EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI
Wednesday, March 12, 2014
Add Comment
EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI
I.
PENDAHULUAN
Kurikulum 1994 mata pelajaran bahasa Indonesia
bagi Madrasah Ibtidaiyah memandang mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia
adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan
sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Selanjutnya, program itu dirumuskan ke dalam
berbagai tujuan (lihat GBPP Kurikulum 1994). Tujuan-tujuan tersebut
pencapaiannya dijembatani oleh sebuah butir pembelajaran yang meliputi aspek
kebahasan, aspek kesastraan, dan aspek keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ruang
lingkup mata pelajaran Bahasa dan Satra Indonesia untuk MI meliputi penguasaan
kebahasaan (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana), kemampuan
mengapresiasi sastra, dan akhirnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia baik
ragam tulis maupun ragam lisan.
Adapun nhal-hal yang perlu diperhatikan yamg
berkenaan dengan pelaksanaan yakni: butir pembelajaran kebahasaan diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Pelaksanaannya di kelas butir
pembelajaran ini diintegrasikan ke dalam butir pembelajaran lain yang dapat
dilakukan secara bersamaan. Keterampilan menyimak ini tentunya dapat dipadukan
baik dengan keterampilan berbicara, membasa, dan menulis maupun dengan
aspek-aspek kebahasaan yang terdapat pada wacana yang bersangkutan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Mac Carthy dalam Tarigan , dan Tarigan (1986: 6-7) yang
menyatakan bahwa kegiatan menyimak dan berbicara berhubungan erat dengan bahasa
tulis.
II.
TUJUAN
PEMBELAJARAN KHUSUS
A.
Evaluasi
Pengajaran Bahasa Lisan
B.
Evaluasi
Pengajaran Bahasa Tulis
III.
URAIAN
MATERI
A.
Evaluasi
Pengajaran Bahasa Lisan
Tujuan pembelajaran, pengalaman belajar, dan
evaluasi merupakan tiga serangkai yang senantiasa harus terjalin dalam
pendidikan. Tujuan pendidikan yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus
keberhasilannya hanya dapat diketahui apabila dilakukan penilaian.
Secara garis besar alat penilaian dibedakan
atas dua macam, yakni tes dan nontes.tes atau evaluasi adalah alat yang
dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Dengan
demikian tes merupakan salah satu alat pengukuran yang digunakan di kelas,
yaitu untuk memperoleh informasi tentang seseorang, dan dipergunakan untuk
maksud pendidikan (Tuckman dalam Nurgiyanto, 1988:6).
Nurgiyantoro (1988) berpendapat bahwa penilaian
bukan sekedar pemberian nilai. Dalam dunia pendidikan penilaian berarti
mempertimbangkan hasil belajar siswa, cara mengajar guru, kegiatan belajar
mengajar, kurikulum, dan sebagainya. Selanjutnya Nurgiyantoro menegaskan
pendapat Cronbach bahwa penilaian adalah suatu proses pengumpulan dan
penggunaan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan
tentang program pendidikan.
Untuk kepentingan evaluasi menulis Chimombo
dalam Purwo (1991) memberikan teknik evaluasi berupa teknik evaluasi tingkat
kalimat, teknik evaluasi tingkat paragraf, dan teknik tingkat komposisi.
a)
Teknik
Tingkat Kalimat
Salah satu teknik yang digunakan ialah mengetik
(walaupun dapat juga diketik dengan tangan) pada kertas terpisah, bahasan
diambil dari pekerjaan siswa minggu sebelumnya. Didalam kalimat-kalimat itu
terdapat kesalahan dari jenis yang dibuat oleh sebagian siswa. Misalnya,
kalimat siswa yang diambil dari surat sahabat pena yang telah memintanya untuk
menceritakan musim di negerinya sendiri dan membicarakan musim yang disukainya.
Berdasarkan pengalaman, paling banyak lima atau
enam kalimat dapat ditangani di kelas selama empat puluh menit. Oleh karena
itu, kelas dibagi ke dalam empat kelompok, yang terdiri atas lima atau enam
siswa. Untuk siswa dalam jumlah besar (sampai lima puluh anak) dua kelompok
diberi tugas membahas kalimat yang sama, selalu memberikan hasil yang
berlainan. Dengan cara ini, kebanyakan dari kesalahan itu dapat dibenahi, jika
tidak oleh kelompok yang satu, tentu oleh kelompok yang lain. Segera, sesudah
mencapai kesepakatan atas pembetulan yang terdapat pada kalimat yang dibahas
per kelompok, siswa memilih seorang temannya menuliskan kalimat yang salah di
sisi kiri papan tulis dan seorang temannya menuliskan kalimat yang betul di
sebelah kanan.
Langkah berikutnya ialah mengevaluasi bersama,
di dalam diskusi kelas, versi pembetulan, karena sering terjadi bahwa masih ada
satu atau dua kesalahan yang terabaikan. Biasannya, siswa menemukan
persoalannya dan memperbaikannya. Akan tetapi, jarang terjadi bahwa semua
persoalan dapat diperbaiki oleh dua kelompok yang membahas dua kalimat yang
sama, dan sering kali tak seorang pun di kelas yang mampu memperbaiki persoalan
tertentu.guru dapat mengetahui persis butir tat bahasa yang manakah yang
merupakan persoalan bagi siswanya, dan bagaiman menerangkannya.
Langkah terakhir ialah memberi siswa waktu
beberapa menit untuk kembali memeriksa pekerjaannya atau tidak, dan mereka
diminta memeriksa apakah mereka membuat kesalahan yang sama yang dibuat oleh
teman mereka, dan langsung membetulkannya kalau ada kesalahan.
Pembetulan kesalahan seperti melalui teknik
seperti ini akan lebih tertanamkan dibenak siswa dari pada melalui cara
sebagaimana yang lazim dilakukan ole para guru, yakni menandai kesalahan siswa
pada kertaspekerjaan mereka dengan warna merah, atau membahas scara umum
kesalahan-kesalahan tersebut pada waktu mengembalikan pekerjaan tersebut.
b)
Teknik
Tingkat Paragraf
Teknik kedua yang digunakan, khususnya untuk
menangani persoalan yang lebih luas, menyangkut wacana, ialah menyajikan kepada
seluruh siswa sebuah paragraf lengkap yang disusun oleh seorang siswa. Jika ada
paragraf yang pendek, dapat langsung dituliskan dipapan tulis, dan dibicarakan
bersama di kelas.
c)
Teknik
Tingkat Komposisi
Untuk karanagan siswa yang terdiri atas dua
paragraf atau lebih, lebih baik karangan itu dibagikan dalam bentuk stensilan
(apa adanya dengan kesalahan yang belum dikoreksi) kepada seluruh siswa.
Selanjutnya bahasan ini diarahkan pada jenis tes. Secara garis besar jenis tes
dapat dibedakan atas tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan. Tes lisan
lebih banyak menggunakan bentuk soal uraian sedangkan tes tertulis biasanya
menggunakan tes objektif (pilihan ganda). Tes perbuatan biasanya digunakan
untuk mengukur pelajaran yang bersifa keterampilan.
Wibisana, dkk (1996) menyebutkan bahwa tes yang
baik harus memenuhi enam syarat, yaitu validity, reliability, objectvity,
discrimination, comprehensiveness, dan ease of administration and
scoring. Tes dianggap sahih (valid) apabila tes tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur. Tes kosakata (vocabulary tes) dianggap tidak
sahihkalau tes tersebut digunakan untuk mengukur pengetahuan tata bahasa, tes
yang baik juga harus andal (reliable); artinya, harus akurat dan
konsisten. Selain itu juga harus objektif, artinya tes harus fair bagi
pengambil tes yang memang menguasai persoalan.
Selain
itu, Micheels dan Karnesberpendapat bahwa tes yang baik harus mampu memisahkan
siswa yang pandai dan siswa yang bodoh (discrimination) dan materi tes
harus mencakup bahan yang pernah diajarkan (comprehensivenees).tidak
kalah pentingnya adalah syarat terakhir yaitu mudah dilaksanankan dan dinilai (easy
of administration and scoring).
Lado
(1961) mengajukan lima kriteria untuk melihat tes bahasa, yaitu: (1)
validity, (2) reliability, (3)scorability, (4) economy,dan (5) administrability. Selanjutnya Harris
(1969), tanpa mengurangi esensinya tetapi dalam pengelompokkan yang lebih
sederhana bahwa tes yang baik memiliki tiga kualitas, yaitu (1) validity,
(2) reliability, (3) practicality.
Moulton
(1961) dalam International Congress Of Linguisyics mengemukakan lima asumsi
Metode Audiolingual yang menjadi terkenal hingga awal tahun tujuh puluhan
sebagai slogan, yaitu: (1) bahasa adalah ujaran, dan bukan tulisan (2) bahasa
adalah seperangkat kebiasaan (3) ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa (4)
bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli, bukan apa yang dianggap
sebenarnya oleh orang itu (5) bahasa berbeda satu dengan yang lain. Metode ini
mulai goyah dengan lahirnya Gramatika Transformasi dari Cromsky (1957) dan
aliran psikologi kognitif. Menurut Cromsky, pemerolehan bahasa (language
acquisition) tidak dapat di capai melalui pembentukan kebiasaan karena
bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara semacam itu apalagi dalam
waktu yang singkat, proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule
formation process), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation
process). Ia berpendapat bahwa manusia memiliki apa yang disebut “innate
capacity”, sesuatu kemampuan pada dirinya untuk memahami dan menciptakan
ungkapan-ungkapan baru.
Snyder
dalam Purwo (1991). Menyarankan contoh-contoh tes komunikatif dengan
menggunakan tes konvensional, seperti:
1.
Multiple
Choise Question
a.
Multiple
choise fill-in-the-blank
Tes pilihan ganda ini disusun
berupa pertanyaan atau soal dengan disediakan alternatif jawaban yang harus
dilanjutkan dengan pendapat siswa.
b.
Open
–ended multiple choice
c.
Multiple
choice-multiple choice
Siswa dituntut untuk memilih
lebih dari satu (misalnya tiga) dari
sepuluh atau lebih banyak lagi dari jawaban yang disediakan.
2.
Fill-in-the-blank-question
a.
Fill-in-the-blank
fill-in-the-blank
Tes ini sesuai untuk melatih logika siswa
b.
Creative
fill-in-the-blank-items
Melatih logika siswa dapat
dilakukan dengan cara lain, yakni siswa meneruskan kalimat.
c.
Multiple-anwer-fill-in-the-blank
items
3.
Building
Elaboration Skills
Pada pertanyaan yang panjang
berupa kalimat atau alenia, siswa sering memberikan jawaban yang pendek karena
siswa berpendapat makin banyak jawaban yang diberikan makin banyak kesalahan
yang dibuatnya. Sebaiknya guru memberikan penghargaan atas kreativitas siswa.
a.
Improving
dehydrated sentences
Siswa dituntut untuk
meningkatkan kebermaknaan dari kata-kata yang terbatas yang menjadi kalimat
lengkap.
b.
Extended
sentences
Cara lain mungkin dengan cara
memperpanjang atau memperluas kalimat.
c.
Extended sentences
Mengembangkan paragraf denagan
cara memberikan pikiran-pikiran penjelas yang telah disediakan.
4.
Personalized
Answers
Tes konvensional menghendaki
siswa menjawbab pertanyaan atas dasar model yang telah disediakan.
5.
Selected
Answers
Dalam tes komunikatif
sebaiknya siswa diberi pilihan dan kebebasan menjawab.
6.
Providing
Realistic Contexts
a.
divergent
description
b.
Divergent
fill-in-the blank
c.
Selected
subjects
B.
Evaluasi
Pengajaran Bahasa Tulis
Selanjutnya
akan dibahas kaidah-kaidah penulisan tes esai. Mutu tes soal bentuk esai
sebagai alat untuk mengukur hasil belajar sangat ditentukan oleh cara menyusun
soal dan cara menentuka skor. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut.
a.
Batasilah
penggunaan bentuk tes esai hanya untuk hasil-hasil belajar yang tidak memuaskan
kalu dievaluasi dengan mempergunakan soal-soal tes bentuk objektif.
b.
Rumusan
soal-soal bentuk esai itu sedemikian rupa sehingga akan mampu dipergunakan
untuk mengukur perilaku hasil belajar sebagaimana dinyatakan dalam TIK.
c.
Susunlah
kalimat setiap butir soal esai dengan baik dan benar sehingga apa yang harus
dilakukan oleh tes itu jalas.
d.
Tunjukkan
kira-kira waktu yang diperlukan untuk setiap butir soal.
e.
Hindarkan
penggunaan butir soal pilihan.
f.
Setiap butir
soal esai itu merupakan sebuah rumusan masalah yang spesifik dan pasti.
g.
Setiap butir
soal bentuk esai hendaknya disertai petunjuk yang jelas mengenai jawaban yang
dikehendaki penyusun.
h.
Hendaknya
kunci jawabannya dibuat serempak dengan penyusunan butir-butir soalnya.
i.
Hendaknya
seluruh bahan diolah menjadi suatu bahan yang terpadu dan komprehensif.
j.
Hendaknya
diusahakan kadar perbandingan antara proporsi butir-butir soal yang mudah,
sdang dan sukar berkisar antara 30%, 50%, dan 20%.
k.
Hendaknya
butir-butir soal tes bentuk esai disusun dari mudah pada yang sukar.
Evaluasi pembelajaran
siswa dapat berupa:
1.
Tes
pencapaian (achievment test) yaitu mengevaluasi tingkat pencapaian atau
kemajuan siswa dalam proses pembelajaran bahasa.
2.
Tes sikap (attitudes
test) yaitu mencari dan meramalkan tingkat kemampuan dalam menguasai sebuah
bahasa yang baru atau yang akan dipelajari.
3.
Tes
keberhasilan belajar, yaitu yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
siswa dalammencapai tujuan kegiatan pembelajaran. Tes ini dapat dilkukan dengan
tes harian, tes semester, dan ujian sekolah.
4.
Tes
diagnostik, yaitu yang dilakukan sebelum atau selama masih berlangsung kegiatan
pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk menemukan konsep pembelajaran yang masih
dianggap sulit siswa.
Langkah-langkah
evaluasi pembelajaran bahasa
1.
Perencanaan
Evaluasi
Perencanaan
evaluasi ini berlaku untuk ulangan umum, ujian sekolah dan EBTA. Kegiatan guru
adalah.
a.
Inventarisasi
Bahan Evaluasi
Pokok
Bahasan/SPB Bahasan
|
GBPP
|
Buku
Sumber
|
f
|
%
|
||
1
|
11
|
111
|
||||
Bahan yang ditulis ke
dalam format tersebut adalah bahan yang diberikan kepada siswa. Buku sumber
ditulis adalah buku yang dijadikan bahan pembelajaran di kelas, baik pegangan
maupun pegangan guru.
b.
Kisi-kisi
Evaluasi
Kisi-kisi evaluasi
merupakan pedoman guru dalam menyusun soal.
Contoh:
KISI-KISI
BUTIR SOAL ULANGAN UMUM
Satuan Pendidikan : MI
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas :
IV
Semester :
I
Waktu :
90 menit
Jumlah soal : 60 butir
TPU.
|
PB/SPB
|
Uraian Bahan
|
Kelas
|
Semester
|
Indikator
|
Bentuk Soal
|
No. Soal
|
Bobot
|
ket
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
c.
Penulisan
Butir soal
Butir soal sebaiknya
ditulis dulu dalam kartu soal, manfaatnya agar sekolah memiliki bank soal.
BUTIR
SOAL
Satuan Pendidikan :
............................
Kurikulum :
1994
Kelas : .............................
Semester : .............................
Nama Penyusun :
.............................
TPU
|
No. PB
|
No. SB
|
Buku Sumber
|
||||
Rumusan butir soal
|
|||||||
Materi
|
Kunci Jawaban
|
||||||
Indikator
|
|||||||
d.
Penulisan
Butir Soal
a)
Mengkaji
rumusan TPK sudah benar atau salah
b)
Mengkaji
hubungan antara butir soal dengan TPK atau indikator dan kartu soal
c)
Mengkaji
butior soal
d)
Mengkaji
bahasa dalam butir soal
e)
Mengkaji
hubungan antara atatement dengan option pada soal pilihan ganda
f)
Mengkaji
homogenitas option.
2.
Pelaksanaan
Evaluasi
Meliputi pengawasan,
pengadministrasian, dan pengaturan ruangan.
3.
Pengolahan
Hasil
Melalui pendekatan
evaluasi dan skala penilaian. Pendekatan evaluasi meliputi
1)
Penilain
Acuan Patokan (PAP)
2)
PENILAIAN
Acuan Normal (PAN)
3)
KOMBINASI PAP
dan PAN
Skala penilaian
meliputi
1)
Skala 100
2)
Skala 10
3)
Skala 5
4)
Skor T
5)
Dan skor T
IV.
KESIMPULAN
Tujuan pembelajaran, pengalaman belajar, dan
evaluasi merupakan tiga serangkai yang senantiasa harus terjalin dalam
pendidikan. Tujuan pendidikan yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus
keberhasilannya hanya dapat diketahui apabila dilakukan penilaian.
Secara garis besar alat penilaian dibedakan
atas dua macam, yakni tes dan nontes.tes atau evaluasi adalah alat yang
dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Dengan
demikian tes merupakan salah satu alat pengukuran yang digunakan di kelas,
yaitu untuk memperoleh informasi tentang seseorang, dan dipergunakan untuk
maksud pendidikan (Tuckman dalam Nurgiyanto, 1988:6).
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun,kami menyadari
bahwa makah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang, semoga makalah iani
bermanfaat bagi pembaca sekalian.
0 Response to "EVALUASI PENGAJARAN BAHASA DI KELAS-KELAS TINGGI"
Post a Comment