URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI

URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI
                                                                                               
A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka  mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, tentunya melalui proses pendidikan yang didalamnya juga tercakup proses belajar mengajar.
Kita perlu secara aktif merumuskan kembali masa depan pendidikan kita. Arthur Andersen, pimpinan sebuah grup konsultan raksasa menilainya secara terus terang, “sistem pendidikan tradisional telah usang”, jika tujuan kita hanyalah menciptakan sekolah-sekolah terbaik di dunia, jawabannya sangatlah sederhana, temukan ide-ide terbaik yang telah teruji dan kaitkan hal itu dengan kebutuhan.[2]
Ide-ide tentang pendidikan perlu kita pertimbangkan demi merubah pendidikan menjadi ke arah yang lebih baik terutama dalam proses belajar mengajarnya, Gordon Dryden & Dr. Jeanette Vos menyebutnya sebagai Revolusi Belajar. Revolusi belajar bukan hanya soal persekolahan, melainkan soal pembelajaran yaitu menemukan cara belajar, cara berpikir dan teknik-teknik baru yang dapat diterapkan pada masalah dan tantangan apapun untuk semua usia.[3] Setidaknya ada dua cara yang dilakukan untuk merubah pendidikan ke arah yang lebih baik tersebut yaitu Pertama, melakukan studi atau penelitian untuk melahirkan temuan-temuan dan teori baru bagi praktisi pendidikan yang produktif. Kedua, melakukan transfer dari dunia lain.
Dalam proses pengajaran, tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh pendekatan mengajar yang dipergunakan guru. Pendidikan tidak akan efektif apabila tidak melakukan pendekatan ketika menyampaikan suatu materi dalam proses belajar mengajar. Sehingga pendekatan belajar merupakan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu (Lawson, 1991). Faktor pendekatan belajar sangat berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa.
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang menggabungkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik secara keseluruhan ssehingga dapat meningkatkan pembelajaran. Pendekatan ini dapat digunakan dalam pembelajaran apapun tak terkecuali dalam PAI.

B.     Rumusan Masalah

Ada dua pokok masalah yang akan dibahas, yaitu:
1.      Bagaimana pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, Intelektual)?
2.      Bagaimana urgensi pendekatan SAVI dalam pembelajaran PAI?

C.     Pembahasan

1.      Pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, intelektual)
a.      Pengertian Pendekatan SAVI
SAVI merupakan pendekatan yang mendasarkan pada belajar berdasarkan aktivitas (BBA).  BBA berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar.[4]
BBA secara jauh lebih efektif dari pada yang didasarkan pada presentasi, materi dan media. Alasannya sederhana, cara belajar itu mengajak orang terlibat sepenuhnya. Orang lebih banyak belajar dari berbagai aktivitas dan pengalaman yang dipilih dengan tepat dari pada jika mereka belajar dengan duduk di depan penceramah, buku panduan, televisi ataupun komputer.
Akan tetapi, pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran.
Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual), merupakan salah satu pendekatan yang ditawarkan oleh Dave Meier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook  yang telah mengguncangkan dunia pendidikan dan perkantoran. Pendekatan ini menganjurkan pelibatan kelima indera dan emosi dalam proses belajar, yang merupakan cara belajar kita secara alami. Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu pembelajaran. Misalnya, orang dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (Visual), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung (Somatis), membicarakan apa yang mereka sedang pelajari (Auditori), dan memikirkan cara untuk menerapkan informasi dalam presentasi tersebut pada pekerjaan mereka (Intelektual).[5]
Pendekatan di atas merupakan salah satu cara agar proses belajar mudah dan cepat dicerna oleh siswa. Teknik-teknik belajar semacam ini disebut dengan beragam nama: Belajar Cepat (Accelerated Learning), Belajar Super (Super Learning), Suggestopedia, Belajar dengan Seluruh Otak (Whole Brain Learning), dan Belajar Terpadu (Integrative Learning).[6]
b.      Unsur-Unsur SAVI
Dave Meier menamakan pendeekatan belajar di atas dengan belajar SAVI, yang unsur-unsurnya adalah:
1)      Somatis     : belajar dengan bergerak dan berbuat.
2)      Auditori    : belajar dengan berbicara dan mendengar.
3)      Visual        : belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
4)      Intelektual : belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. 
Keempat cara belajar itu harus ada agar belajar berlangsung optimal. Unsur-unsur ini semuanya terpadu, belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan. Berikut perincian keempat cara belajar:
1)          Belajar Somatis
Somatis berasal dari bahasa yunani yang berarti tubuh. Soma, seperti dalam psikosomatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.[7] Menurut Sumadi Suryabrata, dianjurkan terutama bagi anak-anak yang masih muda seberapa dapatkah pelajaran hendaklah diragakan.
Untuk itu ciptakanlah situasi belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk serta aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Namun tidak semua pembelajaran memerlukan aktifitas fisik, dengan berganti-ganti menjalankan aktifitas belajar aktif dan pasif secara fisik, anda dapat membantu pembelajaran setiap orang.  
2)    Belajar Auditori
Auditori berasal dari kata audio. Dalam bahasa Inggris berarti hearing or sound (pendengaran atau suara). Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Setelah orang melek huruf, melalui temuan mesin cetak oleh Guttenberg, setiap orang membaca dengan keras-keras. Bahkan para guru masih berbicara seolah-olah satu-satunya media untuk menceritakan satu peristiwa adalah mesin cetak[8].
Pembelajar auditori belajar dengan suara, dari dialog, dari membaca keras, dari menceritakan kepada orang lain apa yang baru saja mereka alami, dengar, atau pelajari, dari berbicara dengan diri sendiri, dari mengingat bunyi dan irama, dari mendengarkan kaset dan dari mengulang suara dari dalam hati.
Untuk mengembalikan budaya auditori, dalam merancang pelajaran hendaklah semenarik mungkin. Carilah cara untuk mengajak pembelajar auditori membicarakan apa yang sedang mereka pelajari.
3)    Belajar Visual
Sebagian orang belajar dengan visual. Visual sangat kuat dalam diri setiap orang. Hal ini dikarenakan saraf untuk memproses informasi visual lebih banyak dari pada semua indera yang lain.
Setiap orang, terutama pembelajar  visual, lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah, sebuah buku, komputer, melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
4)    Belajar Intelektual
Secara umum, intelek diartikan sebagai potensi atau daya yang ada pada manusia untuk memahami hubungan atau relasi, untuk membeda-bedakan, membandingkan, menganalisis dan memecahkan persoalan. Yang dimaksud dengan intelektual disini bukanlah pendekatan belajar yang tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalistis, akademis, dan terkotak-kotak. Kata intelektual di sini  adalah menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.
Kelebihan pendekatan ini adalah memungkinkan anak untuk belajar dengan memanfaatkan seluruh indera dan potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan memanfaatkan indera yang tepat akan sangat meningkatkan kekuatan belajar. Selain itu memungkinkan anak untuk belajar sesuai dengan tujuan yang diinginkannya.
Dengan melibatkan seluruh indra yang dimiliki peserta didik tersebut maka dapat menciptakan suasana gembira sehingga anak tidak merasa jenuh serta belajar akan lebih cepat. Dan dengan mengetahui cara belajar yang terbaik bagi diri sendiri maka kita akan tahu bagaimana cara belajar, membaca mengkaji sesuatu dengan lebih efektif.[9]
c.       Tahap-tahap pembelajaran SAVI
Dalam pendekatan SAVI guru harus melalui beberapa tahapan untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1)          Tahap I (persiapan)
     Tujuannya adalah untuk menggugah minat pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan mereka lalui,  dan menempatkan mereka pada  suasana belajar yang optimal.
2)          Tahap II (penyampaian)
        Tujuannya membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, multi-indra, dan cocok untuk semua gaya belajar.
3)          Tahap III (praktek)
        Tujuannya adalah membantu pelajar mengintegrasikan dan memadukan pengetahuan atau ketrampilan baru dengan berbagai cara.
4)          Tahap IV (penampilan hasil)
Tujuannya adalah membantu pelajar menerapkan dan mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat.
Pendekatan SAVI mengutamakan adanya keterlibatan penuh pembelajar dalam kegiatan belajar, sehingga siswa sendirilah yang menentukan dalam pembuatan  makna suatu materi pelajaran dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh siswa maka diharapkan dapat mempermudah siswa dalam belajar sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
2.      Pembelajaran PAI
a.      Pengertian Pembelajaran PAI
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedang PAI merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan[10]. Pembelajaran PAI adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar agama Islam. Pembelajaran ini akan lebih membantu dalam memaksimalkan kecerdasan siswa yang di miliki, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk berinteraksi secara fisik dan sosial terhadap lingkungan.
b.      Tujuan dan Ruang Lingkup PAI
Tujuan merupakan hal yang terpenting dari suatu proses pendidikan. Pendidikan dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan agama Islam secara umum adalah membentuk masyarakat yang berkepribadian muslim, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur serta sehat jasmani dan rohani demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 sebagai berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا... (القصص:77)
 “Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepada (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi.”(Q.S. al-Qashas: 77)
Dalam pelaksanaan tujuan pendidikan Islam dibedakan menjadi tujuan operasional dan fungsional. Tujuan operasional merupakan tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan tujuan fungsional merupakan tujuan yang hendak dicapai menurut kegunaannya baik dari aspek teoritis maupun praktis.[11]
Berdasarkan rumusan tujuan PAI di atas yang mengandung pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah mulai dari tahapan kognisi, yaitu pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yaitu terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Sehingga ruang lingkup PAI meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan. Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu:[12]keimanan, ibadah, al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah, dan tarikh.
c.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI
Pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.
Dalam pembelajaran terdapat 3 komponen utama yang saling terpengaruh dalam proses pembelajaran pendidikan agama. Ketiga komponen itu adalah:
1). Kondisi pembelajaran PAI
Kondisi pembelajaran PAI yaitu semua faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran PAI. Faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran yaitu:
a). Tujuan dan karakteristik bidang studi PAI.
b). Kendala dan karakteristik bidang studi PAI
c). Karakteristik peserta didik[13]
Tujuan dan karakteristik bidang studi dihipotesiskan memiliki pengaruh utama pada pemilihan strategi pengorganisasian isi pembelajaran. Kendala dan karakteristik bidang studi mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian dan karakteristik peserta didik akan mempengaruhi strategi pengelolaan pembelajaran.
Ketidakmampuan guru melihat perbedaan-perbedaan individual anak dalam kelas yang dihadapi banyak membawa kegagalan dalam memelihara dan membina tenaga manusia secara efektif. Banyaknya anak yang gagal sekolah atau drop-out mungkin juga sebagai akibat praktek pengajaran yang melupakan perbedaan-perbedaan individual anak, disamping karena faktor lain seperti latar belakang sosio-ekonomi keluarga, atau sebab lain.[14]
2). Metode pembelajaran PAI
Metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
a). Strategi pengorganisasian.
b). Strategi penyampaian.
c). Strategi pengelolaan pembelajaran.[15]
Strategi pengorganisasian adalah suatu metode untuk mengorganisasi isi bidang studi PAI yang dipilih untuk pembelajaran. Pengorganisasian isi bidang studi mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, skema, format, dsb. Strategi penyampaian pembelajaran PAI adalah metode-metode penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pembelajaran PAI dengan mudah, cepat, dan menyenangkan. Peranan guru dalam kegiatan belajar adalah berusaha secara terus menerus untuk membantu peserta didik membangun konsep bagi dirinya sendiri.[16]
Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengelolaan pembelajaran PAI berupaya menata interaksi peserta didik.

3). Hasil pembelajaran PAI
Hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi keefektifan, efisiensi dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria: Kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari, Kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, Kesesuaian dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, Kuantitas unjuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, Kualitas hasil akhir yang dapat dicapai, Tingkat alih belajar, dan Tingkat retensi belajar.[17]

3.      Urgensi Pendekatan SAVI dalam Pembelajaran PAI
Pendidikan Islam juga harus dapat menjawab tantangan global, atau meminjam istilahnya Abdul Rahman Assegaf, Turbulensi Global, yaitu pergolakan yang ditimbulkan akibat modernisasi di segala bidang yang telah mendunia. Pengaruh arus global tersebut amat luas dan dapat berimbas pada pendidikan Islam yang realitasnya pendidikan islam pada saat ini bisa dibilang telah mengalami intelectual deadlock. Diantara indikasinya adalah minimnya upaya pembaharuan dan kalau memang ada juga kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Dengan melihat tantangan global tersebut, mengharuskan kita menengok kembali proses pendidikan kita yang telah berlangsung sehingga tujuan yang telah diidealkan oleh pendidikan Islam yaitu idealitas (das Solen) sesuai dengan realitas di lapangan (das Sein) dapat tercapai. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita kembali mereformasi proses pendidikan kita, terutama dalam proses pembelajarannya karena berhasil atau tidaknya pendidikan sangat dictentukan oleh proses pembelajarannya.
Allah menciptakan manusia dengan bentuknya yang sangat sempurna. Mempunyai lisan yang fasih, tangan dan jari-jari untuk menggenggam, memiliki akal sehingga dengan itu manusia memiliki potensi untuk hidup, mengetahui, berkemampuan, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat dan berpikir, sebagaimana firmanNya:
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ
“Katakanlah:”Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati”.(tetapi) amat sedikit kamu bersyukur”.[18] (Q.S. Al-Mulk: 23)
Berdasarkan ayat tersebut di atas maka sudah menjadi tugas kita untuk memanfaatkan segala potensi yang telah dikaruniakan oleh Allah sehingga belajar akan menjadi lebih mudah dan menyenagkan.
Pembelajaran yang dilakukan pada sekolah-sekolah sekarang ini, pada umumnya telah mengesampingkan sifat-sifat kemanusiaan kita. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menimba ilmu dan belajar sebanyak-banyaknya seolah menjadi tempat yang menyeramkan dengan banyaknya aturan yang seringkali diiringi dengan hukuman fisik.
Beberapa fakta di lapangan menyebutkan bahwa telah terjadi ketimpangan-ketimpangan pada proses pendidikan kita. Yang menjadi permasalahan yang sering kali dijumpai dalam pembelajaran PAI adalah bagaimana cara menyampaikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien serta kurangnya perhatian guru agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya peningkatan mutu pengajaran secara baik.      
Selain masalah tersebut yang menjadi ganjalan dalam pembelajaran yaitu adanya waktu yang terbatas bagi pelajaran PAI, yaitu hanya 2 jam perminggu. Sehingga menyebabkan:
a)  Guru berlomba-lomba untuk berusaha menyampaikan dan menyelesaikan materi yang begitu padat dalam waktu yang singkat (materi oriented).
b)  Guru tidak lagi memperhatikan siswa sebagai subyek didik dengan segala potensi yang dimilikinya. Siswa menjadi tertekan karena dipaksa menerima materi yang begitu banyak dalam waktu yang singkat. Sisi hati dan kemanusiaan siswa diabaikan, pembelajaran smenjadi tidak menarik lagi bahkan menjemukan.
c)  Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah, karena metode ini dianggap mudah dan lebih dapat menyingkat waktu. Sehingga sulit mengukur sejauh mana pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang dibicarakan, praktek terhadap teori yang telah diterima tidak pernah dilakukan.
d) Guru menganggap bahwa dirinya adalah orang yang paling memiliki pengetahuan dan siswa adalah orang yang tidak mengetahui apa-apa, seehingga pendidikan gaya bank tidak dapat dielakkan lagi. Guru bicara, siswa mendengarkan, guru mengajar siswa belajar. Sehingga yang terjadi adalah belajar dengan menggunakan sistem hafalan. Mempraktekkan apa yang telah dipelajari menjadi sesuatu yang jarang bahkan tidak pernah dilakukan.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk menerapkan pendekatan SAVI ini karena dalam pendekatan ini mengedepankan proses humanisasi dalam proses belajar mengajar. Humanisasi adalah memanusiakan melalui pengertian lengkap bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna. Apabila pendidik atau guru dapat menangani subyek didik sedemikian rupa mendasarkan diri pada potensi alami dan dilaksanakan sesuai dengan keadaannya maka akan dapat dicapai tingkat penguasaan yang maksimal (mastery learning). Oleh karena itu seharusnya pengetahuan tersebut dapat dipraktekkan sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan:
كَبُرَ مَقْتاً عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (الصف:3)
“Amat besar kebencian disisi Allah karena kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan”(Qs.al-Shof: 3)
Pengaruh praktek dalam proses belajar mengajar telah banyak diselidiki oleh para ahli pendidikan yang membuktikan bahwa dengan melalui praktek, seorang akan lebih mendapatkan kesan-kesan mendalam dan diingat dalam jangka lama daaripada hanya belajar teori saja.pengetahuan yang meelekat dalam jiwa manusia bila tidak diperoleh melalui praktek dan dipraktekkan semakin lama semakin berkurang intensitasnya. Dalam penelitiaan dapat diketahui berbagai pengaruh cara belajar sebagai berikut:
a). Belajar hanya dengan mendengarkan (learning by hearing) hanya berhasil diserap oleh manusia-didik sebesar 15 persen dari materi pelajaran.
b). Belajar dengan menggunakan mata (visualisasi) dapat menghasilkan 55 persen dari bahan yang disajikan.
c). Belajar dengan praktek menghasilkan bahan apersepsi sampai dengan 90 persen dari bahan yang diajarkan. 
Untuk itu cara yang terbaik untuk belajar adalah dengan mengalaminya sendiri secara langsung. Sehingga teori-teori yang kita pelajari tidak bertolak belakang dengan realitas yang ada di dunia nyata. To learn means “to gain knowledge through experience”, but one of the meanings of  “experience” is to perceive directly with senses.”[19] (belajar berarti untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, tetapi salah satu makna pengalaman adalah untuk mengalaminya secara langsung). Karena otak kita memiliki suatu pusat kecerdasan yang disebut body-kinestethyc-intelligence- kecerdasan gerak. Dengan melakukan gerakan tertentu maka akan memicu pusat kecerdasan ini aktif.[20]
Karena secara khusus PAI dimaksudkan untuk memberikan bekal profesional di bidang keagamaan kepada peserta didik. Pendidikan ini diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan peserta didik agar kelak mampu mengemban tugas yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama Islam sehingga setelah mengikuti pelajaran tersebut peserta didik diharapkan mempunyai kualifikasi dalam bidang PAI.
Jika kita dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi-potensi tersebut, tentunya kita akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Sesuai dengan kualitas yang kita inginkan. Agar materi atau informasi yang diterima siswa dapat dengan mudah diserap oleh siswa sehingga mempercepat belajarnya maka manfaatkanlah segala potensi tersebut secara bersamaan atau belajar secara alamiah. Perlakukan siswa sebagaimana manusia sehingga siswa diharapkan dapat memiliki kualitas sebgai pelajar yang efektif, yaitu mereka yang mampu melakukan kegiatan belajar dengan mendapatkan hasil sebaik-baiknya dan dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupannya. Kualitas tersebut setidaknya mencakup kualitas belajar yang harus dikembangkan dalam diri para siswa, yaitu (1) belajar untuk menjadi (learning to be), (2) belajar untuk belajar (learning to learn), (3) belajar untuk berbuat (learning to do), dan (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live together).[21]
Sehingga pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) menjadi urgen untuk dilakukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Karena pendekatan ini memposisikan siswa sebagai subyek belajar yang mempunyai berbagai potensi yang harus dikembangkan sehingga mempercepat belajarnya.      

D.    Kesimpulan

Pendekatan SAVI (somatis, Auditori, visual, intelektual) merupakan pendekatan yang mendasarkan pada aktivitas fisik serta pelibatan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sehingga belajar menjaddi mudah dan menyenangkan.
Pendekatan ini menjadi urgen untuk dilaksanakan dalam pembelajaran PAI dikarenakan proses belajar mengajar yang selama ini kita lakukan telah mengesampingkan kemanusiaan peserta didik dan hanya mengutamakan verbalisme semata. Siswa lebih banyak menggunakan hafalan tanpa mempraktekkannya dalam dunia nyata.

E.     Penutup

Demikianlah makalah ini penulis susun, dan tentunya masih banyak kelurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumya. 


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2004.
UU RI No.20 Th.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 beserta Penjelasannya (Bandung: Fokus  Media, 2003)
Gordon Dryden dan Jeannete Vos, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution), Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” (Bandung: Kaifa, 2002)
Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2002)
Neil Postman dan Charles Weingater, Mengajar sebagai Aktivitas Subversif, terj. Siti Farida, (Yogyakarta: Jendela Grafika, 2001)
Ricki Linksman, Cara Belajar Cepat (How To Learn Anything Quickly), (Semarag: Dahara Prize,2004)
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2004)
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)
Muhaimin,et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001)
B Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (jakarta: Rineka Cipta, 1997)
W. Gulo, strategi belajar mengajar, (jakarta: PT. Grasindo, 2002)
Gordon H. Bower, Theories of learning, (United States of America: prentice-Hall, Inc, 1981)
Agus Nggermanto, Quantum Quotion (kecerdasan Quantum): cara cepat melejitkan IQ, EQ dan SQ secara harmonis, (Bandung: Nuansa, 2002)
Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,, (Jakarta: CV. Mahaputra Adidaya, 2003)




[1] UU RI No.20 Th.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 beserta Penjelasannya (Bandung: Fokus  Media, 2003), hlm. 6.
[2] Gordon Dryden dan Jeannete Vos, Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution), Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun” (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 89.
[3] Ibid, hlm.91.
[4] Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2002) , hlm. 90.
[5] Ibid, hlm. 100.
[6] Gordon Dryden dan Jeannette Vos, op.cit., hlm. 101.
[7] Dave Meier, op.cit, hlm. 92
[8] Neil Postman dan Charles Weingater, Mengajar sebagai Aktivitas Subversif, terj. Siti Farida, (Yogyakarta: Jendela Grafika, 2001), hlm. 25.
[9] Ricki Linksman, Cara Belajar Cepat (How To Learn Anything Quickly), (Semarag: Dahara Prize,2004), hlm. xv
[10] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 132.
[11] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm.30.
[12] Ibid.
[13] Muhaimin,et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 150.
[14] B Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.84.
[15] Muhaimin, loc.cit, hlm. 151.
[16] W. Gulo, strategi belajar mengajar, (jakarta: PT. Grasindo, 2002), hlm.7. 
[17] Ibid, hlm.156.
[18] Ibid, hlm.450.
[19] Gordon H. Bower, Theories of learning, (United States of America: prentice-Hall, Inc, 1981), hlm. 2.
[20] Agus Nggermanto, Quantum Quotion (kecerdasan Quantum): cara cepat melejitkan IQ, EQ dan SQ secara harmonis, (Bandung: Nuansa, 2002), hlm. 64.
[21] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,, (Jakarta: CV. Mahaputra Adidaya, 2003), hlm.77.  

0 Response to "URGENSI PENDEKATAN SAVI DALAM PEMBELAJARAN PAI"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel