Pernikahan

PERNIKAHAN
I.         PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala nikmatnya baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Hadits merupakan sumber hukum Islam yang ke dua setelah al-Qur’an, maka dari itu mengetahui hukum-hukum Islam dengan dasar hadits atau sunnah rasul mutlak diperlukan dan diketahui, dalam hal ini hadits sangat sentral fungsinya, karena hadits menerangkan apapun yang ada di dalam al-Qur’an yang sifatnya masih global. Pada pembahasan kali ini yang dikaji adalah pernikahan yang artinya “menjalin hubungan” yang bersifat legal menurut agama dan hukum perundang-undangan atau dapat juga diartikan berkumpulnya seorang laki-laki dan perempuan dalam hubungan yang sah.
II.      POKOK BAHASAN

A.    Pengertian Nikah.
B.     Hadits-hadits Tentang Pernikahan.

III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa berarti berkumpul menjadi satu. Menurut syara’ adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan atau dianjurkan oleh syara’. Allah berfirman dalam al-Qur’an :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa’ : 3).

Islam menganjurkan manusia untuk nikah, karena nikah itu mempunyai pengaruh yang baik, baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat maupun seluruh umat manusia. Pengaruh yang baik bagi manusia antara lain :
1.      Naluri seks merupakan naluri yang paling kuat yang selamanya menuntut adanya adanya penyaluran. Jika naluri ini tidak disalurkan menurut saluran yang sah, maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan ujung-ujungnya menerobos kejalan yang jahat.
2.      Nikah inilah jalan yang alami dan penyaluran biologis yang baik dan sesuai.
3.      Nikah suatu jalan yang baik untuk membuat anak-anak keturunannya menjadi mulia serta memelihara nasab.
4.      Nikah mewadai naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suatu hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh perasaan ramah, cinta dan kasih sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
5.      Bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anak dapat menimbulkan sikap rajin dan tekun mencari nafkah.[1]
B.     Hadits-Hadits Tentang Pernikahan
1.      Hadits Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال تنكح المرأة لاربع : لمالها و لنسابها ولجمالها ولدينها. فاظفر بذات الدين تربت يداك (اخرجه البخاري في كتاب النكاح).
Artinya : “Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda : “Wanita itu hendaknya dikawin karena empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya (jika tidak demikian) hendaklah kamu memilih yang beragama, pasti kamu berbahagia.”[2]

Ulasan :
a.    Walaupun pada hadits ini hanya diutarakan persyaratan wanita, namun berlaku pula untuk laki-laki.
b.    Suami atau istri yang kuat imannya maka lebih terpercaya jika ia berada jauh dari istri atau suaminya, karena agamnya, itulah yang jadi perisainya. Oleh sebab itu rasa beragama itu haruslah jadi syarat utama dalam pemilihan calon.
c.    Mendapat pasangan yang kaya tetapi tidak beragama yang baik, maka anda akan kecurian tiap saat. Karena uang akan mampu menembus semua halangan, sehingga semua akan menjadi halal baginya.
d.   Mendapatkan pasangan hidup yang indah rupawan tetapi tidak beragama, maka anda tidak berhati tenang pula, sebab ia mudah tergoda dan semua mata ingin melihat dan menikmatinya.
e.    Mendapatkan pasangan hidup bangsawan tetapi tidak beragama, maka anda akan dianggap budak beliau atau orang sewaannya saja, sehingga anda tidak akan merasa bagaimana hidup berumah tangga.
Mencari calon yang memenuhi keempat syarat itu sulit diperoleh, namun jadikanlah rasa beragamanya syarat mutlak, jika anda ingin berhai tenang berdampingan hidup bersama keluarga nantinya.[3]
Jadi dengan jelas hendaknya agama dan budi pekerti itulah yang menjadi pokok utama untuk pemilihan dalam perkawinan, karena agama dan budi pekerti inilah yang patut dan baik menjadi ukuran untuk pergaulan yang akan kekal, serta dapat menjadi dasar kerukunan dan kemaslahatan rumah tangga serta keluarga seumumnya. Sabda Nabi saw.
من نكحها لدينها رزقه الله مالها
Artinya : “Barang siapa mengawini seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah akan mengaruniainya dengan harta.”[4]

2.      Hadits ‘Aisyah tentang nikah sebagai sunah Nabi.
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني وتزوجوا فإني مكاثربكم الأمم ومن كان ذاطول فلينكح ومن لم يجد فعليه بالصيام فإن الصوم له وجاء (اخرجه ابن ماجه في كتاب النكاح).ييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييس
Artinya : “Dari ‘Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Nikah merupakan sebagian dari ajaran Islam, maka barang siapa yang tidak melaksanakan sunahku maka ia bukan termasuk bagian dariku. Dan menikahlah karena sesungguhnya aku (Muhammad) merasa bangga berada dihadapan umat-umat lain dengan banyaknya umatku. Barang siapa mempunyai kemampuan maka nikahlah dan barang siapa belum sanggup menikah maka hendaklah ia berpuasa karean sesungguhnya berpuasa itu menjadi perisai baginya”.[5]

Dari hadits dijelaskan bahwa Nabi menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu dan siap untuk menikah agar segera menikah.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah. Secara rinci hukum pernikahan adalah sebagai berikut :
1.     Nikah itu sunah bagi laki-laki yang telah memerlukan penyaluran biologis, sekalipun orang yang bersangkutan sibuk dengan urusan ibadahnya, dan mampu memikul biaya mahar (mas kawin), sandang pangan dan nafkah sehari-hari.
2.     Nikah hukumnya makruh bagi orang yang tidak memerlukan penyaluran biologisnya, dan bagi yang tidak mampu memberikan nafkah, sandang dan papan.
3.     Nikah yang hukumnya sunah dapat menjadi wajib karena dinadzarkan. Juga wajib bagi orang yang cukup sandang, pangan dan papan dan dikhawatirkan berzina.
4.     Haram bagi orang yang berkehendak menyakiti perempuan yang akan dinikahi.[6]
3.      Hadits Abdullah bin Mas’ud tentang anjuran untuk menikah.
عن عبد الرحمن بن يزيد عن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يامعشر الشباب من الستطاع منكم البأة فليتزةج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعـليه بـالصوم فإن له وجاء (أخرجه مسلم في كتاب النكاح)ااااللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللسسسسسسسسسسسسسسسسسسg
Artinya : “Dari Abdurrahman bin Yazid, katanya dari Abdillah berkata : Rasulullah saw bersabda kepada kami : “Wahai golongan pemuda, barang siapa yang mampu menyediakan ongkos kawin, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya ia lebih manjaga mata dan lebih manjaga kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu, maka ia wajib baginya berpuasa, maka sesungguhnya ia menjadi perisai baginya”[7]

Hadits ini menjelaskan bahwa nabi menandaskan kepada siapa saja diantara para pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk nikah dan mempunyai penghasilan untuk menafkahi rumah tangga serta berkeinginan hidup berumah tangga hendaklah bernikah. Tidak boleh hidup membujang. Mereka yang tidak sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, hendaknya ia berpuasa, karena puasa baginya sama dengan mensterilkan diri.[8]
Sebagaimana firman Allah SWT :
É#Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur tûïÏ%©!$# Ÿw tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuŽÏZøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur : 33).[9]

Menurut jumhur para ulama perintah ini adalah parintah sunnah. Para ulama menetapkan bahwa perintah disini perintah wajib. Mereka berkata : “seseorang wajib menikah jika dikhawatirkan terjerumus kedalam kancah kemaksiatan”. Tetapi ahludz dzahir hanya mewajibkan menikah, tidak mewajibkan persetubuhan. Al-Qur’an dan hadits menyuruh kita menikah.
Dalam soal nikah ulama syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam empat golongan :
a.    Golongan yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai belanja untuk itu.
b.    Golongan yang tidak mempunyai hasrat untuk nikah, dan tidak punya belanja untuk nikah, golongan ini yang dimakruhkan nikah.
c.    Golongan yang berhasrat untuk nikah tetapi tidak punya belanja, golongan inilah yang disuruh berpuasa untuk mengendalikan syahwatnya.
d.   Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk nikah. Golongan ini menurut Asy-Syafi’i lebih baik tidak menikah.
Menurut Abu Hanifah dan segolongan Malikiyah untuk golongan ini diutamakan menikah.[10]
Dengan demikian hadits ini menjelaskan bahwa hadits ini menganjurkan supaya seluruh umat Islam, muda ataupun tua yang mampu menafkahi rumah tangga supaya menikah. Dan menyatakan bahwa menikah adalah sunnah nabi. Begitu juga mengatakan bahwa membujang, sebagai yang dilakukan para pastur, tidak dibenarkan olah agama Islam.[11]

IV.   KESIMPULAN
Nikah dapat diartikan sebagai suatu jalinan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan yang sah atau legal.
Nikah menghasilkan efek yang positif bagi kelangsungan hidup manusia baik fisik maupun psikis. Terdapat bebarapa hadits yang sangat rinci menerangkan tentang pernikahan dan di dalamnya terdapat beberapa hukum yang menerangkan perihal pernikahan ini sendiri, dan juga ada beberapa golongan masyarakat dalam hal nikah.

V.      PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami harapkan saran dan kritik yang membangun dan semoga makalah ini dapat bermanfaat nantinya. Amin.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Adib Mohammad Machfuddin, Terjemahan Bulughul Maram, Semarang : PT. Karya Toha Putra. 1985.
Al-Fanani, Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibasi, Terjemahan Fathul Mu’in, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2003.
Al-Karani Abu Abbas Syihanuddin bin Abu Bakar Abdurrahman Ismail, Zawarij ibnu Majah ‘Ala Kutubil Khomsah, Darul Kutub Al-ilmiyah Lebanon, 1993.
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Mutiara Hadits, Semarang : PT Pustaka Eizki Putra, 2003.
Mansyur Kahar, Bulughul Maram 2, Jakarta : Attahiriyah, 1976.
Rifa’i Muhammad, Mutiara Fiqih, Semarang : CV Wicaksana, 1998.
Sunarto Achmad dkk., Terjemah Shohih Bukhori jilid VII, Semarang : CV Asy-Syifa’, 1993.



[1] Drs. H. Moh. Rifa’i, Mutiara Fiqh, Semarang : CV. Wicaksana, 1998, hlm 812-816.
[2] Drs. Moh. Machfuddin Al-Adib, Terjemah Bulughul Maram, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1985, hlm. 493.
[3] K.H. Kohar Mansyur, Bulughul Maram 2, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, hlm. 6-7.
[4] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, 1976, hlm. 358-359.
[5] Abu Abbas Syihanuddin bin Abu Bakar Abdurrahman Ismail al-Karani, Zawarij Ibnu Majah ‘ala Kutubil Khomsah, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Lebanon, 1993, hlm. 262-263.
[6] Op.Cit. hlm. 817.
[7] Ahmad Sunarto dkk., Terjemah Shohih Bukhori Jilid VII, Semarang : CV. Asy-Syifa’, 1993, hlm. 5-6.
[8] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003, hlm. 5.
[9] Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fanani, Terjemah Fathul Mu’in, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2003, hlm. 1156.
[10] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddieqy, Op.Cit. hlm. 5.
[11] Ibid. Hlm. 8

0 Response to "Pernikahan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel