Drama


1.FIKSI: PENGERTIAN DAN HAKIKAT
Dunia kesastraan mengenal prosas sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain.Untuk mempertegas keberadaan genre prosa,ia sering dipertentangkan dengan genre yang lain,misalnya dengan puisi,walau pemertentangan itu sendiri hanya bersifat terioritis.Atau paling tidak,orang berusaha mencari perbedaan antara keduanya.Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas.Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalm bentuk prosa,bukan dalam bentuk puisi atau drama,tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai ke margin kanan.Secara teoritis karya fiksi dapat dibedakan dengan karya nonfiksi,walau tentu saja pembedaan itu tidak bersifat mutlak,baik yang menyangkut unsur kebahasaan maupun unsur inti permasalahan yang dikemukakan,khususnya yang berkaitan dengan data-data faktual,dunia realitas.Dalam penulisan ini,istilah dan pengertian prosa dibatasi pada prosa sebagai salah satu genre sastra.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri,serta interaksinya dengan Tuhan.Fiksi m,erupakan hasil dialogkontemplasi,dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan.Oleh karena itu,bagaimanapun fiksi merupakan sebuah cerita,dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca disamping tujuan estetik
2.PEMBEDAAN FIKSI
Fiksi dapt diartikan sebagai cerita rekaan.Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua karya yang mengandung unsur kenyataan disebut sebagai karya fiksi.Karya-karya lain yang penulisannya tidak berbentuk prosa,misalnya berupa dialog seperti dalam drama atau sandiwara,termasuk skenario untuk film,juga puisi-puisi drama dan puisi balada,pada umumnya tidak disebut karya fiksi
a.Novel dan cerita pendek
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk sastra yang sekaligus disebut fiksi,dengan demikian pengertian fiksi seperti dikemukakan diatas,juga berlaku untuk novel.Cerpen sesuai dengan namanya,adalah cerita yang pendek.Akan tetapi,berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya,tak ada kesepakatan diantara para pengarang dan para ahli.Novel dan cerpen sebagai karya fiksi mempunyai persamaan,keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama,keduanya dibangun dari dua unsur intrinsik dan ekstrinsik.Novel dan cerpen sama-sama memiliki unsur peristiwa,plot,tema,tokoh,latar,sudut pandang dan lain-lain.
b.Novel serius dan novel populer
Dalam dunia kesastraan sering ada usaha untuk mencoba bedakan antara novel serius dengan novel populer.Usaha itu dibandingkan dengan pembedaan antara novel dan cerpen,antara novel dengan roman,sungguh tidak mudah dilakukan dan lebih dari itu bersifat riskan.Nvel populer adlah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnta,khususnya pembaca di kalangan remaja.Sedangkan sastra populer adalah perekam kehidupan,dan tidak banyak memperbincangkan kehidupan kembali dalm serba kemungkinan.
3.UNSUR-UNSUR FIKSI
Sebuah karya fiksi yang jadi,merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan sebuah dunia yang dikreasikan pengarang .Sebuah novel merupakan sebuah totalitas,suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik
a.Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.Unsur inilah yang membuat karya sastra hadir sebagai karya sastra,unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai orang ketika membaca karya sastra,sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra,atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra nsmun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya
b.Fakta,Tema,Sarana Cerita
Sarana pengucapan sastra,sarana kesastraan adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita menjadi pola yang bermakna.Setiap novel akan memilih tiga unsur pokok,sekaligus merupakan unsur terpenting yaitu tokoh utama,konflik utama,dan tema utama.Ketiga unsur utama saling berkaitan erat dan membentuk kesatuan yang padu,kesatuan organisme cerita.
c.Cerita dan Wacana
Aspek cerita yang terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaaanya ,eksistensinya yang berunsur isi.Unsur yang berupa subsatnsi isi,di lain pihak adalah keseluruhan semesta,berbagai bentuk kemungkinan,objek dan peristiwa,baik yang ada di dunia nyata maupun dumia imajinatif.Koherensi dan kepaduan semua unsur cerita sehingga membentuk totalitas adalah suatu yang amat menentukan keindahan dan keberhasilan sebuah karya fiksi sebagai suatu bentuk cipta sastra,lebih dari sekedar penggunaan unsur bahasa itu sendiri.Jika terjadi suatu kelemahan pada salah satu unsurnya,hal itu dapt tertutupi oleh unsur-unsur yang lain yang kuat.


BAB 2
KAJIAN FIKSI
1.HAKIKAT KAJIAN FIKSI
Pengkajian terhadap karya fiksi berarti penelaahan,penyelidikan,atau mengkaji,menelaah,menyelidiki karya fiksi tersebut.Penggunaan karya fiksi itu sendiri sering ditafsirkan dalm konotasi yang agak negatif.Kesan yang tidak jarang timbul dari kata tersebut adalah mencincang-cincang karya sastra,memisah-misahkan bagian dari keseluruhannya.Dalam pandangan kelompok tertentu,kerja analisis kesastraan dianggap sebagai tidak ubahnya kegiatan bedah mayat yang dilakukan para mahasiswa kedokteran.Kegiatan analisis sastra yang mencoba memisahkan bagian-bagian dari keseluruhannya tersebut,tak jarang dianggap sebagai kerja yang sia-sia.Anggapan itu tidak dianggap semuanya benar,walau juga tidak semuanya dapat dibenarkan..Kesemuanya masih memerlukan kejelasan yang lebih lanjut.
Manfaat yang terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita membaca ulang karya-karya sastra yang dianalisi itu,baik karya-karya yang dianalisis sendiri maupun oleh orang lain.Jika kerja analisis dimaksudkan untuk memahami secara lebih baik sebuah karya,merebut makna menafsirkan makna berdasarkan berbagai kemungkinannya,analisis tersebt sebenarnya telah melibatkan kerja hermeneutik
2.KAJIAN STRUKTURAL
Sebuah karya sastra,fiksi atau puisi,menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalisme yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur.Di satu pihak,struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan,penegasan,dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah.Selain istilah struktural ,dunia kesastraan mengenal strukturalisme.Struktuealisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan
Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparakn secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikroteks,suatu keseluruhan wacana dan relasi intertekstual


3.KAJIAN SEMIOTIK
Dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure,bahasa merupakan sebuah sistem tanda bahasa mewakili suatu yang lain yang disebut makna.Peletak dasar teori semiotik ada dua orang,yaitu Ferdinand Saussure dan Charles Sanders Peirce.Saussure yang dikenal sebagai Bapak ilmu modern,mempergunakan istilah semiologi,sedang kedua tokoh yang berasal dari dua benua yang berjauhan itu,Eropa dan Amerika,dan tidak sling mengenal,sama-sama mengemukakan sebuah teori yang secara prinsipial tidak berbeda.
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,pikiran,gagasan dan lain-lain.Jadai yang apat menjadi tanda sebenarnya bukan bahasa saja melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini,walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna.Perkembangan teori semiotik hingga dewasa ini dapat dibedakan ke dalam dua jenis semiotika,yaitu semiotik komunikasi dan semiotik signifikasi.Semiotik komunikasi menekankan pada teori produksi tanda,sedangkan semiotik signifikasi menekankan pemahaman,dan pemberian makna suatu tanda
a.Teori semiotik Pierce
Teori Pierce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat dikatan sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain,sebuah tanda yang disebutnya sebagai representamen haruslah mengacu sesuatu yang disebutnya objek,ia juga menyebutnya sebagai designatum,denotatum,dan dewasa ini orang juga menyebutnya dengan istilah referent.Proses perwakilan disebut semiosis.Semiosis adalah suatu proses dimana suatu tanda berfungsi sebagai tanda,yaitu mewakili sesuatu yang ditandainya.Kenyataan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem,mengandung arti bahwa ia terdiri dari sejumlah unsur,dan tiap unsur itu saling berhubungan secara teratur dan berfungsi sebagai kaidah,sehingga ia dapat dipakai untuk berkomunikasi.
4.KAJIAN INTERTEKSTUAL
Kajian intertekstual yang dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks,yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu,misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide,gagasan,peristiwa,plot,penokohan,gaya bahasa,dan lain-lain,diantara teks-teks yang dikaji.Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis,ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.Karya sastra yang ditulis lebih kemudian biasanya mendasarkan diri pada karya karya lain yang telah ada sebelumnya,baik secara lngsung maupun tidak langsung,baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi konvensi.
Dalam penulisan teks kesastraan,orang membutuhkan konvensi,aturan,namun hal itu sekaligus akan disimpanginya.Levin,ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.Karya sastra yang ditulis lebih kemudian biasanya mendasarkan diri pada karya karya lain yang telah ada sebelumnya,baik secara lngsung maupun tidak langsung,baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi konvensi.
Dalam penulisan teks kesastraan,orang membutuhkan konvensi,aturan,namun hal itu sekaligus akan disimpanginya.Levin (1950 lewat Teuw, 1984: 101) bahkan mengatakan bahwa pengakuan konvensi dalam sejarah bertepatan dengan penolakannya
5.DEKONSTRUKSI
Dewsa ini dunia intelektual diguncang oleh munculnya arus pemikiran,paham,gerakan,atau mungkin bahwa era baru yaitu yang dikenal sebagai sebutan postmodernisme atau ada juga yang menyebutnya pasca modernisme,yang dari namanya dapat diduga sebagai terkait masalah filsafat dan bisa disingkat postmo.Postmodernisme menolak universalitas,totalitas,keutuhan organis,pensisteman,dan segala macam legitimasi,termasuk dalam bidang keilmuan,atau apa yang oleh Lyotard disebut sebagai grand narative.Teori dekonstruksi menolak pandangan bahwa bahasa telah memiliki makna yang pasti,tertentu dan konstan,sebagaiman halnya panangan strukturalisme klasik.Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk kebahasaan yang dipergunakan,yang dipergunakan untuk membahasakan objek yang bermakna tertentu dan pasti.
Jika strukturalisme dipandang sebagai suatu yang sisitematik,proyek keilmuan,atau secara umum diartikan sebagai Science of sign,poststrukturalisme justru mengkritik hal itu sebagai sesuatu yang tak mungkin


BAB 3
TEMA
1.HAKIKAT TEMA
Mempertanyakan makna sebuah karya ,sebenarnya juga berarti mempertanyakan tema.Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menewarkan tema,namun apa isi tema itu sendiri tak mudah ditunjukkan.Usaha mendefinisikan tema sebagaimana dengan pendefinisian masalah yang lain,misalnya sastra juga tak mudah,khusnya definisi yang dapat mewakili substansi sesuatu yang dapat didefinisikan itu.Hal itu tidak berbeda dengan misalnya jika diminta untuk mendefinisikan bolpoin dan sepeda.Kita misalnya mendefinisikan bolpoin sebagai alat untuk menulis dan sepeda sebagai alat untuk melakukan perjalanan.Kedua drfinisi yang diberikan itu belum menunjukkan definisi yang seharusnya,melainkan baru menyebutnya fungsi.
Dengan demikian untuk menemukan tema sebuah karya fiksi,ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita,tidak hanya bagian tertentu dari cerita.Sebagai sebuah makna pada umumnya,tema tidak dilukiskan,paling tidak perlukisan yang secara langsung atau khusus.Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita,dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung tersebut
2.TEMA MENGANGKAT MASALAH KEHIDUPAN
Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan komplek,seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada.Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama,ada masalah-masalah tertentu yang bersifat universal.Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub tema ke dalm karya fiksi sesuai dengan pengalaman,pengamatan dan aksi-interaksinya dengan lingkungan.Berbagai masalah dan pengalaman kehidupan yang banyak diangkat ke dalam karya fiksi,baik berupa pengalaman yang bersifat individual maupun bersifat sosial,adalah cinta terhadap kekasih,orang tua,saudara,tanah air,atau yang lain.
3.TEMA DAN UNSUR CERITA YANG LAIN
Tema dalam sebuah karya sastra,fiksi hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain,yang secara bersama membentuk kemenyeluruhan.Di pihak lain,unsur-unsur tokoh,plot,latar,dan cerita,dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema
Latar merupakan tempat,saat dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melekukan dan dikenai suatu kejadian.latar bersifat memberikan aturan,permainan terhadap tokoh.latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berfikir tokoh,dan karenanya akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berpikir tokoh,dan karenanya akn mempengaruhi pemilihan tema.
4.PENGGOLONGAN TEMA
Tema dapat digolongkan menjadi beberapa kategori yang berbeda tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan.Pengkategorian tema yang dikemukakan berikut dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang,yaitu penggolongan dikhtomis yang bersifat tradisional dan non tradisional,penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley,dan penggolongan dari tingkat keutamaannya.
a.Tema Tradisional dan Nontradisional
Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjukkan pada tema yang hanya itu-itu saja,dalam arti ia telah lama,dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita,termasuk cerita lama.Pada umumnya tema-tema tradisional merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apapun dimanapun,dan kapanpun.Hal itu disebabkan pada dasarnya setiap orang cinta akan kebenaran dan membenci sesuatu sebaliknya,termasuk orang yang tak tergolong baok sekalipun.
b.Tingkatan Tema Menurut Shipley
Shipley dalam Dictionary of World Literature a(1962: 417),mengartikan tema sebagai subjek wacana,topik umum,atau msalah utama yang dituangkan ke dalam cerita.Shipley membedakan tema-tema karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan semuanya ada lima tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa,yang disusun dari pengalaman jiwa,yang disusun dari tingkatan yang paling sederhana,tingkat tumbuhan dan makhluk hidup,ke tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia
c.Tema Utama dan Tema Tambahan
Tema seperti dikemukakan sebelumnya,pada hakikatnya merupakan mekna yang dikandung cerita,atau secara singkat;makna cerita.Mkana pokok cerita tersirat dalam sebagian besar,untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan,cerita,bukan makna yang hanya terdapat bagian-bagian tertentu cerita saja.Makna-makna tambahan bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri,terpisah dari makna pokok cerita yang bersangkutan berhubung sebuah novel yang jadi merupakan satu kesatuan.makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna khusus,makna-makna tambahan pada karya sastra itu
5.PENAFSIRAN TEMA
Kegiatan menafsirkan tema sebuah karya fiksi,barangkali,merupakn tugas yang paling banyak dibebankan kepada siswa.Semua orang yangt pernah menjadi pelajar pasti mengalami mendapat pertanyaan itu,namun belum tentu terhadap aspek fiksi yang lain.Walau demikian tak jarang penugasan itu sendiri bersifat semu.Hal itu disebabkan jangankan menafsirkan tema sebuah novel,membasanya pun belum tentu mereka melakukannya.


BAB 4
CERITA
1.HAKIKAT CERITA
Membaca sebuah karya fiksi,novel ataupun cerpen,pada umumnya yang pertama-tama menarik perhatian orang adalh ceritanya.Faktor cerita inilah terutama yang mempengaruhi sikap dan selera orang terhadap buku yang akan,sedang atau sudah dibacanya.Orang membaca buku fiksi lebih dimotivasi oleh rasa ingin tahunya terhadap cerita,hal itu wajar dan sah adanya
Aspek cerita dalam sebuah fiksi merupakan sebuah hal yang amat esensial,ia memiliki peranan sentral.Dari awal hingga akhir karya itu yang ditemui adalah ceita.Cerita dengan demikian,erat berkaitan dengan unsur pembangun fiksi yang lain
2.CERITA DAN PLOT
Cerita dan plot merupakan dua unsur fiksi yang amat erat berkaitan sehingga keduanya,sebenarnya,tak mungkin dipisahkan.Bahkan lebih dari itu,objek pembacaan cerita dan plot boleh dikatakan sama dengan peristiwa. Dengan demikian terdapat perbedaan inti antara cerita dan plot.Keduanya memang sama-sama mendasarkan diri pada rangkaian peristiwa namun tuntutan plot bersifat lebih komplek daripada cerita.Tuntutan untuk plot dalam sebuah karya fiksi lebih daripada sekedar cerita.Plot seperti dikatakan oleh Foster merupakan sesuatu yang lebih tinggi dan kompleks daripada cerita.Plot mengandung unsur misteri disamping,untuk memahaminya,menuntut adanya unsur intelegensia.


3. CERITA DAN POKOK PERMASALAHAN
Pokok permasalahan (subjek matter) merupakan suatu hal yang dingkat ke dalam cerita sebuah karya fiksi. Pengarang fiksi adalah seorang pelaku berbagai permasalahan hidup dan kehidupan yang berusaha mengungkap dan mengangkatnya dalam sebuah karya. Isi cerita adalah suatu yang dikisahkan dalam sebuah karya fiksi. Ia telah menjadi bagian integral dengan karya yang bersangkutan dan berkaitan erat dengan aspek bentuk. Dengan demikian, berbeda halnya dengan isi cerita yang baru bereksistensi setelah diangkat ke dalam sebuah karya, pokok permasalahan akan tetapeksis walau ia tak pernah diangkat untuk dijadikan cerita. Pemilihan pokok permasalahan ke dalam sebuah karya fiksi biasanya ada kaitannya dengan pemilihan tema. Paling tidak terdapat kesesuaian antara pemilihan keduanya, dan hal yang demikian akan mempermudah pembaca untuk memahaminya.
4. CERITA DAN FAKTA
Dalam sebuah karya fiksi sering dijumpai peristiwa-peristiwa dan permasalahan yang diceritakan, karena kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang, tampak kongkret dan seperti benar-benar ada dan terjadi. Sebuah karya mungkin saja ditulis berdasarkan data-data faktual, peristiwa-peristiwa dan suatu yang lain yang benar-benar ada dan terjadi. Tulisan dengan Data Faktual adalah tulisan yang dibuat berdasarkan data dan atau informasi yang biasanya dipakai dalam menulis berita surat kabar. Selain penulisan untuk surat kabar,ada jenis tulisan lain yang dibuat berdasarkan informasi faktual, namun terlalu terikat oleh keaktualan, melainkan lebih terikat oleh kejelasan, ketepatan, dan ketajaman uraian.
Masalah ketegangan antara hubungan yang nyata dengan yang rekaan dalam karya sastra sudah dipersoalkan oleh Aristoteles, yaitu dengan teori mimetik dan creatio-nya. Sebuah karya hanya mengemukakan hal-hal yang benar-benar terjadi secara apa adanya akan ditolak untuk disebut sebagai sebuah novel, melainkan mungkin sebuah laporan. Sebaliknya sebuah karya (fiksi) secara mutlak berisi peristiwa-peristiwa imajinatif yang sama sekali tak mencerminkan realitas kehidupan, ia akan sulit, atau bahkan tak dapat dipahami. Namun haruslah disadari bahwa dalam karya fiksi, adanya kemiripan dengan kenyataan bukan merupakan tujuan, melainkan hanya sarana untuk menyampaikan sesuatu kepada pembaca yang lebih dari kenyataan itu sendiri (Teeuw, 1984: 232).
Sebuah novel kadang tak hanya mencerminkan realitas, melainkan mengandung unsur kebenaran sejarah. Novel tersebut justru akan memperjelas kadar rekaannya, karena banyak hal yang dikaitkan dengan kebenaran itu tak pernah ada dan terjadi, ia dapat membuktikannya.
Disamping karya fiksi yang benar-benar hasil kreasi-imajinatif, kita dapat juga menemukan fiksi yang mengambil bahan sejarah. Karya jenis ini biasa disebut sebagai novel (roman) sejarah. Penulisan sejarah terikat pada data fakta yang benar-benar ada dan terjadi, data fakta yang memiliki validitas empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Data sejarah yang digunakan dalam karya fiksi sebenarnya telah menjadi bagian dari sistem fiksi itu dan bukan lagi menjadi bagian sistem dari dunia realitas (Junus, 1989: 51). Unsur Realitas dan Imajinasi adalah karangan yang mengandung unsur imajinasi sebenarnya bukan hanya monopoli karya fiksi yang sering disebut sebagai karya ilmiah imajinatif itu. Sebaliknya karangan yang mempergunakan data dan peristiwa faktual juga bukan monopoli karya nonfiksi. Yang membedakan kedua jenis karangan di atas adalah kadar realitas dan imajinasi yang terkandung didalamnya. Unsur imajinasi jauh lebih menonjol dalam karya fiksi, sedangkan unsur realitas lebih menonjol pada karya nonfiksi. Ada jenis karya tertentu yang tampaknya sulit untuk dikategorikan ke dalam fiksi atau non fiksi, yaitu karya yang bersifat biografis. Hal-hal yang dikemukakan di atas menunjukan bahwa antara realitas dan imajinasi yang terlihat seperti bertentangan, ternyata erat bergandengan.


BAB 5
PEMPLOTAN
1.HAKIKAT PLOT DAN PEMPLOTAN
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Hal itu kiranya juga beralasan sebab kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Untuk menyebut plot secara tradisional orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita, sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif, susunan, dan juga sujet.
Pengertian Plot dan Pemplotan. Menurut Stanton (1965: 14) plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau meyebabkan terjadinya peristiwa lain. Kenny (1966: 14) mengemukakan plot sebagai peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifay sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Sedangkan menurut Forster (1970 (1927): 93) adalalah peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.
b. Konflik
Konflik adalah kejadian yang tergolong penting, merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh cerita, yang jika tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Namun tidak demikian halnya untuk cerita yang diteksnaratif-kan. Hal itu nampaknya sesuai dengan sifat manusia pada umumnya yang senang sesuatu yang berbau gosip, apalagi yang sensasional. Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, sebagaimana telah dikemukakan dapat berupa peristiwa fisik ataupun batin.
c. Klimaks
Konflik dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur plot, keduanya merupakan unsur utama plot pada karya fiksi. Menurut Stanton (1965; 16), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
Klimaks sngat menentukan perkembangan plot karena merupakan titik pertemuan antara dua hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasaLahan akan diselesaikan. Secara ekstrem boleh dikatakan bahwa dalam klimaks nasib tokoh utama cerita akan ditentukan.
3. KAIDAH PEMPLOTAN
Novel merupakan sebuah karya yang bersifat imajiner dan kreatif, sifat kreatif antara lain terlihat pada kebebasan pengarang untuk mengemukakan cerita, peristiwa, konflik, tokoh, dan lain-lain. Masalah kreatifitas, kebaruan, dan keaslian dapat juga menyangkut masalah pengembangan plot. Dalam usaha pengembangan plot, pengarang juga memiliki kebebasan kreatifitas. Namun dalam karya fiksi yang tergolong konvensional kebebasan itu tanpa aturan.
a. Plausibilitas
Sebuah cerita dikatakan memiliki sifat plausibel jika tokoh cerita dan dunianya dapat diimajinasi dan jika para tokoh dan dunianya tersebut serta peristiwa yang dikemukakan mungkin saja dapat terjadi.
Sebuah cerita dikatakan berkadar plausibilitas jika memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri. Artinya, sesuai dengan tuntutan cerita dan tidak bersifat meragukan. Plausibilitas cerita tidak berarti bahwa cerita merupakan peniruan realitas belaka, melainkan lebih disebabkan ia memiliki koherensi pengalaman nkehidupan.
b. Suspense
Suspense menyarankan pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca. Atau menyarankan pada adanyaharapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita.
Kuat atau tidaknya kadar suspense sebuah cerita ikut menentukan keberhasiln karya yang bersangkutan sebagai karya fiksi. Salah satu cara untuk membangkitkan suspence sebuah cerita adalah dengan menampilkan apa yang disebut foreshadowing ( merupakan penampilan peristiwa tertentu yang bersifat mendahului namun biasanya ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa penting yng kan dikemukakan kemudian).
c. Surprise
Sesuatu yang bersifat bertentangan itu dapat menyangkut berbagai aspek pembangun karya fiksi, misalnya sesuatu yang diceritakan, peristiwa, penokohan-perwatakan, cara berpikir, berasa, dan bereaksi para tokoh cerita, cara pengucapannya dan gaya bahasa.
d. Kesatupaduan
Pengertian kesatupaduan menyarankan bahwa berbagai unsur yang ditampilkan khususnya peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.
4. PENAHAPAN PLOT
Plot sebuah cerita mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit. Plot karya fiksi sering tak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut melainkan penyajian yang dapat dimulai dan di akhiri dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan terakhir.
a. Tahapan Plot: Qwal-Tengah-Akhir
Tahap awal atau tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.fungsinya untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
Tahap tengah atau tahap pertikaian menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin meningkat dan menegangkan. Pada bagian inilah inti cerita disajikan: tokoh memainkan peran, peristiwa penting, konflik yang mencapai klimaks.
Tahap akhir atau tahap pelaraian menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Akhirya perlu kembali ditegaskan bahwa ketiga tahapan itu berkaitan untuk membentuk sebuah kepduan cerita.
b. Tahapan Plot: Rincian Lain
Ada lima tahapan plot yaitu : tahap situasion ( berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita ), tahap generating circumstances ( masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konfik ), tahap rising action ( semakin meningkatkan dan mengembangkan kadar intensitas konflik ), tahap klimaks ( konflik atau pertentangan yang mencapai titik intensitas puncak), tahap denoument ( tahap penyelesaian ).
5. PEMBEDAAN PLOT
a. Pembedaan plot berdasarkan urutan waktu.
b. Pembedaan plot berdasarkan kriteria jumlah.
c. Pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan.
d. Pembedaan plot berdasarkan kriteria isi.


BAB 6
PENOKOHKAN
1. UNSUR PENOKOHAN DALAM FIKSI
Tokoh dan penokohan merupakan unsure yang penting dalam karya seni. Namun hal itu tak berarti unsure plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.
a. Pengertian dan Hakekat Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, dipergunakan istilah “tokoh” yang menunjukan pada orangnya,pelaku cerita. Istilah “karakter” dapat berarti pelaku cerita dan dapat pula berarti perwatakan. Sedangkan penokohan sendiri lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Kewajaran fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif,maka pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh cerita tidak lepas dari kebebasan kreatifitasnya. Kesepertihidupan, masalah kewajaran tokoh cerita dikaitkan dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Tokoh rekaan versus tokoh nyata, tokoh rekaan adalah tokoh yang tak pernah ada di dunia nyata sedangkan tokoh nyata sendiri adalah kebalikan dari tokoh rekaan.
b. Penokohan dan Unsur Cerita yang lain
Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik. Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya.
Penokohan dan tema merupakan unsure yang erat kaitannya dalam sebuah fiksi. Dalam kenyataan fiksi tema umumnya tak dinyatakan secara eksplisit. Usaha penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil kejadian atau konflik yang menonjol.
c. Relevasi Tokoh
Ada beberapa bentuk relevasi tokoh cerita, salah satu bentuk kerelevasian tokoh sering dihubungkan dengan kesepertihidupan. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan relevasi ini pertanyaan yang diajukan tidak berbunyi “ Apakah tokoh cerita itu seperti kita” melainkan “ Apakah relevasi itu bagi kita”.
Jika tokoh memang berjalinan erat, saling melengkapi dan menentukan dengan unsure yang lain dalam membentuk keutuhan yang artistic, tokoh mempunyai bentuk relevansi dengan cerita secara keseluruhan. Penokohan telah dikembangkan sesuai dengan tuntutan cerita.
2. PEMBEDAAN TOKOH
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya. Ada tokoh yang muncul sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi yang relative pendek.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan pencertaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh lain, dan sangat menentukan plot secara keseluruhan. Dan pembedaan tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Hal ini yang menyebabkan orang bias berbeda pendapat dalam hal menentukan tokoh utama sebuah cerita fiksi.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero. Tokoh ini menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan kita, pembaca. Sebuah fiksi harus mengandung konflik dan yang menyebabkan terjadinya konflik adalah tokoh antagonis.
Pembedaan keduanya bersifat penggradasian, apalagi tokoh cerita dapat diubah sehingga tokoh yang semula diberi rasa anipati menjadi simpati atau sebaliknya. Sehingga pembedaan tokoh protagonist dan antagonis sering digabungkan dengan tokoh utama dan tokoh tambahan.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Watak yang telah pasti itulah yang mendapatkan tekanan terus menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan. Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai tindakan namun semua tindakannya itu dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu.
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Tokoh ini dapat saja memiliki watak tertentu yang diformulasikan namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit terduga.
d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antar manusia.
Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Adanya perubahan yang terjadi di luar dirinya dan adanya hubungan antar manusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu dapat menyentuh kejiwaan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya.
e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaannya atau kebangsaannya, atau suatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal meupakan penggambaran, pencerminan. Atau penunjukan terhadap orang, atau sekelompok orang yang trikat dalam sebuah lembaga, atau seorang inividu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada dunia nyata.Tokoh Netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar tokoh yang imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir semata mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita,pelaku cerita, dan yang di ceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau menggambarkan sesuatu di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia nyata.


3. TEKNISI PELUKISAN TOKOH
Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya berhubungan dengang jati diri tokoh. Ada dua teknik yaitu teknik uraian dan teknik ragaan, kedua teknik tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan serta penggunaan dalam karya fiksi tergantung pada selera pengarang dan kebutuhan penceritaan.
Wujud Penggambaran Teknik Dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu :
1. Teknik Cakapan
2. Teknik Tingkah Laku
3. Teknik Pikiran dan Perasaan
4. Teknik Arus Kesadaran
5. Teknik Reaksi Tokoh
6. Teknik Reaksi Tokoh Lain
7. Teknik Pelukisan Latar
8. Teknik Pelukisan Fisik


BAB 7
PELATARAN
1. LATAR SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Latar
Latar disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sisial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan.
b. Latar Netral dan Latar Tipikal
Latar netral adalah latar sebuah karya yang hanya sekedar sebagai tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dan tak lebih dari itu. Latar tipikal adalah latar yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu baik yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial.
c. Penekanan Unsur Latar
Unsur latar yang ditekankan perannya dalam sebuah novel akan berpengaruh terhadap elemen fiksi khususnya alur dan tokoh. Artinya tokoh dan alur dapat menjadi lain jika latar tempatnya berbeda.
d. Latar dan Unsur Fiksi yang Lain
Latar sebuah karya hanya berupa penyebutan nama tempat, waktu, dan hubungan sosial tertentu secara umum, artinya bersifat netral pada umumnya tak banyak berperanan dalam pengembangan cerita secara keseluruhan.
2. UNSUR LATAR
a. Latar Tempat
Penyebutan latar tempat yang ditunjukan secara jelas mungkin disebabkan perannya kurang dominan. Unsur latar sebagai bagian keseluruhan karya dapat jadi dominan koherensif, namun hal itu ditentukan oleh unsur latar yang lain.
b. Latar Waktu
Berhubungan dengan “kapan” peristiwa itu terjadi, lama waktu cerita juga sering dihubungkan sehingga dapat terjadi variasi pada berbagai novel.
c. Latar Sosial
Menyarankan pada hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan yang kompleks dalam kehidupan masyarkat yang mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap,dan hal yang tergolong latar spiritual.
d. Catatan tentang Anakronisme
Menyarankan pada pengertian adanya ketidaksesuaian dengan urutan perkembangan waktu dalam sebuah cerita. Anakronisme dalam karya sastra tidak selamanya merupakan kelemahan atau kurang telitinya pengarang, ia hadir dalam sebuah karya sastra karena disengaja bahkan didayagunakan kemanfaatannya.
3. HAL LAIN TENTANG LATAR
a. Latar sebagai Metaforik, menyarankan suatu pembandingan yang mungkin berupa sifat keadaan, suasana, atau sesuatu yang lain.
b. Latar sebagai Atmosfer, kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu.


BAB 8
PENYUDUTPANDANGAN
1. SUDUT PANDANG SEBAGAI UNSUR FIKSI


a. Hakikat Sudut Pandang
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan : Siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Pengertian sudut pandang adalah pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Sudut pandang dapat disamakan artinya dan bahkan dapat memperjelas dengan istilah pusat pengisahan.


b. Pentingnya Sudut Pandang
Pentingnya sudut pandang dalam karya fiksi tak lagi diragukan orang. Sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsure fiksi yang penting dan menentukan. Sebelum pengarang menulis cerita, mau tak mau ia harus telah memutuskan memilih sudut pandang tertentu. Ia harus mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narrator yang diluar cerita itu sendiri. Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita. Jika pengarang ingin menceritakan berbagai peristiwa fisik, aksi, bersifat luaran dan dapat diindera, namun juga batin yang berupa jalan pikiran dan perasaan beberapa tokoh sekaligus dalam sebuah novel, hal itu kiranya akan lebih sesuai jika dipergunakan sudut pandang orang ketiga, khususnya yang bersifat mahatau.


c. Sudut Panjang sebagai Penonjolan
Adanya penyimpangan dan pembaruan dalam karya sastra, seperti dikemukakan merupakan hal yang esensial. Hal tersebut berlaku juga dalam masalah pemilihan sudut pandang. Pengarang dapat saja melakukan penyimpangan terhadap penggunaan sudut pandang dari yang telah biasa dipergunakan orang. Dengan cara itu, ia ingin menarik perhatian pembaca sehingga segala sesuatu yang diceritakan dapat lebih memberikan kesan.

2. MACAM SUDUT PANDANG

Sudut pandang banyak macamnya tergantung dari sudut mana ia dipandang dan seberapa rinci ia dibedakan. Yaitu :
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “dia”
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “aku”
c. Sudut Pandang Campuran
Ternyata untuk jenis sastra fiksi, teknik penyudutpandangan tersebut terasa mampu memberikan efek kebaruan, angin segar yang tak membosankan bagi pencerapan indera kita, Namun tampaknya secara teoritis masih terlalu dini untuk mengatakan “ya”. Karena pada hakikatnya teknik “kau” tersebut hanya merupakan variasi teknik “aku” atau “dia” unyuk mengungkap sesuatu secara lain.


BAB 9
BAHASA
1. BAHASA SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Bahasa Sastra: Sebuah Fenomena
Bahasa sastra dicirikan sebagai bhasa yang mengandung unsur emotif dan konotatif. Ciri adanya unsur pikiran bukan hanya monopoli bahaa non sastra, tetapi bahasa sastrapun memilikinya.
b. Stile dan Stilistika
Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stilistika menyarankan pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi kebahasan,khususnya yang terdapat dalam karya sastra.
c. Stile dan Nada
Nada dalam pengertian luas diartikan sebagai pendirian atau sikap yang diambil pengarang terhadap pembaca dan masalah yang dikemukakan. Dalam sebuah karya fiksinya pengarang mengekspresikan sikap, baik terhadap masalah maupun pembaca, ppambacapun dapat memberikan reaksi yang sama.
2. UNSUR STILE
a. Unsur Leksikal, mengacu pada pengertian kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang.
b. Unsur Gramatikal, menyarankan pada pengertian struktur kalimat. Menganalisis kalimat dapat dilakukan dengan cara kompleksitas kalimat, jenis kalimat, jenis klausa dan frase.
c. Retorika, cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Bentuk-bentuk dari retorika berupa pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan.
d. Kohesi, antara bagian kalimat yang satu dengan yang lain terdapat hubungan yang bersifat mengaitkn antar bagian kalimat.

3. PERCAKAPAN DALAM NOVEL

a. Narasi dan Dialog
Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi adalah semua penuturan yang bukan bentuk percakapan sering dapat mencapaikan sesuatu secara lebih singkat dan langsung, artinya pengarang mengisahkan secara langsung ceritanya, telling. Dalam sebuah narasi terdapat dialog sebagai sebuah percakapan yang hadir dalam kalimat dalam novel.
b. Unsur Pragmatik dalam Percakapan
Percakapan yang sesuai dengan konteks pemakaiannya, percakapan yang mirip dengan situasi nyata penggunaan unsur bahasa sehingga bersifat pragmatik yang intinya mengacu pada penggunaan bahasa yang mencerminkan kenyataan. Sedangkan pemahaman terhadap percakapan dalam konteks pragmatik yang percakapan di dalamnya tidak di ungkapkan langsung dalam unsur bahasa, melainkan lewat kode budaya disebut implikatur.
c. Tindak Ujar
Yaitu salah satu hal yang penting dalam interpretasi percakapan secara pragmatik, konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dengan konteks.


BAB 10
MORAL
1. UNSUR MORAL DALAM FIKSI


a. Pengertian dan Hakikat Moral
Secara umum moral menyarankan pada pengertian tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk antara lain menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Karya sastra fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.


b. Jenis dan wujud Pesan Moral
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang mencakup harkat martabat manusia. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam jenis dan tingkat intensitasnya. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kaitanya dengan persoalan hubungan antarsesama dan dengan Tuhan.


2. PESAN RELIGIUS DAN KRITIK SOSIAL
Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan, dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain.


a. Pesan Religius dan Keagamaan
Unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Moral religius menjunjungtinggi sifat-sifat manusiawi hati nurani yang dalam, harkat martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.


b. Pesan Kritik Sosial
Sastra yang mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik yang biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat.


3. BENTUK PENYAMPAIAN PESAN MORAL
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Namun sebenarnya pemilihan itu hanya demi praktisinya saja sebab mungkin saja ada pesan yang bersifat agak langsung.


a. Bentuk Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan, expository.
Karya sastra adalah karya yang memiliki fungsi untuk menghibur, member kenikmatan emosional dan intelektual. Pesan moral yang bersifat langsung biasanya terasa dipaksakan dan kurang koherensif dengan unsure-unsur yang lain.


b. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Pesan dalam penyampaian tidak langsung hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsure-unsur cerita yang lain. Jika dibandingkan dengan teknik pelukisan watak tokoh, cara ini sejalan dengan teknik ragaan, showing. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya. Sebaliknya dilihat dari pembaca, jika ingin memahami dan atau menafsirkan pesan itu, harus melakukannya berdasarkan cerita, sikap dan tingkah laku para tokoh tersebut.





A. Nilai Moral
Pada dasarnya setiap puisi selalu berorientasi pada hal- hal yang bersifat membangun melalui pesan moral. Karenanya dalam puisi diyakini mengandung nilai- nilai moralitas yang dapat dijadikan bahan perenungan sekaligus menjadi kaidah pendamping dalam menjalankan kegiatan kehidupan. Tiap karya fiksi masing- masing mengandung dan menawarkan pesan moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 324).
Selanjutnya dalam Buku Praktis Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2003: 181) dijelaskan bahwa, ”Ciri sastra yang baik, setidaknya ada tiga macam norma atau nilai yang menjadi cirinya, yaitu norma estetika, sastra, dan moral. Karya sastra disebut memiliki nilai moral apabila menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai kehidupan yang berlaku.” Moral dalam puisi biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kapada pembaca. Moral dalam puisi dapat dipandang sebagai amanat. Kemudian dipertegas oleh Herman J. Waluyo (1991) yang mengatakan bahwa, ”Tujuan/ amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik kata- kata yang tersusun, juga dibalik tema yang terungkapkan.”
Dibalik kegelisahan kolektif yang menjadi topik MAJOI karya Taufiq Ismail, menyimbolkan banyak pengalaman hidup yang sangat berharga untuk membangun moral bangsa yang lebih baik. Hampir semua puisi Taufiq Ismail hakikatnya menekankan tentang pentingnya aspek moralitas.” Kemudian menurut Kuntowijoyo, ”Puisi- puisi Taufiq Ismail adalah puisi hati nurani.” Jadi dapat diyakini, dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, karya Taufiq Ismail kaya akan nilai- nilai moralitas yang sangat menarik untuk direnungkan.

B. Simbol
Penggunaan istilah simbol menyaran pada suatu perbandingan yang bisa berupa banyak hal dengan tujuan estetis, mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan mampu mengungkap gagasan. Keberadaan simbol dalam puisi atau karya sastra pada umumnya akan memberikan sumbangan kekuatan makna. Menurut Lakoff & Johnson dalam Nurgiyantoro (1995), ”Fungsi pertama simbol (metafor) adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi yang berupa ungkapan- ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dalam bentuk metafor daripada secara literal. Metafor erat berkaitan dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun budaya.” Kode simbolik lebih mengarah pada kode bahasa sastra yang mengungkapkan suatu hal dengan hal lain (Herman J. Waluyo, 1991: 106).
Wilayah penggarapan puisi Taufiq Ismail luas, mencakup demikian banyak aspek kehidupan. Sebagai karya kreatif tentu saja dalam MAJOI, karya Taufiq Ismail kaya akan bentuk- bentuk ungkapan (simbol) yang dapat mempertajam kekuatan makna. Puisi- puisi tersebut merupakan hasil rekaman dan renungan Taufiq Ismail tentang berbagai permasalahan kehidupan. Antara lain melalui simbol- simbol dalam puisi tersebut Taufiq Ismail menyampaikan sesuatu (pesan) kepada pembaca dengan tujuan agar masyarakat mampu memperbaiki kondisi bangsa.

C. Wujud Nilai Moral
Nilai moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

1. Nilai Moralitas Demokrasi
Dalam larik- larik puisi Kotak Suara, misalnya: (i) ”Disebuah perhitungan berlangsung keajaiban” menyimbolkan pentingnya penghitungan suara yang bermoral, yakni meninggalkan kebiasaan curang dalam membangun demokrasi yang sehat di negeri tercinta ini. (ii) ”Disebuah keajaiban semua mata ditutupkan” penyair ingin menempatkan pentingnya moral dalam penghitungan suara dalam pesta demokrasi. Moralitas yang dibangun dibalik simbol ”mata ditutupkan” adalah pentingnya berbuat jujur, transparan, menghargai hati nurani rakyat, untuk membangun bangsa ini yang berkeadilan dan berkemakmuran. (iii) ”Inilah kisah tentang sebuah pohon misteri” pohon misteri adalah simbol dari salah satu nama partai yang digambarkan dalam ungkapan- ungkapan seperti:
”Diakar ada angka sejuta, naik kebatang jadi setengah juta…………..” Nilai moralitas yang dibangun adalah pentingnya meninggalkan budaya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, untuk memperoleh kemenangan diri atau kelompok. (iv) ”Angka- angka sikut menyikut, pukul memukul”, ”Angka-angka tampar menampar, gebuk- menggebuk” Ini merupakan simbol- simbol awal terjadinya mala petaka, yang tidak kita harapkan. Nilai moralitas demokrasi harus di kedepankan, supaya bangsa ini, negeri ini, tidak terancam dari kehancuran.
Taufiq Ismail juga ingin membangun demokrasi di Indonesia yang bermoral melalui puisi Demokrasi (h. 67) misalnya, tampak pada (i) pah pah kok papah orasi ngotot begitu amat sih …., ini merupakan pesan moralitas demokrasi, yakni pentingnya seorang pemimpin untuk tidak memaksakan kehendak dalam membangun demokrasi yang bermoral di negeri ini. (ii) …..tiga puluah sembilan indak menjalankan oto….., merupakan simbol matinya demokrasi, menyiratkan pesan akan pentingnya membangun moralitas demokrasi yang dinamis, mengutamakan kepentingan rakyat banyak, dan tidak memaksakan kehendak. (iii) pah pah ambil ujian SIM lagi dong……., SIM merupakan simbol dukungan rakyat yang legal. Moralitas yang dibangun adalah pentingnya seorang pemimpin untuk belajar dari pengalaman masa lalu, instropeksi diri dari kesalahan- kesalahan yang pernah dilakukan, dan mendapatkan dukungan rakyat yang sah secara demokrasi. (iv) pah pah ujian SIM demokrasi papah mau ngancam lagi? Kata ”ngancam” ditulis dengan dibalik, merupakan simbol larangan untuk mengancam. Moralitas yang dibangun adalah tidak dibenarkan di dalam negara demokrasi tindakan memaksa lebih- lebih mengancam.
2. Nilai Moral Cinta Tanah Air
Nilai moral dalam puisi, karya sastra pada umumnya dapat berupa pesan yang berkaitan dengan hubungan antar sesama, hubungan sosial. Masalah- masalah yang berupa hubungan antar manusia itu dapat berwujud: kesetiaan, cinta kasih (keluarga, sesama, maupun tanah air), dan lain- lain yang melibatkan interaksi antar manusia (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 326).
Pesan moral yang merujuk pada cinta tanah air, misalnya dalam larik- larik puisi Berbeda Pendapat (h. 18)
…………………………….
Tapi bila berjumpa muka
Wajah cerah bagai abang dan adik saja
……………………………..
Burhanudin Harahap PM-nya, jauh dari selingkuh
Cuma mau memenangkan partainya
………………………………
Tegur sapa adalah pakaian bersih bersama
Menyimbolkan pentingnya menjaga keutuhan bangsa. Perbedaan pendapat, berlain pandangan seorang pemimpin harus diyakini sebagai sesuatu yang sah dalam demokrasi. Kalau tidak, maka akan berujung pada kehancuran tanah air ini. Cinta tanah air merupakan bagian dari kesetiaan dan cinta kasih yang melibatkan interaksi antar manusia. Sebagai perwujudan cinta tanah air, maka moralitas yang dibangun adalah pentingnya mengedepankan keselamatan bangsa dan tanah air secara luas daripada kepentingan indifidu atau golongan.

3. Nilai Moralitas Keagamaan dan Religius
Menurut Mangun Wijaya dalam Nurgiyantoro (1995), ”Kehadiran unsur keagamaan dan religius dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius.”
Dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, karya Taufiq Ismail diawali dengan puisi 12 Mei 1998 (h. 2). Ungkapan- ungkapan seperti (i) ”Empat syuhada”, yang berarti saksi kebenaran (dalam Islam), merupakan simbol pahlawan penegak kebenaran. Moralitas keagamaan dan religius yang harus dibangun adalah pentingnya berjuang menegakkan kebenaran, ikhlas, hanya semata- mata karena Allah. (ii) ”peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama” menyimbolkan bahwa hidup dan mati adalah milik Allah. Peluru logam sebenarnya hanya sebuah perantara, dan bukan penentu kematian. Moralitas agama dan religius yang dibangun adalah pentingnya keyakinan bahwa hidup dan mati adalah keputusan Allah, sehingga jangan takut berjuang untuk sesuatu yang benar, karena Allah senantiasa akan melindungi. (iii) ”….. kita perlukan peta Tuhan” menyimbolkan pentingnya mohon petunjuk kepada Tuhan, karena kebenaran menurut manusia belum tentu berarti kebenaran menurut Tuhan.
Selanjutnya dalam MAJOI (bagian pertama) diakhiri dengan Doa Orang Kubangan (h. 82). Nilai moralitas agama dan religius dibalik simbol ”Doa Orang Kubangan”, pentingnya bertaubat dengan bersungguh- sungguh taubat dari semua kesalahan yang pernah dilakukan. Konsekuensi dari taubat itu sendiri adalah diawali dari keyakinan bahwa Tuhan senantiasa mengetahui semua kesalahan yang kita lakukan, kemudian untuk kedepan harus berbuat lebih baik, utamanya demi masa depan bangsa dibawah lindungan Tuhan .
Selanjutnya pada bagian kedua kumpulan puisi MAJOI, yaitu Kembalikan Indonesia Padaku (KIP), diawali dengan puisi doa (h. 84). Doa menyimbolkan pentingnya membangun moral agama dan religius bagi bangsa Indonesia. Moralitas agama dan religius yang dibangun adalah pentingnya mengakui segala dosa, semacam larik ” Telah nista kami dalam dosa bersama”, kemudian meninggalkan kebiasan- kebiasaan munafik, ”Dalam pikiran yang ganda”.

4. Nilai Moralitas Sosial
Banyak karya satra yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil yang seperti dipermainkan oleh tangan- tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini lebih berupa kekuatan ekonomi (Burhan Nurgiyanto, 1995: 335).
SAJAK TANGGA
Empat puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari panas
Lima puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari sengangar
Enam puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari terbakar
………………………..
Dibalik puisi sajak tangga (h.92-93), Taufik Ismail setidaknya telah merasa terlibat dengan nasib rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan sebenarnya bukan permasalahan milik orang miskin itu sendiri. Tetapi sebagai bangsa yang bermoral, kemiskinan itu pantas menjadi perenungan bersama.
Nilai moralitas sosial juga diungkap dibalik puisi Seratus Juta (h. 5-6), yang menyiratkan ketidakberdayaan umat manusia yang seratus juta, berarti menyimbolkan pesan perlunya berbuat sesuatu untuk kemanusiaan. Realita permasalahan bangsa yang kompleks dan tak pernah surut seperti; kemiskinan, pengangguran, kesengsaraan, putus sekolah, penyakit, hutang, dan lain sebagainya perlu menjadi perhatian bersama.
5. Nilai Moralitas Pendidikan
Puisi Kembalikan Merah Putih Pada Si Toni (h. 102), merah adalah simbol keberanian dan putih adalah simbol kesucian. Puisi ini masuk pada wilayah Kembalikan Indonesia Padaku. Ini menyiratkan makna kembalikan Indonesia pada cita- cita luhur bangsa (suci), tidak takut berbuat sesuatu yang memang benar. Penyatuan tingkah laku dan kesucian adalah wujud dari pendidikan. Nilai moralitas pendidikan yang dibangun tampak pada larik- larik seperti,
Upacara berjalan dengan irama yang terpelihara
ketika hari agak panas sudah terasa
ketika matahari pun bertingkah gembira
ketika dikirimkannya cahaya yang merata
ketika semua tertib di kelurahan desa
………………………..
”Irama yang terpelihara”, merupakan simbol kepatuhan pada aturan atau tata tertib yang harus dicamkan dalam pendidikan. ”Matahari”, menyiratkan makna pentingnya membuka cakrawala pandang, wawasan yang luas, dalam kancah pendidikan. ”Bertingkah gembira”, merupakan simbol ketulusan dan kejujuran dalam mendidik anak bangsa. ”Cahaya yang merata”, merupakan simbol berkeadialan. Jadi secara umum, moralitas pendidikan yang dibangun adalah pentingnya mengedepankan dan menanamkan kedisiplinan, berwawasan kedepan, kejujuran, dan berkeadilan dalam membangun fitrah pendidikan untuk masa depan generasi penerus bangsa
Demikianlah, ulasan ini memang tidak mengangkat semua nilai moral secara menyeluruh dari larik- larik, dan bait- bait dalam kumpulan MAJOI. Tetapi setidaknya penulis berharap, ulasan ini dapat melengkapi ulasan- ulasan sebelumnya yang banyak mengungkap realita.
Akhirnya dibalik Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya Taufiq Ismail, banyak kita dapatkan pengalaman hidup yang sangat berharga untuk membangun bangsa ini. Realita buruk dalam MAJOI misalnya, bukan sebatas realita yang harus kita tahu, tetapi muatan titipan moral dibalik realita itulah yang harus menjadi perenungan bersama untuk membangun bangsa ini lebih baik.
Tiga wilayah pembagian puisi Taufiq Ismail (MAJOI, KIP, dan SPSG) yang kemudian disatukan dalam seratus puisi Taufiq Ismail dan diberi judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia sarat dengan nilai- nilai moralitas. Dengan merasa malu berarti mau meninggalkan yang memalukan. Malu juga merupakan tanda iman seseorang. ”Malu itu sebagian dari iman, dan iman itu berada dalam surga ………………” (HR. Ahmad Tirmidzi).
Nilai moral mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia, mencakup semua persoalan yang boleh dikatakan tak terbatas. Wilayah penciptaan puisi Taufiq Ismail ini mencakup aspek kehidupan yang sangat luas. Mengapa? Karena Taufiq Ismail memanfaatkan ungkapan- ungkapan sebagai bahasa simbol untuk mempertajam kekuatan makna.


0 Response to "Drama"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel