Pembelajaran IPS SD Problem Solving

I.       PENDAHULUAN
Belajar pada hakikatnya adalah sebuah proses di mana peserta didik terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan atau perilaku yang tidak dimiliki sebelumnya (Robert Gagne, 1970). Contoh, seorang peserta didik berusaha menirukan guru mengeja huruf-huruf karena ia belum dapat membaca dan berharap nantinya dapat membaca.
Dari pengertian dan contoh di atas, paling tidak, ada dua unsur utama dalam belajar yang saling berkaitan. Pertama, adanya aktivitas yang memungkinkan peserta didik mempunyai kemampuan atau perilaku baru. Kedua, adanya keterlibatan peserta didik dalam proses belajar, dalam contoh di atas, keterlibatan peserta didik ditunjukan oleh usahanya untuk mengulang apa yang dikatakan guru. Berkaitan dengan keterlibatan keterlibatan peserta didik, bagaimana sebuah aktivitas belajar dapat berlangsung efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik? Menurut David Ausebel (1969), sebuah aktivitas belajar di tingkat pendidikan dasar seperti SD/MI, akan bermanfaat jika aktiviyas-aktivitas itu banyak melibatkan para peserta didik dalam kegiatan langsung. Misalnya, kita ingin mengembangkan kompetensi peserta didik dalam mengenal berbagai sumber daya alam disekitarnya. Aktivitas belajar yang dapat kita lakukan antara lain dengan meminta siswa menggambar atau menempelkan gambar salah satu sumber daya alam, yakni hewan-hewan yang ada di daerah mereka.[1]

II.    POKOK PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
B.     Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPS SD/MI
C.     Metode Problem Solving

III. PEMBAHASAN
A.     Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang terdiri dari bagian-bagian ilmu sosial yang dipadukan untuk keperluan pendidikan di sekolah. (Wiryohandoyo, 1998: 2). Pada dasarnya IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya.
Dalam modul IPS (1991) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan ilmu yang mempelajari manusia dalam interaksinya dengan alam lingkungannya yang dapat dipelajari melalui berbagai cabang disiplin ilmu sosial (Suminah, 1999: 68). Menurut Leonard S Kenwett (dalam Mustofa, Hadi, dkk, 1993: 2) menyatakan bahwa IPS adalah studi tentang manusia untuk menolong siswa mengenal dirinya sendiri maupun dengan orang lain di dalam suatu masyarakat yang sangat bervariasi baik karena perbedaan tempat maupun waktu sebagai individu maupun kelompok dalam memenuhi kebutuhannya melalui berbagai institusi seperti halnya manusia mencari kepuasan batin dan masyarakat yang baik.
Berdasarkan dasarkan berbagai paparan dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran ilmu sosial yang mempelajari manusia dalam interaksinya dengan alam lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pelajaran IPS di sekolah dasar berisi materi Antropologi, Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi yang disajikan secara terpadu dalam pembelajaran untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis serta untuk menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab dan tercapainya tujuan pendidikan sehingga mampu menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan masyarakat yang selalu berkembang.[2]

B.     Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPS SD/MI
Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks. Pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pesan kepada peserta didik, akan tetapi merupakan aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat menggunakan keterampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien (Suharjo, 2006). Sedangkan menurut pendapat Hermawan (2006: 95) mengartikan tentang pembelajaran yaitu :
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah dilakukan.
Pembelajaran dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan suatu proses pembelajaran yang melibatkan interaksi guru dan pserta didik, dimana kedua belah pihak harus berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Berdasarkan pada falsafah Negara Indonesia, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Berkaitaan dengan hal tersebut, (Kurikulum 2004) untuk tingkat SD menyatakan bahwa:
Pengetahuan Sosial, bertujuan untuk : (1) Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis. (2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial. (3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
(4) Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sedangkan menurut Sapriya (2009: 12) menjelaskan bahwa pendidikan IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk:
Mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowlwdge), keterampilan (skill), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat agar menjadi warga negara yang baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan IPS SD adalah usaha membentuk warga negara untuk menjadi manusia yang memiliki tanggung jawab, pengetahuan, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial serta kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan sehingga menjadi manusia yang siap dalam menghadapi kemajuan jaman yang terus berkembang.
Dalam KTSP 2006 telah dipaparkan bahwa lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1) Manusia, tempat dan lingkungan, (2) Waktu, berkelanjutan dan perubahan, (3) Sistem sosial dan budaya, (4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan (Depdikbud, 2006). Hal tersebut memberikan informasi bahwa dalam pembelajaran IPS harus menggunakan metode pembelajaran yang menarik, inovatif serta mampu memotivasi peserta didik untuk aktif mengikuti pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.[3]

C.     Metode Problem Solving
1.      Pengertian Problem Solving
Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang terjadi dengan segala hal dan apa yang seharusnya terjadi dengan hal tersebut. Di dalam setiap masalah selalu ada solusi terbaiknya yang harus diambil dan diputuskan berdasarkan beberapa alternatif yang ada. Pemecahan masalah sering melibatkan hal-hal yang sudah terjadi (Kneeland, 2003: 13)
Untuk memecahkan masalah tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melakukan suatu proses pencarian cara atau prosedur pemecahan yang tepat. Artinya dalam pemecahan masalah, harus mencari cara pemecahan dengan jalan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang relevan dan menggunakan strategi kognitif. Pada dasarnya masalah dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, masalah yang harus diperbaiki yaitu mengharuskan kita untuk memperbaikinya dan yang perlu diperhatikan bahwa keputusan yang diambil untuk memperbaiki harus dibuat untuk mencegah permasalahan tersebut terulang kembali. Kedua, masalah yang harus dikerjakan yaitu mengharuskan kita untuk mengerjakan atau menggerakkan diri.
Oemar, (1980: 2) menyatakan bahwa secara umum ada tiga cara pemecahan suatu masalah. (1) pemecahan masalah secara otoritatif yaitu pemecahan masalah oleh penguasa yang berwenang (pejabat, guru dan lain-lain). Dalam hal ini peserta didik pasif. (2) pemecahan secara alamiah yaitu pemecahan yang menggunakan beberapa metode. (3) pemecahan secara metafisik yaitu pemecahan dengan menggunakan cara-cara yang tidak rasional misal secara gaib.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan individu untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya menggunakan metode atau prosedur pemecahan yang tepat. Karena tanpa suatu prosedur yang tepat maka permasalahan tidak akan terpecahkan secara maksimal yang artinya dalam pemecahan masalah harus mencari dan memilih alternatif pemecahan yang cocok dengan jalan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang relevan serta menggunakan strategi kognitif.[4]
Metode pemecahan masalah (Problem Solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.[5]
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.[6]
Metode problem solving menurut Oemar, (1980: 34) adalah suatu jenis cara belajar discovery dalam hal ini siswa, baik secara individu maupun kelompok berusaha memecahkan masalah/problem yang nyata. Pemecahan masalah secara kelompok dipandang lebih menguntungkan karena dapat memperoleh latar belakang yang lebih luas, dan dengan demikian lebih banyak memunculkan ide hipotesa dan kritik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan masalah (problem solving method) yaitu metode yang dipakai oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah nyata, melalui proses dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.[7]

2.      Langkah-langkah Metode Problem Solving
Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong (dalam Sapriya) sebagai berikut. (1) Mengenal adanya masalah, (2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya, (3) Memilih dan menerap-kan pendekatannya, (4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemecahan secara instinktif merupakan bentuk tingkah laku yang tidak dipelajari, seringkali berfaedah dalam situasi yang luar biasa. Dalam situasi yang terjepit, baik manusia maupun binatang, dapat menggunakan cara coba-coba, salah, mencoba lagi (trial and error) untuk memecahkan masalahnya. Akan tetapi taraf problem solving pada manusia lebih tinggi karena manusia sanggup memecahkan masalah dengan rasio (akal), disamping memiliki bahasa. Oleh karena itu manusia dapat memperluas pemecahan masalahnya di luar situasi konkret.
Joesafira (2010) adapun Langkah-langkah metode problem solving :
1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. 3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. 4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini peserta didik harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 5) Menarik kesimpulan. Artinya peserta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Pemahaman kognitif dapat diperoleh siswa melalui pengalaman melakukan kegiatan atau sering dikenal dengan learning by doing yaitu belajar dengan melakukan. Pemahaman yang didapat dari melakukan bersifat abstrak. Sesuatu yang abstrak itu akan mudah didapatkan melalui jalan melakukan kegiatan yang kongkrit. Hal ini sesuai dengan tingkatan anak usia sekolah dasar yang masih bersifat operasional kongkrit. Untuk mengarahkan siswa melakukan pembelajaran sambil melakukan, salah satu caranya yaitu guru memberikan suatu materi pembelajaran yang bersifat problematik yang menuntut peserta didik untuk memecahan masalah.
Dari pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penerapan problem solving beraneka ragam tetapi semua merujuk pada kesadaran akan adanya masalah, pencarian solusi, penerapan dalam tindakan serta evaluasi. Pada langkah terakhir merupakan langkah yang sangat penting karena digunakan untuk melihat keberhasilan suatu tindakan pemecahan masalah. Sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman yang bermakna, karena adanya proses mental yang bersifat aktif di dalam diri siswa. Pengalaman inilah yang menuntun diperolehnya hasil belajar pada diri siswa yang bersangkutan khususnya pada mata pelajaran IPS.[8]
Langkah-langkah metode problem solving [9]:
a.       Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuannya.
b.      Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
c.       Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.
d.      Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
e.       Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

3.      Manfaat dan Tujuan Problem Solving
Sejalan dengan pengartian, metode dan langkah-langkah metode problem solving memiliki manfaat yang berguna untuk mengembangkan sikap atau keterampilan peserta didik untuk mampu memecahkan suatu permasalahan yang dihadapinya serta mengambil keputusan secara objektif dan mandiri. Peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berfikir kritis. Berfikir tidak hanya bertambahnya pengetahuan saja tetapi proses berfikir bahkan terjadi secara berurutan seperti mengumpulkan data, membaca data, memilih alternatif pemecahan sampai penerapan yang membutuhkan latihan dan pembiasaan.
Melalui pemecahan masalah, kemampuan berfikir diproses dalam situasi yang benar-benar dihayati, diminati siswa dalam berbagai macam ragam kemungkinan. Memupuk dan mengembangkan rasa ingin tahu dan cara berfikir objektif, mandiri dan kritis baik secara individu maupun kelompok
Tujuan utama penggunaan metode problem solving menurut Jusuf Djajadisastra dalam Syulasmi, (2001: 108) adalah mengembangkan kemampuan berfikir terutama dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah. Memberi pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan hidup sehari-hari, mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan analitis serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional.[10]

4.      Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving
a.      Kelebihan Metode Problem Solving
-          Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
-          Berpikir dan bertindak kreatif.
-          Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
-          Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
-          Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
-          Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
-          Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Metode problem solving tepat digunakan dalam pembelajaran IPS karena melatih peserta didik berfikir ilmiah dan analitis. Untuk melatih keberanian peserta didik, dan rasa tanggung jawab dalam menghadapi kehidupan yang menantang. Untuk mendorong berfikir mandiri dan berdikari. Untuk menumbuhkan wawasan yang luas tentang berbagai pemikiran dunia nyata.[11]
b.      Kelemahan Metode Problem Solving
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut[12] :
-          Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat peragadalam materi sejarah seperti menyulitkan peserta didik untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
-          Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

IV. KESIMPULAN
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang terdiri dari bagian-bagian ilmu sosial yang dipadukan untuk keperluan pendidikan di sekolah. (Wiryohandoyo, 1998: 2). Pada dasarnya IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya.
Tujuan pendidikan IPS SD adalah usaha membentuk warga negara untuk menjadi manusia yang memiliki tanggung jawab, pengetahuan, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial serta kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan sehingga menjadi manusia yang siap dalam menghadapi kemajuan jaman yang terus berkembang.
Metode pemecahan masalah (Problem Solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

V.    PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penyusun khususnya. Dan kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kesalahan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam demi hal yang lebih baik kedepanya.





[1] Nani Rosdijati. dkk, Panduan PAKEM IPS SD, (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2010) hlm. 5-6
[2] http://erwinblog-metodepemecahanmasalah.blogspot.com/2011/05/skripsi-metode-problem-solving-dalam.html
[3] Ibid. hlm
[4] Ibid. hlm
[5] http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/metode-pemecahan-masalah-problem-solving/
[6] Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK, Strategi Pembelajaran & Pemilihannya (Jakarta : 2008). hlm. 28
[7] Op.Cit. Hlm
[8] Ibid. Hlm
[9] Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK. Op.Cit. Hlm. 28
[10] Op. Cit. Hlm
[11] http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/metode-pemecahan-masalah-problem-solving/
[12] Ibid. Hlm

0 Response to "Pembelajaran IPS SD Problem Solving "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel