Pernikahan
Tuesday, July 16, 2013
Add Comment
PERNIKAHAN
I.
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan segala nikmatnya baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Hadits
merupakan sumber hukum Islam yang ke dua setelah al-Qur’an, maka dari itu
mengetahui hukum-hukum Islam dengan dasar hadits atau sunnah rasul mutlak
diperlukan dan diketahui, dalam hal ini hadits sangat sentral fungsinya, karena
hadits menerangkan apapun yang ada di dalam al-Qur’an yang sifatnya masih
global. Pada pembahasan kali ini yang dikaji adalah pernikahan yang artinya “menjalin
hubungan” yang bersifat legal menurut agama dan hukum perundang-undangan atau
dapat juga diartikan berkumpulnya seorang laki-laki dan perempuan dalam
hubungan yang sah.
II. POKOK BAHASAN
A. Pengertian
Nikah.
B. Hadits-hadits
Tentang Pernikahan.
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Nikah
menurut bahasa berarti berkumpul menjadi satu. Menurut syara’ adalah suatu akad
yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pada
dasarnya pernikahan itu diperintahkan atau dianjurkan oleh syara’. Allah
berfirman dalam al-Qur’an :
÷bÎ)ur
÷LäêøÿÅz
žwr&
(#qäÜÅ¡ø)è?
’Îû
4‘uK»tGu‹ø9$#
(#qßsÅ3R$$sù
$tB
z>$sÛ
Nä3s9
z`ÏiB
Ïä!$|¡ÏiY9$#
4Óo_÷WtB
y]»n=èOur
yì»t/â‘ur
(
÷bÎ*sù
óOçFøÿÅz
žwr&
(#qä9ω÷ès?
¸oy‰Ïnºuqsù
÷rr&
$tB
ôMs3n=tB
öNä3ãY»yJ÷ƒr&
4
y7Ï9ºsŒ
#’oT÷Šr&
žwr&
(#qä9qãès?
ÇÌÈ
Artinya
: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
(QS. An-Nisa’ : 3).
Islam
menganjurkan manusia untuk nikah, karena nikah itu mempunyai pengaruh yang
baik, baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat maupun seluruh umat manusia.
Pengaruh yang baik bagi manusia antara lain :
1. Naluri
seks merupakan naluri yang paling kuat yang selamanya menuntut adanya adanya
penyaluran. Jika naluri ini tidak disalurkan menurut saluran yang sah, maka
banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan ujung-ujungnya menerobos kejalan
yang jahat.
2. Nikah
inilah jalan yang alami dan penyaluran biologis yang baik dan sesuai.
3. Nikah
suatu jalan yang baik untuk membuat anak-anak keturunannya menjadi mulia serta
memelihara nasab.
4. Nikah
mewadai naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suatu
hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh perasaan ramah, cinta dan kasih sayang
yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
5. Bertanggung
jawab terhadap istri dan anak-anak dapat menimbulkan sikap rajin dan tekun
mencari nafkah.[1]
B.
Hadits-Hadits Tentang Pernikahan
1.
Hadits
Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh.
عن أبي هريرة رضي
الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال تنكح المرأة لاربع : لمالها و لنسابها
ولجمالها ولدينها. فاظفر بذات الدين تربت يداك (اخرجه البخاري في كتاب النكاح).
Artinya
: “Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda : “Wanita itu
hendaknya dikawin karena empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya (jika tidak demikian) hendaklah kamu
memilih yang beragama, pasti kamu berbahagia.”[2]
Ulasan :
a.
Walaupun
pada hadits ini hanya diutarakan persyaratan wanita, namun berlaku pula untuk
laki-laki.
b.
Suami
atau istri yang kuat imannya maka lebih terpercaya jika ia berada jauh dari
istri atau suaminya, karena agamnya, itulah yang jadi perisainya. Oleh sebab
itu rasa beragama itu haruslah jadi syarat utama dalam pemilihan calon.
c.
Mendapat
pasangan yang kaya tetapi tidak beragama yang baik, maka anda akan kecurian
tiap saat. Karena uang akan mampu menembus semua halangan, sehingga semua akan
menjadi halal baginya.
d.
Mendapatkan
pasangan hidup yang indah rupawan tetapi tidak beragama, maka anda tidak
berhati tenang pula, sebab ia mudah tergoda dan semua mata ingin melihat dan
menikmatinya.
e.
Mendapatkan
pasangan hidup bangsawan tetapi tidak beragama, maka anda akan dianggap budak
beliau atau orang sewaannya saja, sehingga anda tidak akan merasa bagaimana
hidup berumah tangga.
Mencari calon yang memenuhi keempat syarat itu sulit
diperoleh, namun jadikanlah rasa beragamanya syarat mutlak, jika anda ingin
berhai tenang berdampingan hidup bersama keluarga nantinya.[3]
Jadi dengan jelas hendaknya agama dan budi pekerti
itulah yang menjadi pokok utama untuk pemilihan dalam perkawinan, karena agama
dan budi pekerti inilah yang patut dan baik menjadi ukuran untuk pergaulan yang
akan kekal, serta dapat menjadi dasar kerukunan dan kemaslahatan rumah tangga
serta keluarga seumumnya. Sabda Nabi saw.
من نكحها لدينها رزقه
الله مالها
Artinya
: “Barang siapa mengawini seorang perempuan karena agamanya, niscaya Allah
akan mengaruniainya dengan harta.”[4]
2.
Hadits
‘Aisyah tentang nikah sebagai sunah Nabi.
عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني وتزوجوا فإني مكاثربكم الأمم ومن كان
ذاطول فلينكح ومن لم يجد فعليه بالصيام فإن الصوم له وجاء (اخرجه ابن ماجه في كتاب
النكاح).ييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييس
Artinya
: “Dari ‘Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “Nikah
merupakan sebagian dari ajaran Islam, maka barang siapa yang tidak melaksanakan
sunahku maka ia bukan termasuk bagian dariku. Dan menikahlah karena
sesungguhnya aku (Muhammad) merasa bangga berada dihadapan umat-umat lain
dengan banyaknya umatku. Barang siapa mempunyai kemampuan maka nikahlah dan
barang siapa belum sanggup menikah maka hendaklah ia berpuasa karean
sesungguhnya berpuasa itu menjadi perisai baginya”.[5]
Dari hadits dijelaskan bahwa Nabi menganjurkan
kepada umatnya yang sudah mampu dan siap untuk menikah agar segera menikah.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah. Secara
rinci hukum pernikahan adalah sebagai berikut :
1.
Nikah
itu sunah bagi laki-laki yang telah memerlukan penyaluran biologis, sekalipun
orang yang bersangkutan sibuk dengan urusan ibadahnya, dan mampu memikul biaya
mahar (mas kawin), sandang pangan dan nafkah sehari-hari.
2.
Nikah
hukumnya makruh bagi orang yang tidak memerlukan penyaluran biologisnya, dan
bagi yang tidak mampu memberikan nafkah, sandang dan papan.
3.
Nikah
yang hukumnya sunah dapat menjadi wajib karena dinadzarkan. Juga wajib bagi
orang yang cukup sandang, pangan dan papan dan dikhawatirkan berzina.
3.
Hadits
Abdullah bin Mas’ud tentang anjuran untuk menikah.
عن عبد الرحمن بن يزيد عن عبد الله قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم يامعشر الشباب من الستطاع منكم البأة فليتزةج فإنه أغض للبصر
وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعـليه بـالصوم فإن له وجاء (أخرجه مسلم في كتاب النكاح)ااااللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللسسسسسسسسسسسسسسسسسسg
Artinya
: “Dari Abdurrahman bin Yazid, katanya dari Abdillah berkata : Rasulullah
saw bersabda kepada kami : “Wahai golongan pemuda, barang siapa yang mampu
menyediakan ongkos kawin, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya ia
lebih manjaga mata dan lebih manjaga kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu,
maka ia wajib baginya berpuasa, maka sesungguhnya ia menjadi perisai baginya”[7]
Hadits ini menjelaskan bahwa nabi menandaskan kepada
siapa saja diantara para pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk nikah dan
mempunyai penghasilan untuk menafkahi rumah tangga serta berkeinginan hidup
berumah tangga hendaklah bernikah. Tidak boleh hidup membujang. Mereka yang
tidak sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan untuk
menikah, hendaknya ia berpuasa, karena puasa baginya sama dengan mensterilkan
diri.[8]
Sebagaimana firman Allah SWT :
É#Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur
tûïÏ%©!$#
Ÿw
tbr߉Ågs†
%·n%s3ÏR
4Ó®Lym
ãNåkuŽÏZøóãƒ
ª!$#
`ÏB
¾Ï&Î#ôÒsù
3
Artinya
: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS.
An-Nur : 33).[9]
Menurut
jumhur para ulama perintah ini adalah parintah sunnah. Para ulama menetapkan
bahwa perintah disini perintah wajib. Mereka berkata : “seseorang wajib menikah
jika dikhawatirkan terjerumus kedalam kancah kemaksiatan”. Tetapi ahludz dzahir
hanya mewajibkan menikah, tidak mewajibkan persetubuhan. Al-Qur’an dan hadits
menyuruh kita menikah.
Dalam
soal nikah ulama syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam empat golongan :
a. Golongan
yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai belanja untuk itu.
b. Golongan
yang tidak mempunyai hasrat untuk nikah, dan tidak punya belanja untuk nikah,
golongan ini yang dimakruhkan nikah.
c. Golongan
yang berhasrat untuk nikah tetapi tidak punya belanja, golongan inilah yang
disuruh berpuasa untuk mengendalikan syahwatnya.
d. Golongan
yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk nikah. Golongan ini menurut
Asy-Syafi’i lebih baik tidak menikah.
Menurut
Abu Hanifah dan segolongan Malikiyah untuk golongan ini diutamakan menikah.[10]
Dengan
demikian hadits ini menjelaskan bahwa hadits ini menganjurkan supaya seluruh
umat Islam, muda ataupun tua yang mampu menafkahi rumah tangga supaya menikah.
Dan menyatakan bahwa menikah adalah sunnah nabi. Begitu juga mengatakan bahwa
membujang, sebagai yang dilakukan para pastur, tidak dibenarkan olah agama
Islam.[11]
IV. KESIMPULAN
Nikah
dapat diartikan sebagai suatu jalinan hubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam suatu ikatan yang sah atau legal.
Nikah
menghasilkan efek yang positif bagi kelangsungan hidup manusia baik fisik
maupun psikis. Terdapat bebarapa hadits yang sangat rinci menerangkan tentang
pernikahan dan di dalamnya terdapat beberapa hukum yang menerangkan perihal
pernikahan ini sendiri, dan juga ada beberapa golongan masyarakat dalam hal
nikah.
V. PENUTUP
Demikian makalah
ini kami susun, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kami harapkan saran dan kritik yang membangun dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat nantinya. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Adib Mohammad Machfuddin, Terjemahan
Bulughul Maram, Semarang : PT. Karya Toha Putra. 1985.
Al-Fanani, Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibasi, Terjemahan Fathul Mu’in, Bandung : Sinar Baru Algesindo,
2003.
Al-Karani Abu Abbas Syihanuddin bin Abu
Bakar Abdurrahman Ismail, Zawarij ibnu Majah ‘Ala Kutubil Khomsah, Darul
Kutub Al-ilmiyah Lebanon, 1993.
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Mutiara
Hadits, Semarang : PT Pustaka Eizki Putra, 2003.
Mansyur Kahar, Bulughul Maram 2, Jakarta
: Attahiriyah, 1976.
Rifa’i Muhammad, Mutiara Fiqih, Semarang
: CV Wicaksana, 1998.
Sunarto Achmad dkk., Terjemah Shohih
Bukhori jilid VII, Semarang : CV Asy-Syifa’, 1993.
[1] Drs. H. Moh. Rifa’i, Mutiara
Fiqh, Semarang : CV. Wicaksana, 1998, hlm 812-816.
[2] Drs. Moh. Machfuddin Al-Adib, Terjemah
Bulughul Maram, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1985, hlm. 493.
[3] K.H. Kohar Mansyur, Bulughul
Maram 2, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, hlm. 6-7.
[4] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam,
Jakarta : Attahiriyah, 1976, hlm. 358-359.
[5] Abu Abbas Syihanuddin bin Abu
Bakar Abdurrahman Ismail al-Karani, Zawarij Ibnu Majah ‘ala Kutubil Khomsah,
Darul Kutub Al-Ilmiyah, Lebanon, 1993, hlm. 262-263.
[6] Op.Cit. hlm. 817.
[7] Ahmad Sunarto dkk., Terjemah
Shohih Bukhori Jilid VII, Semarang : CV. Asy-Syifa’, 1993, hlm. 5-6.
[8] Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003,
hlm. 5.
[9] Zainuddin bin Abdul Aziz
al-Malibari al-Fanani, Terjemah Fathul Mu’in, Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 2003, hlm. 1156.
[10] Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Siddieqy, Op.Cit. hlm. 5.
[11] Ibid. Hlm. 8
0 Response to "Pernikahan"
Post a Comment