat dengan
perubahan sosial, politik dan kemajuan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Dengan melihat tantangan global tersebut, mengharuskan
kita menengok kembali proses pendidikan kita yang telah berlangsung sehingga
tujuan yang telah diidealkan oleh pendidikan Islam yaitu idealitas (das
Solen) sesuai dengan realitas di lapangan (das Sein) dapat tercapai.
Oleh karena itu sudah sepantasnya kita kembali mereformasi proses pendidikan
kita, terutama dalam proses pembelajarannya karena berhasil atau tidaknya
pendidikan sangat dictentukan oleh proses pembelajarannya.
Allah menciptakan
manusia dengan bentuknya yang sangat sempurna. Mempunyai lisan yang fasih,
tangan dan jari-jari untuk menggenggam, memiliki akal sehingga dengan itu
manusia memiliki potensi untuk hidup, mengetahui, berkemampuan, berkehendak,
berbicara, mendengar, melihat dan berpikir, sebagaimana firmanNya:
قُلْ
هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ
“Katakanlah:”Dialah
yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati”.(tetapi) amat sedikit kamu bersyukur”.[18] (Q.S. Al-Mulk: 23)
Berdasarkan ayat
tersebut di atas maka sudah menjadi tugas kita untuk memanfaatkan segala potensi yang telah dikaruniakan oleh Allah sehingga belajar
akan menjadi lebih mudah dan menyenagkan.
Pembelajaran yang
dilakukan pada sekolah-sekolah sekarang ini, pada umumnya telah mengesampingkan
sifat-sifat kemanusiaan kita. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menimba ilmu dan belajar sebanyak-banyaknya seolah
menjadi tempat yang menyeramkan dengan banyaknya aturan yang seringkali
diiringi dengan hukuman fisik.
Beberapa fakta di
lapangan menyebutkan bahwa telah terjadi ketimpangan-ketimpangan pada proses pendidikan kita. Yang menjadi permasalahan yang sering
kali dijumpai dalam pembelajaran PAI adalah bagaimana cara menyampaikan materi
kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien
serta kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode
mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.
Selain masalah
tersebut yang menjadi ganjalan dalam pembelajaran yaitu adanya waktu yang
terbatas bagi pelajaran PAI, yaitu hanya 2 jam perminggu. Sehingga menyebabkan:
a)
Guru
berlomba-lomba untuk berusaha menyampaikan dan menyelesaikan materi yang begitu
padat dalam waktu yang singkat (materi oriented).
b)
Guru tidak
lagi memperhatikan siswa sebagai subyek didik dengan segala potensi yang
dimilikinya. Siswa menjadi tertekan karena dipaksa menerima materi yang begitu
banyak dalam waktu yang singkat. Sisi hati dan kemanusiaan siswa diabaikan,
pembelajaran smenjadi tidak menarik lagi bahkan menjemukan.
c)
Guru lebih
banyak menggunakan metode ceramah, karena metode ini dianggap mudah dan lebih
dapat menyingkat waktu. Sehingga sulit mengukur sejauh mana pemahaman siswa
tentang materi pelajaran yang dibicarakan, praktek terhadap teori yang telah
diterima tidak pernah dilakukan.
d)
Guru
menganggap bahwa dirinya adalah orang yang paling memiliki pengetahuan dan
siswa adalah orang yang tidak mengetahui apa-apa, seehingga pendidikan gaya
bank tidak dapat dielakkan lagi. Guru bicara, siswa mendengarkan, guru mengajar
siswa belajar. Sehingga yang terjadi adalah belajar dengan menggunakan sistem
hafalan. Mempraktekkan apa yang telah dipelajari menjadi sesuatu yang jarang bahkan
tidak pernah dilakukan.
Oleh karena itu
penting bagi kita untuk menerapkan pendekatan SAVI ini karena dalam pendekatan
ini mengedepankan proses humanisasi dalam proses belajar mengajar. Humanisasi
adalah memanusiakan melalui pengertian lengkap bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan yang sempurna. Apabila pendidik atau guru dapat menangani subyek didik
sedemikian rupa mendasarkan diri pada potensi alami dan dilaksanakan sesuai
dengan keadaannya maka akan dapat dicapai tingkat penguasaan yang maksimal (mastery
learning). Oleh karena itu seharusnya pengetahuan tersebut dapat dipraktekkan
sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan:
كَبُرَ
مَقْتاً عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (الصف:3)
“Amat besar kebencian disisi Allah karena
kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan”(Qs.al-Shof: 3)
Pengaruh praktek dalam proses
belajar mengajar telah banyak diselidiki oleh para ahli pendidikan yang
membuktikan bahwa dengan melalui praktek, seorang akan lebih mendapatkan
kesan-kesan mendalam dan diingat dalam jangka lama daaripada hanya belajar
teori saja.pengetahuan yang meelekat dalam jiwa manusia bila tidak diperoleh melalui
praktek dan dipraktekkan semakin lama semakin berkurang intensitasnya. Dalam penelitiaan
dapat diketahui berbagai pengaruh cara belajar sebagai berikut:
a). Belajar hanya dengan mendengarkan (learning by
hearing) hanya berhasil diserap oleh manusia-didik sebesar 15 persen dari
materi pelajaran.
b). Belajar dengan menggunakan mata (visualisasi) dapat
menghasilkan 55 persen dari bahan yang disajikan.
c). Belajar dengan praktek menghasilkan bahan apersepsi
sampai dengan 90 persen dari bahan yang diajarkan.
Untuk itu cara yang terbaik untuk belajar adalah dengan
mengalaminya sendiri secara langsung. Sehingga teori-teori yang kita pelajari
tidak bertolak belakang dengan realitas yang ada di dunia nyata. To learn
means “to gain knowledge through experience”, but one of the meanings of “experience” is to perceive directly with
senses.”[19]
(belajar berarti untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, tetapi salah
satu makna pengalaman adalah untuk mengalaminya secara langsung). Karena otak
kita memiliki suatu pusat kecerdasan yang disebut
body-kinestethyc-intelligence- kecerdasan gerak. Dengan melakukan gerakan
tertentu maka akan memicu pusat kecerdasan ini aktif.[20]
Karena secara khusus PAI dimaksudkan untuk memberikan
bekal profesional di bidang keagamaan kepada peserta didik. Pendidikan ini
diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan peserta didik agar kelak mampu
mengemban tugas yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran
agama Islam sehingga setelah mengikuti pelajaran tersebut peserta didik
diharapkan mempunyai kualifikasi dalam bidang PAI.
Jika kita dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan
potensi-potensi tersebut, tentunya kita akan mendapatkan hasil belajar yang
baik. Sesuai dengan kualitas yang kita inginkan. Agar materi atau informasi yang
diterima siswa dapat dengan mudah diserap oleh siswa sehingga mempercepat
belajarnya maka manfaatkanlah segala potensi tersebut secara bersamaan atau
belajar secara alamiah. Perlakukan siswa sebagaimana manusia sehingga siswa
diharapkan dapat memiliki kualitas sebgai pelajar yang efektif, yaitu mereka
yang mampu melakukan kegiatan belajar dengan mendapatkan hasil sebaik-baiknya
dan dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupannya. Kualitas tersebut
setidaknya mencakup kualitas belajar yang harus dikembangkan dalam diri para
siswa, yaitu (1) belajar untuk menjadi (learning to be), (2) belajar
untuk belajar (learning to learn), (3) belajar untuk berbuat (learning
to do), dan (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live together).[21]
Sehingga pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual,
Intelektual) menjadi urgen untuk dilakukan agar proses belajar mengajar dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Karena pendekatan ini memposisikan siswa
sebagai subyek belajar yang mempunyai berbagai potensi yang harus dikembangkan
sehingga mempercepat belajarnya.
D. Kesimpulan
Pendekatan SAVI (somatis, Auditori,
visual, intelektual) merupakan pendekatan yang mendasarkan pada aktivitas fisik
serta pelibatan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sehingga belajar
menjaddi mudah dan menyenangkan.
Pendekatan ini menjadi urgen untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran PAI dikarenakan proses belajar mengajar yang
selama ini kita lakukan telah mengesampingkan kemanusiaan peserta didik dan
hanya mengutamakan verbalisme semata. Siswa lebih banyak menggunakan hafalan
tanpa mempraktekkannya dalam dunia nyata.
E. Penutup
Demikianlah makalah ini penulis
susun, dan tentunya masih banyak kelurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid dan Dian
Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan
Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2004.
UU RI No.20 Th.2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional 2003 beserta Penjelasannya (Bandung: Fokus Media, 2003)
Gordon Dryden dan Jeannete
Vos, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution), Belajar Akan Efektif
Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” (Bandung: Kaifa, 2002)
Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: Panduan
Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2002)
Neil Postman dan Charles
Weingater, Mengajar sebagai Aktivitas Subversif, terj. Siti Farida,
(Yogyakarta: Jendela Grafika, 2001)
Ricki Linksman, Cara
Belajar Cepat (How To Learn Anything Quickly), (Semarag: Dahara Prize,2004)
Abdul Majid dan Dian
Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2004), (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2004)
Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)
Muhaimin,et.al, Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2001)
B Suryosubroto, Proses
Belajar Mengajar di Sekolah, (jakarta: Rineka Cipta, 1997)
W. Gulo, strategi belajar
mengajar, (jakarta: PT. Grasindo, 2002)
Gordon H. Bower, Theories
of learning, (United States of America: prentice-Hall, Inc, 1981)
Agus Nggermanto, Quantum
Quotion (kecerdasan Quantum): cara cepat melejitkan IQ, EQ dan SQ secara
harmonis, (Bandung: Nuansa, 2002)
Muhammad Surya, Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran,, (Jakarta: CV. Mahaputra Adidaya, 2003)
[1] UU RI No.20 Th.2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional 2003 beserta Penjelasannya (Bandung: Fokus Media, 2003), hlm. 6.
[2] Gordon Dryden dan Jeannete Vos, Revolusi
Cara Belajar (The Learning Revolution), Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam
Keadaan “Fun” (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 89.
[3] Ibid, hlm.91.
[4] Dave Meier, The
Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program
Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung:
Kaifa, 2002) , hlm. 90.
[5] Ibid, hlm. 100.
[6] Gordon Dryden dan Jeannette Vos, op.cit.,
hlm. 101.
[7] Dave Meier, op.cit, hlm. 92
[8] Neil Postman dan Charles Weingater, Mengajar sebagai Aktivitas
Subversif, terj. Siti Farida, (Yogyakarta: Jendela Grafika, 2001), hlm. 25.
[9] Ricki Linksman, Cara Belajar Cepat (How
To Learn Anything Quickly), (Semarag: Dahara Prize,2004), hlm. xv
[10] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: P.T. Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 132.
[11] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis
berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),
hlm.30.
[12] Ibid.
[13] Muhaimin,et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001),
hlm. 150.
[14] B Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah,
(jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.84.
[15] Muhaimin, loc.cit, hlm. 151.
[16] W. Gulo, strategi belajar mengajar, (jakarta: PT. Grasindo, 2002),
hlm.7.
[17] Ibid, hlm.156.
[18] Ibid, hlm.450.
[19] Gordon H. Bower, Theories of learning, (United States of
America: prentice-Hall, Inc, 1981), hlm. 2.
[20] Agus Nggermanto, Quantum Quotion (kecerdasan Quantum): cara
cepat melejitkan IQ, EQ dan SQ secara harmonis, (Bandung: Nuansa, 2002),
hlm. 64.
[21] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,,
(Jakarta: CV. Mahaputra Adidaya, 2003), hlm.77.
0 Response to "URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI"
Post a Comment