EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI

EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI
       I.            PENDAHULUAN
Kurikulum 1994 mata pelajaran bahasa Indonesia bagi Madrasah Ibtidaiyah memandang mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Selanjutnya, program itu dirumuskan ke dalam berbagai tujuan (lihat GBPP Kurikulum 1994). Tujuan-tujuan tersebut pencapaiannya dijembatani oleh sebuah butir pembelajaran yang meliputi aspek kebahasan, aspek kesastraan, dan aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Satra Indonesia untuk MI meliputi penguasaan kebahasaan (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana), kemampuan mengapresiasi sastra, dan akhirnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia baik ragam tulis maupun ragam lisan.
Adapun nhal-hal yang perlu diperhatikan yamg berkenaan dengan pelaksanaan yakni: butir pembelajaran kebahasaan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Pelaksanaannya di kelas butir pembelajaran ini diintegrasikan ke dalam butir pembelajaran lain yang dapat dilakukan secara bersamaan. Keterampilan menyimak ini tentunya dapat dipadukan baik dengan keterampilan berbicara, membasa, dan menulis maupun dengan aspek-aspek kebahasaan yang terdapat pada wacana yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Carthy dalam Tarigan , dan Tarigan (1986: 6-7) yang menyatakan bahwa kegiatan menyimak dan berbicara berhubungan erat dengan bahasa tulis.

    II.            TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
A.    Evaluasi Pengajaran Bahasa Lisan
B.     Evaluasi Pengajaran Bahasa Tulis

 III.            URAIAN MATERI
A.    Evaluasi Pengajaran Bahasa Lisan
Tujuan pembelajaran, pengalaman belajar, dan evaluasi merupakan tiga serangkai yang senantiasa harus terjalin dalam pendidikan. Tujuan pendidikan yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus keberhasilannya hanya dapat diketahui apabila dilakukan penilaian.
Secara garis besar alat penilaian dibedakan atas dua macam, yakni tes dan nontes.tes atau evaluasi adalah alat yang dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Dengan demikian tes merupakan salah satu alat pengukuran yang digunakan di kelas, yaitu untuk memperoleh informasi tentang seseorang, dan dipergunakan untuk maksud pendidikan (Tuckman dalam Nurgiyanto, 1988:6).
Nurgiyantoro (1988) berpendapat bahwa penilaian bukan sekedar pemberian nilai. Dalam dunia pendidikan penilaian berarti mempertimbangkan hasil belajar siswa, cara mengajar guru, kegiatan belajar mengajar, kurikulum, dan sebagainya. Selanjutnya Nurgiyantoro menegaskan pendapat Cronbach bahwa penilaian adalah suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan.
Untuk kepentingan evaluasi menulis Chimombo dalam Purwo (1991) memberikan teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat kalimat, teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik tingkat komposisi.
a)      Teknik Tingkat Kalimat
Salah satu teknik yang digunakan ialah mengetik (walaupun dapat juga diketik dengan tangan) pada kertas terpisah, bahasan diambil dari pekerjaan siswa minggu sebelumnya. Didalam kalimat-kalimat itu terdapat kesalahan dari jenis yang dibuat oleh sebagian siswa. Misalnya, kalimat siswa yang diambil dari surat sahabat pena yang telah memintanya untuk menceritakan musim di negerinya sendiri dan membicarakan musim yang disukainya.
Berdasarkan pengalaman, paling banyak lima atau enam kalimat dapat ditangani di kelas selama empat puluh menit. Oleh karena itu, kelas dibagi ke dalam empat kelompok, yang terdiri atas lima atau enam siswa. Untuk siswa dalam jumlah besar (sampai lima puluh anak) dua kelompok diberi tugas membahas kalimat yang sama, selalu memberikan hasil yang berlainan. Dengan cara ini, kebanyakan dari kesalahan itu dapat dibenahi, jika tidak oleh kelompok yang satu, tentu oleh kelompok yang lain. Segera, sesudah mencapai kesepakatan atas pembetulan yang terdapat pada kalimat yang dibahas per kelompok, siswa memilih seorang temannya menuliskan kalimat yang salah di sisi kiri papan tulis dan seorang temannya menuliskan kalimat yang betul di sebelah kanan.
Langkah berikutnya ialah mengevaluasi bersama, di dalam diskusi kelas, versi pembetulan, karena sering terjadi bahwa masih ada satu atau dua kesalahan yang terabaikan. Biasannya, siswa menemukan persoalannya dan memperbaikannya. Akan tetapi, jarang terjadi bahwa semua persoalan dapat diperbaiki oleh dua kelompok yang membahas dua kalimat yang sama, dan sering kali tak seorang pun di kelas yang mampu memperbaiki persoalan tertentu.guru dapat mengetahui persis butir tat bahasa yang manakah yang merupakan persoalan bagi siswanya, dan bagaiman menerangkannya.
Langkah terakhir ialah memberi siswa waktu beberapa menit untuk kembali memeriksa pekerjaannya atau tidak, dan mereka diminta memeriksa apakah mereka membuat kesalahan yang sama yang dibuat oleh teman mereka, dan langsung membetulkannya kalau ada kesalahan.
Pembetulan kesalahan seperti melalui teknik seperti ini akan lebih tertanamkan dibenak siswa dari pada melalui cara sebagaimana yang lazim dilakukan ole para guru, yakni menandai kesalahan siswa pada kertaspekerjaan mereka dengan warna merah, atau membahas scara umum kesalahan-kesalahan tersebut pada waktu mengembalikan pekerjaan tersebut.
b)      Teknik Tingkat Paragraf
Teknik kedua yang digunakan, khususnya untuk menangani persoalan yang lebih luas, menyangkut wacana, ialah menyajikan kepada seluruh siswa sebuah paragraf lengkap yang disusun oleh seorang siswa. Jika ada paragraf yang pendek, dapat langsung dituliskan dipapan tulis, dan dibicarakan bersama di kelas.
c)      Teknik Tingkat Komposisi
Untuk karanagan siswa yang terdiri atas dua paragraf atau lebih, lebih baik karangan itu dibagikan dalam bentuk stensilan (apa adanya dengan kesalahan yang belum dikoreksi) kepada seluruh siswa. Selanjutnya bahasan ini diarahkan pada jenis tes. Secara garis besar jenis tes dapat dibedakan atas tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan. Tes lisan lebih banyak menggunakan bentuk soal uraian sedangkan tes tertulis biasanya menggunakan tes objektif (pilihan ganda). Tes perbuatan biasanya digunakan untuk mengukur pelajaran yang bersifa keterampilan.
Wibisana, dkk (1996) menyebutkan bahwa tes yang baik harus memenuhi enam syarat, yaitu validity, reliability, objectvity, discrimination, comprehensiveness, dan ease of administration and scoring. Tes dianggap sahih (valid) apabila tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Tes kosakata (vocabulary tes) dianggap tidak sahihkalau tes tersebut digunakan untuk mengukur pengetahuan tata bahasa, tes yang baik juga harus andal (reliable); artinya, harus akurat dan konsisten. Selain itu juga harus objektif, artinya tes harus fair bagi pengambil tes yang memang menguasai persoalan.
Selain itu, Micheels dan Karnesberpendapat bahwa tes yang baik harus mampu memisahkan siswa yang pandai dan siswa yang bodoh (discrimination) dan materi tes harus mencakup bahan yang pernah diajarkan (comprehensivenees).tidak kalah pentingnya adalah syarat terakhir yaitu mudah dilaksanankan dan dinilai (easy of administration and scoring).
Lado (1961) mengajukan lima kriteria untuk melihat tes bahasa, yaitu: (1) validity, (2) reliability, (3)scorability, (4) economy,dan  (5) administrability. Selanjutnya Harris (1969), tanpa mengurangi esensinya tetapi dalam pengelompokkan yang lebih sederhana bahwa tes yang baik memiliki tiga kualitas, yaitu (1) validity, (2) reliability, (3) practicality.
Moulton (1961) dalam International Congress Of Linguisyics mengemukakan lima asumsi Metode Audiolingual yang menjadi terkenal hingga awal tahun tujuh puluhan sebagai slogan, yaitu: (1) bahasa adalah ujaran, dan bukan tulisan (2) bahasa adalah seperangkat kebiasaan (3) ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa (4) bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli, bukan apa yang dianggap sebenarnya oleh orang itu (5) bahasa berbeda satu dengan yang lain. Metode ini mulai goyah dengan lahirnya Gramatika Transformasi dari Cromsky (1957) dan aliran psikologi kognitif. Menurut Cromsky, pemerolehan bahasa (language acquisition) tidak dapat di capai melalui pembentukan kebiasaan karena bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara semacam itu apalagi dalam waktu yang singkat, proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule formation process), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation process). Ia berpendapat bahwa manusia memiliki apa yang disebut “innate capacity”, sesuatu kemampuan pada dirinya untuk memahami dan menciptakan ungkapan-ungkapan baru.
Snyder dalam Purwo (1991). Menyarankan contoh-contoh tes komunikatif dengan menggunakan tes konvensional, seperti:
1.      Multiple Choise Question
a.      Multiple choise fill-in-the-blank
Tes pilihan ganda ini disusun berupa pertanyaan atau soal dengan disediakan alternatif jawaban yang harus dilanjutkan dengan pendapat siswa.
b.      Open –ended multiple choice
c.       Multiple choice-multiple choice
Siswa dituntut untuk memilih lebih dari satu (misalnya tiga)  dari sepuluh atau lebih banyak lagi dari jawaban yang disediakan.
2.      Fill-in-the-blank-question
a.      Fill-in-the-blank fill-in-the-blank
Tes ini sesuai untuk melatih logika siswa
b.      Creative fill-in-the-blank-items
Melatih logika siswa dapat dilakukan dengan cara lain, yakni siswa meneruskan kalimat.
c.       Multiple-anwer-fill-in-the-blank items
3.      Building Elaboration Skills
Pada pertanyaan yang panjang berupa kalimat atau alenia, siswa sering memberikan jawaban yang pendek karena siswa berpendapat makin banyak jawaban yang diberikan makin banyak kesalahan yang dibuatnya. Sebaiknya guru memberikan penghargaan atas kreativitas siswa.
a.      Improving dehydrated sentences
Siswa dituntut untuk meningkatkan kebermaknaan dari kata-kata yang terbatas yang menjadi kalimat lengkap.
b.      Extended sentences
Cara lain mungkin dengan cara memperpanjang atau memperluas kalimat.
c.       Extended sentences
Mengembangkan paragraf denagan cara memberikan pikiran-pikiran penjelas yang telah disediakan.
4.      Personalized Answers
Tes konvensional menghendaki siswa menjawbab pertanyaan atas dasar model yang telah disediakan.
5.      Selected Answers
Dalam tes komunikatif sebaiknya siswa diberi pilihan dan kebebasan menjawab.
6.      Providing Realistic Contexts
a.      divergent description
b.      Divergent fill-in-the blank
c.       Selected subjects

B.     Evaluasi Pengajaran Bahasa Tulis
Selanjutnya akan dibahas kaidah-kaidah penulisan tes esai. Mutu tes soal bentuk esai sebagai alat untuk mengukur hasil belajar sangat ditentukan oleh cara menyusun soal dan cara menentuka skor. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Batasilah penggunaan bentuk tes esai hanya untuk hasil-hasil belajar yang tidak memuaskan kalu dievaluasi dengan mempergunakan soal-soal tes bentuk objektif.
b.      Rumusan soal-soal bentuk esai itu sedemikian rupa sehingga akan mampu dipergunakan untuk mengukur perilaku hasil belajar sebagaimana dinyatakan dalam TIK.
c.       Susunlah kalimat setiap butir soal esai dengan baik dan benar sehingga apa yang harus dilakukan oleh tes itu jalas.
d.      Tunjukkan kira-kira waktu yang diperlukan untuk setiap butir soal.
e.       Hindarkan penggunaan butir soal pilihan.
f.       Setiap butir soal esai itu merupakan sebuah rumusan masalah yang spesifik dan pasti.
g.      Setiap butir soal bentuk esai hendaknya disertai petunjuk yang jelas mengenai jawaban yang dikehendaki penyusun.
h.      Hendaknya kunci jawabannya dibuat serempak dengan penyusunan butir-butir soalnya.
i.        Hendaknya seluruh bahan diolah menjadi suatu bahan yang terpadu dan komprehensif.
j.        Hendaknya diusahakan kadar perbandingan antara proporsi butir-butir soal yang mudah, sdang dan sukar berkisar antara 30%, 50%, dan 20%.
k.      Hendaknya butir-butir soal tes bentuk esai disusun dari mudah pada yang sukar.
Evaluasi pembelajaran siswa dapat berupa:
1.      Tes pencapaian (achievment test) yaitu mengevaluasi tingkat pencapaian atau kemajuan siswa dalam proses pembelajaran bahasa.
2.      Tes sikap (attitudes test) yaitu mencari dan meramalkan tingkat kemampuan dalam menguasai sebuah bahasa yang baru atau yang akan dipelajari.
3.      Tes keberhasilan belajar, yaitu yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalammencapai tujuan kegiatan pembelajaran. Tes ini dapat dilkukan dengan tes harian, tes semester, dan ujian sekolah.
4.      Tes diagnostik, yaitu yang dilakukan sebelum atau selama masih berlangsung kegiatan pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk menemukan konsep pembelajaran yang masih dianggap sulit siswa.

Langkah-langkah evaluasi pembelajaran bahasa
1.      Perencanaan Evaluasi
Perencanaan evaluasi ini berlaku untuk ulangan umum, ujian sekolah dan EBTA. Kegiatan guru adalah.
a.       Inventarisasi Bahan Evaluasi
Pokok Bahasan/SPB Bahasan
GBPP
Buku Sumber
f
%


1
11
111
























Bahan yang ditulis ke dalam format tersebut adalah bahan yang diberikan kepada siswa. Buku sumber ditulis adalah buku yang dijadikan bahan pembelajaran di kelas, baik pegangan maupun pegangan guru.         
b.      Kisi-kisi Evaluasi
Kisi-kisi evaluasi merupakan pedoman guru dalam menyusun soal.
Contoh:
KISI-KISI BUTIR SOAL ULANGAN UMUM
Satuan Pendidikan      : MI
Mata Pelajaran             : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas                           : IV
Semester                      : I
Waktu                          : 90 menit
Jumlah soal                  : 60 butir
TPU.
PB/SPB
Uraian Bahan
Kelas
Semester
Indikator
Bentuk Soal
No. Soal
Bobot
ket
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10











c.       Penulisan Butir soal
Butir soal sebaiknya ditulis dulu dalam kartu soal, manfaatnya agar sekolah memiliki bank soal.
BUTIR SOAL
Satuan Pendidikan      :  ............................
Kurikulum                   : 1994
Kelas                           :  .............................
Semester                      :  .............................
Nama Penyusun          :  .............................

TPU
No. PB
No. SB
Buku Sumber





Rumusan butir soal



Materi
Kunci Jawaban




Indikator



d.      Penulisan Butir Soal
a)      Mengkaji rumusan TPK sudah benar atau salah
b)      Mengkaji hubungan antara butir soal dengan TPK atau indikator dan kartu soal
c)      Mengkaji butior soal
d)     Mengkaji bahasa dalam butir soal
e)      Mengkaji hubungan antara atatement dengan option pada soal pilihan ganda
f)       Mengkaji homogenitas option.

2.      Pelaksanaan Evaluasi
Meliputi pengawasan, pengadministrasian, dan pengaturan ruangan.
3.      Pengolahan Hasil
Melalui pendekatan evaluasi dan skala penilaian. Pendekatan evaluasi meliputi
1)      Penilain Acuan Patokan (PAP)
2)      PENILAIAN Acuan Normal (PAN)
3)      KOMBINASI PAP dan PAN
Skala penilaian meliputi
1)      Skala 100
2)      Skala 10
3)      Skala 5
4)      Skor T
5)      Dan skor T

 IV.            KESIMPULAN
Tujuan pembelajaran, pengalaman belajar, dan evaluasi merupakan tiga serangkai yang senantiasa harus terjalin dalam pendidikan. Tujuan pendidikan yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus keberhasilannya hanya dapat diketahui apabila dilakukan penilaian.
Secara garis besar alat penilaian dibedakan atas dua macam, yakni tes dan nontes.tes atau evaluasi adalah alat yang dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Dengan demikian tes merupakan salah satu alat pengukuran yang digunakan di kelas, yaitu untuk memperoleh informasi tentang seseorang, dan dipergunakan untuk maksud pendidikan (Tuckman dalam Nurgiyanto, 1988:6).

    V.            PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun,kami menyadari bahwa makah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang, semoga makalah iani bermanfaat bagi pembaca sekalian.


0 Response to "EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel