Drama
Wednesday, July 17, 2013
Add Comment
1.FIKSI: PENGERTIAN DAN HAKIKAT
Dunia kesastraan mengenal prosas sebagai salah satu genre sastra disamping
genre-genre yang lain.Untuk mempertegas keberadaan genre prosa,ia sering
dipertentangkan dengan genre yang lain,misalnya dengan puisi,walau pemertentangan
itu sendiri hanya bersifat terioritis.Atau paling tidak,orang berusaha mencari
perbedaan antara keduanya.Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada
pengertian yang lebih luas.Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis
dalm bentuk prosa,bukan dalam bentuk puisi atau drama,tiap baris dimulai dari
margin kiri penuh sampai ke margin kanan.Secara teoritis karya fiksi dapat
dibedakan dengan karya nonfiksi,walau tentu saja pembedaan itu tidak bersifat
mutlak,baik yang menyangkut unsur kebahasaan maupun unsur inti permasalahan
yang dikemukakan,khususnya yang berkaitan dengan data-data faktual,dunia
realitas.Dalam penulisan ini,istilah dan pengertian prosa dibatasi pada prosa
sebagai salah satu genre sastra.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan
lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri,serta interaksinya
dengan Tuhan.Fiksi m,erupakan hasil dialogkontemplasi,dan reaksi pengarang
terhadap lingkungan dan kehidupan.Oleh karena itu,bagaimanapun fiksi merupakan
sebuah cerita,dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan
hiburan kepada pembaca disamping tujuan estetik
2.PEMBEDAAN FIKSI
Fiksi dapt diartikan sebagai cerita rekaan.Akan tetapi pada kenyataannya tidak
semua karya yang mengandung unsur kenyataan disebut sebagai karya
fiksi.Karya-karya lain yang penulisannya tidak berbentuk prosa,misalnya berupa
dialog seperti dalam drama atau sandiwara,termasuk skenario untuk film,juga
puisi-puisi drama dan puisi balada,pada umumnya tidak disebut karya fiksi
a.Novel dan cerita pendek
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk sastra yang sekaligus disebut
fiksi,dengan demikian pengertian fiksi seperti dikemukakan diatas,juga berlaku
untuk novel.Cerpen sesuai dengan namanya,adalah cerita yang pendek.Akan
tetapi,berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya,tak ada
kesepakatan diantara para pengarang dan para ahli.Novel dan cerpen sebagai
karya fiksi mempunyai persamaan,keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun
yang sama,keduanya dibangun dari dua unsur intrinsik dan ekstrinsik.Novel dan
cerpen sama-sama memiliki unsur peristiwa,plot,tema,tokoh,latar,sudut pandang
dan lain-lain.
b.Novel serius dan novel populer
Dalam dunia kesastraan sering ada usaha untuk mencoba bedakan antara novel
serius dengan novel populer.Usaha itu dibandingkan dengan pembedaan antara
novel dan cerpen,antara novel dengan roman,sungguh tidak mudah dilakukan dan
lebih dari itu bersifat riskan.Nvel populer adlah novel yang populer pada
masanya dan banyak penggemarnta,khususnya pembaca di kalangan remaja.Sedangkan
sastra populer adalah perekam kehidupan,dan tidak banyak memperbincangkan
kehidupan kembali dalm serba kemungkinan.
3.UNSUR-UNSUR FIKSI
Sebuah karya fiksi yang jadi,merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan
sebuah dunia yang dikreasikan pengarang .Sebuah novel merupakan sebuah
totalitas,suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik
a.Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri.Unsur inilah yang membuat karya sastra hadir sebagai karya
sastra,unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai orang ketika membaca karya
sastra,sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra itu,tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra,atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan unsur-unsur
yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra nsmun sendiri tidak ikut
menjadi bagian di dalamnya
b.Fakta,Tema,Sarana Cerita
Sarana pengucapan sastra,sarana kesastraan adalah teknik yang dipergunakan oleh
pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita menjadi pola yang
bermakna.Setiap novel akan memilih tiga unsur pokok,sekaligus merupakan unsur
terpenting yaitu tokoh utama,konflik utama,dan tema utama.Ketiga unsur utama
saling berkaitan erat dan membentuk kesatuan yang padu,kesatuan organisme
cerita.
c.Cerita dan Wacana
Aspek cerita yang terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaaanya ,eksistensinya
yang berunsur isi.Unsur yang berupa subsatnsi isi,di lain pihak adalah
keseluruhan semesta,berbagai bentuk kemungkinan,objek dan peristiwa,baik yang
ada di dunia nyata maupun dumia imajinatif.Koherensi dan kepaduan semua unsur
cerita sehingga membentuk totalitas adalah suatu yang amat menentukan keindahan
dan keberhasilan sebuah karya fiksi sebagai suatu bentuk cipta sastra,lebih
dari sekedar penggunaan unsur bahasa itu sendiri.Jika terjadi suatu kelemahan
pada salah satu unsurnya,hal itu dapt tertutupi oleh unsur-unsur yang lain yang
kuat.
BAB 2
KAJIAN FIKSI
1.HAKIKAT KAJIAN FIKSI
Pengkajian terhadap karya fiksi berarti penelaahan,penyelidikan,atau
mengkaji,menelaah,menyelidiki karya fiksi tersebut.Penggunaan karya fiksi itu
sendiri sering ditafsirkan dalm konotasi yang agak negatif.Kesan yang tidak
jarang timbul dari kata tersebut adalah mencincang-cincang karya
sastra,memisah-misahkan bagian dari keseluruhannya.Dalam pandangan kelompok
tertentu,kerja analisis kesastraan dianggap sebagai tidak ubahnya kegiatan
bedah mayat yang dilakukan para mahasiswa kedokteran.Kegiatan analisis sastra
yang mencoba memisahkan bagian-bagian dari keseluruhannya tersebut,tak jarang
dianggap sebagai kerja yang sia-sia.Anggapan itu tidak dianggap semuanya
benar,walau juga tidak semuanya dapat dibenarkan..Kesemuanya masih memerlukan
kejelasan yang lebih lanjut.
Manfaat yang terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita membaca ulang
karya-karya sastra yang dianalisi itu,baik karya-karya yang dianalisis sendiri
maupun oleh orang lain.Jika kerja analisis dimaksudkan untuk memahami secara
lebih baik sebuah karya,merebut makna menafsirkan makna berdasarkan berbagai
kemungkinannya,analisis tersebt sebenarnya telah melibatkan kerja hermeneutik
2.KAJIAN STRUKTURAL
Sebuah karya sastra,fiksi atau puisi,menurut kaum strukturalisme adalah sebuah
totalisme yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur.Di satu
pihak,struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan,penegasan,dan
gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama
membentuk kebulatan yang indah.Selain istilah struktural ,dunia kesastraan
mengenal strukturalisme.Struktuealisme dapat dipandang sebagai salah satu
pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur
pembangun karya yang bersangkutan
Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparakn secermat mungkin fungsi
dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama
menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.Analisis struktural dapat berupa kajian yang
menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikroteks,suatu keseluruhan wacana dan
relasi intertekstual
3.KAJIAN SEMIOTIK
Dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure,bahasa merupakan
sebuah sistem tanda bahasa mewakili suatu yang lain yang disebut makna.Peletak
dasar teori semiotik ada dua orang,yaitu Ferdinand Saussure dan Charles Sanders
Peirce.Saussure yang dikenal sebagai Bapak ilmu modern,mempergunakan istilah
semiologi,sedang kedua tokoh yang berasal dari dua benua yang berjauhan
itu,Eropa dan Amerika,dan tidak sling mengenal,sama-sama mengemukakan sebuah
teori yang secara prinsipial tidak berbeda.
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.Tanda adalah
sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa
pengalaman,pikiran,gagasan dan lain-lain.Jadai yang apat menjadi tanda sebenarnya
bukan bahasa saja melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini,walau
harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan
sempurna.Perkembangan teori semiotik hingga dewasa ini dapat dibedakan ke dalam
dua jenis semiotika,yaitu semiotik komunikasi dan semiotik signifikasi.Semiotik
komunikasi menekankan pada teori produksi tanda,sedangkan semiotik signifikasi
menekankan pemahaman,dan pemberian makna suatu tanda
a.Teori semiotik Pierce
Teori Pierce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat dikatan sebagai tanda jika ia
mewakili sesuatu yang lain,sebuah tanda yang disebutnya sebagai representamen
haruslah mengacu sesuatu yang disebutnya objek,ia juga menyebutnya sebagai
designatum,denotatum,dan dewasa ini orang juga menyebutnya dengan istilah
referent.Proses perwakilan disebut semiosis.Semiosis adalah suatu proses dimana
suatu tanda berfungsi sebagai tanda,yaitu mewakili sesuatu yang
ditandainya.Kenyataan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem,mengandung arti
bahwa ia terdiri dari sejumlah unsur,dan tiap unsur itu saling berhubungan
secara teratur dan berfungsi sebagai kaidah,sehingga ia dapat dipakai untuk
berkomunikasi.
4.KAJIAN INTERTEKSTUAL
Kajian intertekstual yang dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah
teks,yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu,misalnya untuk
menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti
ide,gagasan,peristiwa,plot,penokohan,gaya bahasa,dan lain-lain,diantara
teks-teks yang dikaji.Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun
karya ditulis,ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.Karya
sastra yang ditulis lebih kemudian biasanya mendasarkan diri pada karya karya
lain yang telah ada sebelumnya,baik secara lngsung maupun tidak langsung,baik
dengan cara meneruskan maupun menyimpangi konvensi.
Dalam penulisan teks kesastraan,orang membutuhkan konvensi,aturan,namun hal itu
sekaligus akan disimpanginya.Levin,ia tidak mungkin lahir dari situasi
kekosongan budaya.Karya sastra yang ditulis lebih kemudian biasanya mendasarkan
diri pada karya karya lain yang telah ada sebelumnya,baik secara lngsung maupun
tidak langsung,baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi konvensi.
Dalam penulisan teks kesastraan,orang membutuhkan konvensi,aturan,namun hal itu
sekaligus akan disimpanginya.Levin (1950 lewat Teuw, 1984: 101) bahkan
mengatakan bahwa pengakuan konvensi dalam sejarah bertepatan dengan
penolakannya
5.DEKONSTRUKSI
Dewsa ini dunia intelektual diguncang oleh munculnya arus
pemikiran,paham,gerakan,atau mungkin bahwa era baru yaitu yang dikenal sebagai
sebutan postmodernisme atau ada juga yang menyebutnya pasca modernisme,yang
dari namanya dapat diduga sebagai terkait masalah filsafat dan bisa disingkat
postmo.Postmodernisme menolak universalitas,totalitas,keutuhan organis,pensisteman,dan
segala macam legitimasi,termasuk dalam bidang keilmuan,atau apa yang oleh
Lyotard disebut sebagai grand narative.Teori dekonstruksi menolak pandangan
bahwa bahasa telah memiliki makna yang pasti,tertentu dan konstan,sebagaiman
halnya panangan strukturalisme klasik.Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk
kebahasaan yang dipergunakan,yang dipergunakan untuk membahasakan objek yang
bermakna tertentu dan pasti.
Jika strukturalisme dipandang sebagai suatu yang sisitematik,proyek
keilmuan,atau secara umum diartikan sebagai Science of sign,poststrukturalisme
justru mengkritik hal itu sebagai sesuatu yang tak mungkin
BAB 3
TEMA
1.HAKIKAT TEMA
Mempertanyakan makna sebuah karya ,sebenarnya juga berarti mempertanyakan
tema.Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau menewarkan tema,namun apa
isi tema itu sendiri tak mudah ditunjukkan.Usaha mendefinisikan tema
sebagaimana dengan pendefinisian masalah yang lain,misalnya sastra juga tak
mudah,khusnya definisi yang dapat mewakili substansi sesuatu yang dapat didefinisikan
itu.Hal itu tidak berbeda dengan misalnya jika diminta untuk mendefinisikan
bolpoin dan sepeda.Kita misalnya mendefinisikan bolpoin sebagai alat untuk
menulis dan sepeda sebagai alat untuk melakukan perjalanan.Kedua drfinisi yang
diberikan itu belum menunjukkan definisi yang seharusnya,melainkan baru
menyebutnya fungsi.
Dengan demikian untuk menemukan tema sebuah karya fiksi,ia haruslah disimpulkan
dari keseluruhan cerita,tidak hanya bagian tertentu dari cerita.Sebagai sebuah
makna pada umumnya,tema tidak dilukiskan,paling tidak perlukisan yang secara
langsung atau khusus.Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan
merasuki keseluruhan cerita,dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan
pelukisan secara langsung tersebut
2.TEMA MENGANGKAT MASALAH KEHIDUPAN
Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan
komplek,seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada.Walau
permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama,ada masalah-masalah tertentu yang
bersifat universal.Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan
kehidupan itu menjadi tema dan atau sub tema ke dalm karya fiksi sesuai dengan
pengalaman,pengamatan dan aksi-interaksinya dengan lingkungan.Berbagai masalah
dan pengalaman kehidupan yang banyak diangkat ke dalam karya fiksi,baik berupa
pengalaman yang bersifat individual maupun bersifat sosial,adalah cinta
terhadap kekasih,orang tua,saudara,tanah air,atau yang lain.
3.TEMA DAN UNSUR CERITA YANG LAIN
Tema dalam sebuah karya sastra,fiksi hanyalah merupakan salah satu dari
sejumlah unsur pembangun cerita yang lain,yang secara bersama membentuk
kemenyeluruhan.Di pihak lain,unsur-unsur tokoh,plot,latar,dan
cerita,dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema
Latar merupakan tempat,saat dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh
melekukan dan dikenai suatu kejadian.latar bersifat memberikan aturan,permainan
terhadap tokoh.latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berfikir tokoh,dan
karenanya akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berpikir tokoh,dan karenanya
akn mempengaruhi pemilihan tema.
4.PENGGOLONGAN TEMA
Tema dapat digolongkan menjadi beberapa kategori yang berbeda tergantung dari
segi mana penggolongan itu dilakukan.Pengkategorian tema yang dikemukakan
berikut dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang,yaitu penggolongan dikhtomis
yang bersifat tradisional dan non tradisional,penggolongan dilihat dari tingkat
pengalaman jiwa menurut Shipley,dan penggolongan dari tingkat keutamaannya.
a.Tema Tradisional dan Nontradisional
Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjukkan pada tema yang hanya
itu-itu saja,dalam arti ia telah lama,dipergunakan dan dapat ditemukan dalam
berbagai cerita,termasuk cerita lama.Pada umumnya tema-tema tradisional merupakan
tema yang digemari orang dengan status sosial apapun dimanapun,dan kapanpun.Hal
itu disebabkan pada dasarnya setiap orang cinta akan kebenaran dan membenci
sesuatu sebaliknya,termasuk orang yang tak tergolong baok sekalipun.
b.Tingkatan Tema Menurut Shipley
Shipley dalam Dictionary of World Literature a(1962: 417),mengartikan tema
sebagai subjek wacana,topik umum,atau msalah utama yang dituangkan ke dalam
cerita.Shipley membedakan tema-tema karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan
semuanya ada lima tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa,yang disusun
dari pengalaman jiwa,yang disusun dari tingkatan yang paling sederhana,tingkat
tumbuhan dan makhluk hidup,ke tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat
dicapai oleh manusia
c.Tema Utama dan Tema Tambahan
Tema seperti dikemukakan sebelumnya,pada hakikatnya merupakan mekna yang
dikandung cerita,atau secara singkat;makna cerita.Mkana pokok cerita tersirat
dalam sebagian besar,untuk tidak dikatakan dalam keseluruhan,cerita,bukan makna
yang hanya terdapat bagian-bagian tertentu cerita saja.Makna-makna tambahan
bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri,terpisah dari makna pokok cerita
yang bersangkutan berhubung sebuah novel yang jadi merupakan satu
kesatuan.makna pokok cerita bersifat merangkum berbagai makna
khusus,makna-makna tambahan pada karya sastra itu
5.PENAFSIRAN TEMA
Kegiatan menafsirkan tema sebuah karya fiksi,barangkali,merupakn tugas yang
paling banyak dibebankan kepada siswa.Semua orang yangt pernah menjadi pelajar
pasti mengalami mendapat pertanyaan itu,namun belum tentu terhadap aspek fiksi
yang lain.Walau demikian tak jarang penugasan itu sendiri bersifat semu.Hal itu
disebabkan jangankan menafsirkan tema sebuah novel,membasanya pun belum tentu
mereka melakukannya.
BAB 4
CERITA
1.HAKIKAT CERITA
Membaca sebuah karya fiksi,novel ataupun cerpen,pada umumnya yang pertama-tama
menarik perhatian orang adalh ceritanya.Faktor cerita inilah terutama yang
mempengaruhi sikap dan selera orang terhadap buku yang akan,sedang atau sudah
dibacanya.Orang membaca buku fiksi lebih dimotivasi oleh rasa ingin tahunya
terhadap cerita,hal itu wajar dan sah adanya
Aspek cerita dalam sebuah fiksi merupakan sebuah hal yang amat esensial,ia
memiliki peranan sentral.Dari awal hingga akhir karya itu yang ditemui adalah ceita.Cerita
dengan demikian,erat berkaitan dengan unsur pembangun fiksi yang lain
2.CERITA DAN PLOT
Cerita dan plot merupakan dua unsur fiksi yang amat erat berkaitan sehingga
keduanya,sebenarnya,tak mungkin dipisahkan.Bahkan lebih dari itu,objek pembacaan
cerita dan plot boleh dikatakan sama dengan peristiwa. Dengan demikian terdapat
perbedaan inti antara cerita dan plot.Keduanya memang sama-sama mendasarkan
diri pada rangkaian peristiwa namun tuntutan plot bersifat lebih komplek
daripada cerita.Tuntutan untuk plot dalam sebuah karya fiksi lebih daripada
sekedar cerita.Plot seperti dikatakan oleh Foster merupakan sesuatu yang lebih
tinggi dan kompleks daripada cerita.Plot mengandung unsur misteri
disamping,untuk memahaminya,menuntut adanya unsur intelegensia.
3. CERITA DAN POKOK PERMASALAHAN
Pokok permasalahan (subjek matter) merupakan suatu hal yang dingkat ke dalam
cerita sebuah karya fiksi. Pengarang fiksi adalah seorang pelaku berbagai
permasalahan hidup dan kehidupan yang berusaha mengungkap dan mengangkatnya
dalam sebuah karya. Isi cerita adalah suatu yang dikisahkan dalam sebuah karya
fiksi. Ia telah menjadi bagian integral dengan karya yang bersangkutan dan
berkaitan erat dengan aspek bentuk. Dengan demikian, berbeda halnya dengan isi
cerita yang baru bereksistensi setelah diangkat ke dalam sebuah karya, pokok
permasalahan akan tetapeksis walau ia tak pernah diangkat untuk dijadikan
cerita. Pemilihan pokok permasalahan ke dalam sebuah karya fiksi biasanya ada
kaitannya dengan pemilihan tema. Paling tidak terdapat kesesuaian antara
pemilihan keduanya, dan hal yang demikian akan mempermudah pembaca untuk
memahaminya.
4. CERITA DAN FAKTA
Dalam sebuah karya fiksi sering dijumpai peristiwa-peristiwa dan permasalahan
yang diceritakan, karena kelihaian dan kemampuan imajinasi pengarang, tampak
kongkret dan seperti benar-benar ada dan terjadi. Sebuah karya mungkin saja
ditulis berdasarkan data-data faktual, peristiwa-peristiwa dan suatu yang lain
yang benar-benar ada dan terjadi. Tulisan dengan Data Faktual adalah tulisan
yang dibuat berdasarkan data dan atau informasi yang biasanya dipakai dalam
menulis berita surat kabar. Selain penulisan untuk surat kabar,ada jenis
tulisan lain yang dibuat berdasarkan informasi faktual, namun terlalu terikat
oleh keaktualan, melainkan lebih terikat oleh kejelasan, ketepatan, dan
ketajaman uraian.
Masalah ketegangan antara hubungan yang nyata dengan yang rekaan dalam karya
sastra sudah dipersoalkan oleh Aristoteles, yaitu dengan teori mimetik dan
creatio-nya. Sebuah karya hanya mengemukakan hal-hal yang benar-benar terjadi
secara apa adanya akan ditolak untuk disebut sebagai sebuah novel, melainkan
mungkin sebuah laporan. Sebaliknya sebuah karya (fiksi) secara mutlak berisi
peristiwa-peristiwa imajinatif yang sama sekali tak mencerminkan realitas
kehidupan, ia akan sulit, atau bahkan tak dapat dipahami. Namun haruslah
disadari bahwa dalam karya fiksi, adanya kemiripan dengan kenyataan bukan
merupakan tujuan, melainkan hanya sarana untuk menyampaikan sesuatu kepada
pembaca yang lebih dari kenyataan itu sendiri (Teeuw, 1984: 232).
Sebuah novel kadang tak hanya mencerminkan realitas, melainkan mengandung unsur
kebenaran sejarah. Novel tersebut justru akan memperjelas kadar rekaannya,
karena banyak hal yang dikaitkan dengan kebenaran itu tak pernah ada dan
terjadi, ia dapat membuktikannya.
Disamping karya fiksi yang benar-benar hasil kreasi-imajinatif, kita dapat juga
menemukan fiksi yang mengambil bahan sejarah. Karya jenis ini biasa disebut
sebagai novel (roman) sejarah. Penulisan sejarah terikat pada data fakta yang
benar-benar ada dan terjadi, data fakta yang memiliki validitas empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan. Data sejarah yang digunakan dalam karya fiksi
sebenarnya telah menjadi bagian dari sistem fiksi itu dan bukan lagi menjadi
bagian sistem dari dunia realitas (Junus, 1989: 51). Unsur Realitas dan
Imajinasi adalah karangan yang mengandung unsur imajinasi sebenarnya bukan
hanya monopoli karya fiksi yang sering disebut sebagai karya ilmiah imajinatif
itu. Sebaliknya karangan yang mempergunakan data dan peristiwa faktual juga
bukan monopoli karya nonfiksi. Yang membedakan kedua jenis karangan di atas
adalah kadar realitas dan imajinasi yang terkandung didalamnya. Unsur imajinasi
jauh lebih menonjol dalam karya fiksi, sedangkan unsur realitas lebih menonjol
pada karya nonfiksi. Ada jenis karya tertentu yang tampaknya sulit untuk
dikategorikan ke dalam fiksi atau non fiksi, yaitu karya yang bersifat
biografis. Hal-hal yang dikemukakan di atas menunjukan bahwa antara realitas dan
imajinasi yang terlihat seperti bertentangan, ternyata erat bergandengan.
BAB 5
PEMPLOTAN
1.HAKIKAT PLOT DAN PEMPLOTAN
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang
menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain.
Hal itu kiranya juga beralasan sebab kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan
antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita
terhadap cerita yang ditampilkan. Untuk menyebut plot secara tradisional orang
juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita, sedangkan dalam
teori-teori yang berkembang lebih kemudian dikenal adanya istilah struktur
naratif, susunan, dan juga sujet.
Pengertian Plot dan Pemplotan. Menurut Stanton (1965: 14) plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau meyebabkan terjadinya peristiwa
lain. Kenny (1966: 14) mengemukakan plot sebagai peristiwa yang ditampilkan
dalam cerita yang tidak bersifay sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa
itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Sedangkan menurut Forster (1970 (1927):
93) adalalah peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan
kausalitas.
b. Konflik
Konflik adalah kejadian yang tergolong penting, merupakan unsur yang esensial
dalam pengembangan plot. Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat
tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh cerita, yang jika
tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia tidak akan memilih peristiwa
itu menimpa dirinya. Namun tidak demikian halnya untuk cerita yang
diteksnaratif-kan. Hal itu nampaknya sesuai dengan sifat manusia pada umumnya
yang senang sesuatu yang berbau gosip, apalagi yang sensasional. Peristiwa dan
konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu
dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Bentuk
peristiwa dalam sebuah cerita, sebagaimana telah dikemukakan dapat berupa
peristiwa fisik ataupun batin.
c. Klimaks
Konflik dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur plot,
keduanya merupakan unsur utama plot pada karya fiksi. Menurut Stanton (1965;
16), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan saat
hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
Klimaks sngat menentukan perkembangan plot karena merupakan titik pertemuan
antara dua hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasaLahan akan
diselesaikan. Secara ekstrem boleh dikatakan bahwa dalam klimaks nasib tokoh
utama cerita akan ditentukan.
3. KAIDAH PEMPLOTAN
Novel merupakan sebuah karya yang bersifat imajiner dan kreatif, sifat kreatif
antara lain terlihat pada kebebasan pengarang untuk mengemukakan cerita,
peristiwa, konflik, tokoh, dan lain-lain. Masalah kreatifitas, kebaruan, dan
keaslian dapat juga menyangkut masalah pengembangan plot. Dalam usaha
pengembangan plot, pengarang juga memiliki kebebasan kreatifitas. Namun dalam
karya fiksi yang tergolong konvensional kebebasan itu tanpa aturan.
a. Plausibilitas
Sebuah cerita dikatakan memiliki sifat plausibel jika tokoh cerita dan dunianya
dapat diimajinasi dan jika para tokoh dan dunianya tersebut serta peristiwa
yang dikemukakan mungkin saja dapat terjadi.
Sebuah cerita dikatakan berkadar plausibilitas jika memiliki kebenaran untuk
dirinya sendiri. Artinya, sesuai dengan tuntutan cerita dan tidak bersifat
meragukan. Plausibilitas cerita tidak berarti bahwa cerita merupakan peniruan
realitas belaka, melainkan lebih disebabkan ia memiliki koherensi pengalaman
nkehidupan.
b. Suspense
Suspense menyarankan pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap
peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa
simpati oleh pembaca. Atau menyarankan pada adanyaharapan yang belum pasti pada
pembaca terhadap akhir sebuah cerita.
Kuat atau tidaknya kadar suspense sebuah cerita ikut menentukan keberhasiln
karya yang bersangkutan sebagai karya fiksi. Salah satu cara untuk
membangkitkan suspence sebuah cerita adalah dengan menampilkan apa yang disebut
foreshadowing ( merupakan penampilan peristiwa tertentu yang bersifat
mendahului namun biasanya ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa
penting yng kan dikemukakan kemudian).
c. Surprise
Sesuatu yang bersifat bertentangan itu dapat menyangkut berbagai aspek
pembangun karya fiksi, misalnya sesuatu yang diceritakan, peristiwa,
penokohan-perwatakan, cara berpikir, berasa, dan bereaksi para tokoh cerita,
cara pengucapannya dan gaya bahasa.
d. Kesatupaduan
Pengertian kesatupaduan menyarankan bahwa berbagai unsur yang ditampilkan
khususnya peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan yang mengandung konflik, atau
seluruh pengalaman kehidupan yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan
satu dengan yang lain.
4. PENAHAPAN PLOT
Plot sebuah cerita mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara
eksplisit maupun emplisit. Plot karya fiksi sering tak menyajikan urutan
peristiwa secara kronologis dan runtut melainkan penyajian yang dapat dimulai
dan di akhiri dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk
memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan terakhir.
a. Tahapan Plot: Qwal-Tengah-Akhir
Tahap awal atau tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting
yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap
berikutnya.fungsinya untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya
khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
Tahap tengah atau tahap pertikaian menampilkan pertentangan atau konflik yang
sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin meningkat dan
menegangkan. Pada bagian inilah inti cerita disajikan: tokoh memainkan peran,
peristiwa penting, konflik yang mencapai klimaks.
Tahap akhir atau tahap pelaraian menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks.
Akhirya perlu kembali ditegaskan bahwa ketiga tahapan itu berkaitan untuk
membentuk sebuah kepduan cerita.
b. Tahapan Plot: Rincian Lain
Ada lima tahapan plot yaitu : tahap situasion ( berisi pelukisan dan pengenalan
situasi latar dan tokoh cerita ), tahap generating circumstances ( masalah dan
peristiwa yang menyulut terjadinya konfik ), tahap rising action ( semakin
meningkatkan dan mengembangkan kadar intensitas konflik ), tahap klimaks (
konflik atau pertentangan yang mencapai titik intensitas puncak), tahap
denoument ( tahap penyelesaian ).
5. PEMBEDAAN PLOT
a. Pembedaan plot berdasarkan urutan waktu.
b. Pembedaan plot berdasarkan kriteria jumlah.
c. Pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan.
d. Pembedaan plot berdasarkan kriteria isi.
BAB 6
PENOKOHKAN
1. UNSUR PENOKOHAN DALAM FIKSI
Tokoh dan penokohan merupakan unsure yang penting dalam karya seni. Namun hal
itu tak berarti unsure plot dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan
mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.
a. Pengertian dan Hakekat Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, dipergunakan istilah “tokoh” yang menunjukan
pada orangnya,pelaku cerita. Istilah “karakter” dapat berarti pelaku cerita dan
dapat pula berarti perwatakan. Sedangkan penokohan sendiri lebih luas
pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab mencakup masalah siapa tokoh
cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Kewajaran fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif,maka pengarang mewujudkan dan
mengembangkan tokoh cerita tidak lepas dari kebebasan kreatifitasnya.
Kesepertihidupan, masalah kewajaran tokoh cerita dikaitkan dengan kenyataan
kehidupan manusia sehari-hari. Tokoh rekaan versus tokoh nyata, tokoh rekaan
adalah tokoh yang tak pernah ada di dunia nyata sedangkan tokoh nyata sendiri
adalah kebalikan dari tokoh rekaan.
b. Penokohan dan Unsur Cerita yang lain
Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik.
Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan
menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan
apa yang menimpanya.
Penokohan dan tema merupakan unsure yang erat kaitannya dalam sebuah fiksi.
Dalam kenyataan fiksi tema umumnya tak dinyatakan secara eksplisit. Usaha
penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil kejadian atau konflik
yang menonjol.
c. Relevasi Tokoh
Ada beberapa bentuk relevasi tokoh cerita, salah satu bentuk kerelevasian tokoh
sering dihubungkan dengan kesepertihidupan. Oleh karena itu, dalam kaitannya
dengan relevasi ini pertanyaan yang diajukan tidak berbunyi “ Apakah tokoh
cerita itu seperti kita” melainkan “ Apakah relevasi itu bagi kita”.
Jika tokoh memang berjalinan erat, saling melengkapi dan menentukan dengan
unsure yang lain dalam membentuk keutuhan yang artistic, tokoh mempunyai bentuk
relevansi dengan cerita secara keseluruhan. Penokohan telah dikembangkan sesuai
dengan tuntutan cerita.
2. PEMBEDAAN TOKOH
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis
penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya ada tokoh yang tergolong
penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian
besar cerita, dan sebaliknya. Ada tokoh yang muncul sekali atau beberapa kali
dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi yang relative pendek.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan pencertaannya dalam novel yang
bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan
dengan tokoh lain, dan sangat menentukan plot secara keseluruhan. Dan pembedaan
tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Hal ini yang menyebabkan
orang bias berbeda pendapat dalam hal menentukan tokoh utama sebuah cerita
fiksi.
b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara
popular disebut hero. Tokoh ini menampilkan sesuatu yang sesuai dengan
pandangan kita, harapan kita, pembaca. Sebuah fiksi harus mengandung konflik
dan yang menyebabkan terjadinya konflik adalah tokoh antagonis.
Pembedaan keduanya bersifat penggradasian, apalagi tokoh cerita dapat diubah
sehingga tokoh yang semula diberi rasa anipati menjadi simpati atau sebaliknya.
Sehingga pembedaan tokoh protagonist dan antagonis sering digabungkan dengan
tokoh utama dan tokoh tambahan.
c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang memiliki satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Watak yang
telah pasti itulah yang mendapatkan tekanan terus menerus terlihat dalam fiksi
yang bersangkutan. Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai tindakan namun
semua tindakannya itu dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang
telah diformulakan itu.
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan
sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Tokoh ini dapat saja memiliki
watak tertentu yang diformulasikan namun dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit
terduga.
d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi. Tokoh
jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya
perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antar manusia.
Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
Adanya perubahan yang terjadi di luar dirinya dan adanya hubungan antar manusia
yang memang bersifat saling mempengaruhi itu dapat menyentuh kejiwaan dan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya.
e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaannya atau
kebangsaannya, atau suatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Tokoh tipikal
meupakan penggambaran, pencerminan. Atau penunjukan terhadap orang, atau
sekelompok orang yang trikat dalam sebuah lembaga, atau seorang inividu sebagai
bagian dari suatu lembaga, yang ada dunia nyata.Tokoh Netral adalah tokoh
cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar tokoh yang
imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir semata
mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita,pelaku
cerita, dan yang di ceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili
atau menggambarkan sesuatu di luar dirinya, seseorang yang berasal dari dunia
nyata.
3. TEKNISI PELUKISAN TOKOH
Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya berhubungan dengang
jati diri tokoh. Ada dua teknik yaitu teknik uraian dan teknik ragaan, kedua
teknik tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan serta penggunaan dalam karya
fiksi tergantung pada selera pengarang dan kebutuhan penceritaan.
Wujud Penggambaran Teknik Dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik,
yaitu :
1. Teknik Cakapan
2. Teknik Tingkah Laku
3. Teknik Pikiran dan Perasaan
4. Teknik Arus Kesadaran
5. Teknik Reaksi Tokoh
6. Teknik Reaksi Tokoh Lain
7. Teknik Pelukisan Latar
8. Teknik Pelukisan Fisik
BAB 7
PELATARAN
1. LATAR SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Latar
Latar disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sisial tempat terjadinya peristiwa yang
diceritakan.
b. Latar Netral dan Latar Tipikal
Latar netral adalah latar sebuah karya yang hanya sekedar sebagai tempat
terjadinya peristiwa yang diceritakan dan tak lebih dari itu. Latar tipikal
adalah latar yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu baik yang
menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial.
c. Penekanan Unsur Latar
Unsur latar yang ditekankan perannya dalam sebuah novel akan berpengaruh
terhadap elemen fiksi khususnya alur dan tokoh. Artinya tokoh dan alur dapat
menjadi lain jika latar tempatnya berbeda.
d. Latar dan Unsur Fiksi yang Lain
Latar sebuah karya hanya berupa penyebutan nama tempat, waktu, dan hubungan
sosial tertentu secara umum, artinya bersifat netral pada umumnya tak banyak berperanan
dalam pengembangan cerita secara keseluruhan.
2. UNSUR LATAR
a. Latar Tempat
Penyebutan latar tempat yang ditunjukan secara jelas mungkin disebabkan
perannya kurang dominan. Unsur latar sebagai bagian keseluruhan karya dapat
jadi dominan koherensif, namun hal itu ditentukan oleh unsur latar yang lain.
b. Latar Waktu
Berhubungan dengan “kapan” peristiwa itu terjadi, lama waktu cerita juga sering
dihubungkan sehingga dapat terjadi variasi pada berbagai novel.
c. Latar Sosial
Menyarankan pada hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan yang kompleks dalam kehidupan masyarkat yang mencakup kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap,dan hal yang tergolong latar spiritual.
d. Catatan tentang Anakronisme
Menyarankan pada pengertian adanya ketidaksesuaian dengan urutan perkembangan
waktu dalam sebuah cerita. Anakronisme dalam karya sastra tidak selamanya
merupakan kelemahan atau kurang telitinya pengarang, ia hadir dalam sebuah
karya sastra karena disengaja bahkan didayagunakan kemanfaatannya.
3. HAL LAIN TENTANG LATAR
a. Latar sebagai Metaforik, menyarankan suatu pembandingan yang mungkin berupa
sifat keadaan, suasana, atau sesuatu yang lain.
b. Latar sebagai Atmosfer, kondisi latar yang mampu menciptakan suasana
tertentu.
BAB 8
PENYUDUTPANDANGAN
1. SUDUT PANDANG SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Hakikat Sudut Pandang
Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan : Siapa yang menceritakan atau
dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Pengertian sudut
pandang adalah pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Sudut pandang dapat
disamakan artinya dan bahkan dapat memperjelas dengan istilah pusat pengisahan.
b. Pentingnya Sudut Pandang
Pentingnya sudut pandang dalam karya fiksi tak lagi diragukan orang. Sudut
pandang dianggap sebagai salah satu unsure fiksi yang penting dan menentukan.
Sebelum pengarang menulis cerita, mau tak mau ia harus telah memutuskan memilih
sudut pandang tertentu. Ia harus mengambil sikap naratif, antara mengemukakan
cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narrator yang
diluar cerita itu sendiri. Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan
pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita.
Jika pengarang ingin menceritakan berbagai peristiwa fisik, aksi, bersifat
luaran dan dapat diindera, namun juga batin yang berupa jalan pikiran dan
perasaan beberapa tokoh sekaligus dalam sebuah novel, hal itu kiranya akan
lebih sesuai jika dipergunakan sudut pandang orang ketiga, khususnya yang
bersifat mahatau.
c. Sudut Panjang sebagai Penonjolan
Adanya penyimpangan dan pembaruan dalam karya sastra, seperti dikemukakan
merupakan hal yang esensial. Hal tersebut berlaku juga dalam masalah pemilihan
sudut pandang. Pengarang dapat saja melakukan penyimpangan terhadap penggunaan
sudut pandang dari yang telah biasa dipergunakan orang. Dengan cara itu, ia
ingin menarik perhatian pembaca sehingga segala sesuatu yang diceritakan dapat
lebih memberikan kesan.
2. MACAM SUDUT PANDANG
Sudut pandang banyak macamnya tergantung dari sudut mana ia dipandang dan
seberapa rinci ia dibedakan. Yaitu :
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “dia”
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “aku”
c. Sudut Pandang Campuran
Ternyata untuk jenis sastra fiksi, teknik penyudutpandangan tersebut terasa
mampu memberikan efek kebaruan, angin segar yang tak membosankan bagi
pencerapan indera kita, Namun tampaknya secara teoritis masih terlalu dini
untuk mengatakan “ya”. Karena pada hakikatnya teknik “kau” tersebut hanya
merupakan variasi teknik “aku” atau “dia” unyuk mengungkap sesuatu secara lain.
BAB 9
BAHASA
1. BAHASA SEBAGAI UNSUR FIKSI
a. Bahasa Sastra: Sebuah Fenomena
Bahasa sastra dicirikan sebagai bhasa yang mengandung unsur emotif dan
konotatif. Ciri adanya unsur pikiran bukan hanya monopoli bahaa non sastra,
tetapi bahasa sastrapun memilikinya.
b. Stile dan Stilistika
Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang
pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stilistika menyarankan
pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi
kebahasan,khususnya yang terdapat dalam karya sastra.
c. Stile dan Nada
Nada dalam pengertian luas diartikan sebagai pendirian atau sikap yang diambil
pengarang terhadap pembaca dan masalah yang dikemukakan. Dalam sebuah karya
fiksinya pengarang mengekspresikan sikap, baik terhadap masalah maupun pembaca,
ppambacapun dapat memberikan reaksi yang sama.
2. UNSUR STILE
a. Unsur Leksikal, mengacu pada pengertian kata-kata tertentu yang sengaja
dipilih oleh pengarang.
b. Unsur Gramatikal, menyarankan pada pengertian struktur kalimat. Menganalisis
kalimat dapat dilakukan dengan cara kompleksitas kalimat, jenis kalimat, jenis
klausa dan frase.
c. Retorika, cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis.
Bentuk-bentuk dari retorika berupa pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan.
d. Kohesi, antara bagian kalimat yang satu dengan yang lain terdapat hubungan
yang bersifat mengaitkn antar bagian kalimat.
3. PERCAKAPAN DALAM NOVEL
a. Narasi dan Dialog
Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi adalah semua penuturan yang bukan bentuk
percakapan sering dapat mencapaikan sesuatu secara lebih singkat dan langsung,
artinya pengarang mengisahkan secara langsung ceritanya, telling. Dalam sebuah
narasi terdapat dialog sebagai sebuah percakapan yang hadir dalam kalimat dalam
novel.
b. Unsur Pragmatik dalam Percakapan
Percakapan yang sesuai dengan konteks pemakaiannya, percakapan yang mirip
dengan situasi nyata penggunaan unsur bahasa sehingga bersifat pragmatik yang
intinya mengacu pada penggunaan bahasa yang mencerminkan kenyataan. Sedangkan
pemahaman terhadap percakapan dalam konteks pragmatik yang percakapan di
dalamnya tidak di ungkapkan langsung dalam unsur bahasa, melainkan lewat kode
budaya disebut implikatur.
c. Tindak Ujar
Yaitu salah satu hal yang penting dalam interpretasi percakapan secara
pragmatik, konsep yang menghubungkan antara makna percakapan dengan konteks.
BAB 10
MORAL
1. UNSUR MORAL DALAM FIKSI
a. Pengertian dan Hakikat Moral
Secara umum moral menyarankan pada pengertian tentang baik dan buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral dalam
karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan,
pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk
antara lain menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Karya sastra fiksi
senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur
kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
b. Jenis dan wujud Pesan Moral
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan,
seluruh persoalan yang mencakup harkat martabat manusia. Persoalan manusia
dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam jenis dan tingkat intensitasnya.
Hal ini tentu saja tidak lepas dari kaitanya dengan persoalan hubungan
antarsesama dan dengan Tuhan.
2. PESAN RELIGIUS DAN KRITIK SOSIAL
Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk di dalamnya yang bersifat
keagamaan, dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam
genre sastra yang lain.
a. Pesan Religius dan Keagamaan
Unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu
sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah
religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat
berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun
sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius
bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal,
dan resmi. Moral religius menjunjungtinggi sifat-sifat manusiawi hati nurani
yang dalam, harkat martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.
b. Pesan Kritik Sosial
Sastra yang mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik
yang biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang
beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat.
3. BENTUK PENYAMPAIAN PESAN MORAL
Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi
mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Namun sebenarnya
pemilihan itu hanya demi praktisinya saja sebab mungkin saja ada pesan yang
bersifat agak langsung.
a. Bentuk Penyampaian Langsung
Bentuk penyampaian moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan identik dengan
cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan,
expository.
Karya sastra adalah karya yang memiliki fungsi untuk menghibur, member
kenikmatan emosional dan intelektual. Pesan moral yang bersifat langsung
biasanya terasa dipaksakan dan kurang koherensif dengan unsure-unsur yang lain.
b. Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Pesan dalam penyampaian tidak langsung hanya tersirat dalam cerita, berpadu
secara koherensif dengan unsure-unsur cerita yang lain. Jika dibandingkan
dengan teknik pelukisan watak tokoh, cara ini sejalan dengan teknik ragaan,
showing. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap
dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu, baik
yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi dalam
pikiran dan perasaannya. Sebaliknya dilihat dari pembaca, jika ingin memahami
dan atau menafsirkan pesan itu, harus melakukannya berdasarkan cerita, sikap
dan tingkah laku para tokoh tersebut.
A. Nilai Moral
Pada dasarnya setiap puisi selalu berorientasi pada
hal- hal yang bersifat membangun melalui pesan moral. Karenanya dalam puisi
diyakini mengandung nilai- nilai moralitas yang dapat dijadikan bahan
perenungan sekaligus menjadi kaidah pendamping dalam menjalankan kegiatan
kehidupan. Tiap karya fiksi masing- masing mengandung dan menawarkan pesan
moral, tentunya banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan
(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 324).
Selanjutnya dalam Buku Praktis Bahasa Indonesia (Depdiknas,
2003: 181) dijelaskan bahwa, ”Ciri sastra yang baik, setidaknya ada tiga macam
norma atau nilai yang menjadi cirinya, yaitu norma estetika, sastra, dan moral.
Karya sastra disebut memiliki nilai moral apabila menyajikan, mendukung, dan
menghargai nilai kehidupan yang berlaku.” Moral dalam puisi biasanya
mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang
nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kapada
pembaca. Moral dalam puisi dapat dipandang sebagai amanat. Kemudian dipertegas
oleh Herman J. Waluyo (1991) yang mengatakan bahwa, ”Tujuan/ amanat merupakan
hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik
kata- kata yang tersusun, juga dibalik tema yang terungkapkan.”
Dibalik kegelisahan kolektif yang menjadi topik MAJOI
karya Taufiq Ismail, menyimbolkan banyak pengalaman hidup yang sangat berharga
untuk membangun moral bangsa yang lebih baik. Hampir semua puisi Taufiq Ismail
hakikatnya menekankan tentang pentingnya aspek moralitas.” Kemudian menurut
Kuntowijoyo, ”Puisi- puisi Taufiq Ismail adalah puisi hati nurani.” Jadi dapat
diyakini, dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, karya Taufiq Ismail
kaya akan nilai- nilai moralitas yang sangat menarik untuk direnungkan.
B. Simbol
Penggunaan istilah simbol menyaran pada suatu
perbandingan yang bisa berupa banyak hal dengan tujuan estetis, mampu
mengkomunikasikan makna, pesan, dan mampu mengungkap gagasan. Keberadaan simbol
dalam puisi atau karya sastra pada umumnya akan memberikan sumbangan kekuatan
makna. Menurut Lakoff & Johnson dalam Nurgiyantoro (1995), ”Fungsi pertama
simbol (metafor) adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi yang
berupa ungkapan- ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dalam bentuk
metafor daripada secara literal. Metafor erat berkaitan dengan pengalaman
kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun budaya.” Kode simbolik lebih mengarah
pada kode bahasa sastra yang mengungkapkan suatu hal dengan hal lain (Herman J.
Waluyo, 1991: 106).
Wilayah penggarapan puisi Taufiq Ismail luas, mencakup
demikian banyak aspek kehidupan. Sebagai karya kreatif tentu saja dalam MAJOI,
karya Taufiq Ismail kaya akan bentuk- bentuk ungkapan (simbol) yang dapat
mempertajam kekuatan makna. Puisi- puisi tersebut merupakan hasil rekaman dan
renungan Taufiq Ismail tentang berbagai permasalahan kehidupan. Antara lain
melalui simbol- simbol dalam puisi tersebut Taufiq Ismail menyampaikan sesuatu
(pesan) kepada pembaca dengan tujuan agar masyarakat mampu memperbaiki kondisi
bangsa.
C. Wujud Nilai Moral
Nilai moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang
boleh dikatakan bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan
hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat
manusia.
1. Nilai
Moralitas Demokrasi
Dalam larik- larik puisi Kotak Suara, misalnya:
(i) ”Disebuah perhitungan berlangsung keajaiban” menyimbolkan pentingnya penghitungan
suara yang bermoral, yakni meninggalkan kebiasaan curang dalam membangun
demokrasi yang sehat di negeri tercinta ini. (ii) ”Disebuah keajaiban semua
mata ditutupkan” penyair ingin menempatkan pentingnya moral dalam penghitungan
suara dalam pesta demokrasi. Moralitas yang dibangun dibalik simbol ”mata
ditutupkan” adalah pentingnya berbuat jujur, transparan, menghargai hati nurani
rakyat, untuk membangun bangsa ini yang berkeadilan dan berkemakmuran. (iii)
”Inilah kisah tentang sebuah pohon misteri” pohon misteri adalah simbol dari
salah satu nama partai yang digambarkan dalam ungkapan- ungkapan seperti:
”Diakar ada angka sejuta, naik kebatang jadi setengah
juta…………..” Nilai moralitas yang dibangun adalah pentingnya meninggalkan budaya
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, untuk memperoleh kemenangan
diri atau kelompok. (iv) ”Angka- angka sikut menyikut, pukul memukul”,
”Angka-angka tampar menampar, gebuk- menggebuk” Ini merupakan simbol- simbol
awal terjadinya mala petaka, yang tidak kita harapkan. Nilai moralitas
demokrasi harus di kedepankan, supaya bangsa ini, negeri ini, tidak terancam
dari kehancuran.
Taufiq Ismail juga ingin membangun demokrasi di
Indonesia yang bermoral melalui puisi Demokrasi (h. 67) misalnya, tampak
pada (i) pah pah kok papah orasi ngotot begitu amat sih …., ini merupakan pesan
moralitas demokrasi, yakni pentingnya seorang pemimpin untuk tidak memaksakan
kehendak dalam membangun demokrasi yang bermoral di negeri ini. (ii) …..tiga
puluah sembilan indak menjalankan oto….., merupakan simbol matinya demokrasi,
menyiratkan pesan akan pentingnya membangun moralitas demokrasi yang dinamis,
mengutamakan kepentingan rakyat banyak, dan tidak memaksakan kehendak. (iii)
pah pah ambil ujian SIM lagi dong……., SIM merupakan simbol dukungan rakyat yang
legal. Moralitas yang dibangun adalah pentingnya seorang pemimpin untuk belajar
dari pengalaman masa lalu, instropeksi diri dari kesalahan- kesalahan yang
pernah dilakukan, dan mendapatkan dukungan rakyat yang sah secara demokrasi. (iv)
pah pah ujian SIM demokrasi papah mau ngancam lagi? Kata ”ngancam” ditulis
dengan dibalik, merupakan simbol larangan untuk mengancam. Moralitas yang
dibangun adalah tidak dibenarkan di dalam negara demokrasi tindakan memaksa
lebih- lebih mengancam.
2. Nilai
Moral Cinta Tanah Air
Nilai moral dalam puisi, karya sastra pada umumnya
dapat berupa pesan yang berkaitan dengan hubungan antar sesama, hubungan
sosial. Masalah- masalah yang berupa hubungan antar manusia itu dapat berwujud:
kesetiaan, cinta kasih (keluarga, sesama, maupun tanah air), dan lain- lain
yang melibatkan interaksi antar manusia (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 326).
Pesan moral yang merujuk pada cinta tanah air,
misalnya dalam larik- larik puisi Berbeda Pendapat (h. 18)
…………………………….
Tapi bila berjumpa muka
Wajah cerah bagai abang dan adik saja
……………………………..
Burhanudin Harahap PM-nya, jauh dari selingkuh
Cuma mau memenangkan partainya
………………………………
Tegur sapa adalah pakaian bersih bersama
Menyimbolkan pentingnya menjaga keutuhan bangsa.
Perbedaan pendapat, berlain pandangan seorang pemimpin harus diyakini sebagai
sesuatu yang sah dalam demokrasi. Kalau tidak, maka akan berujung pada
kehancuran tanah air ini. Cinta tanah air merupakan bagian dari kesetiaan dan
cinta kasih yang melibatkan interaksi antar manusia. Sebagai perwujudan cinta
tanah air, maka moralitas yang dibangun adalah pentingnya mengedepankan
keselamatan bangsa dan tanah air secara luas daripada kepentingan indifidu atau
golongan.
3. Nilai
Moralitas Keagamaan dan Religius
Menurut Mangun Wijaya dalam Nurgiyantoro (1995), ”Kehadiran
unsur keagamaan dan religius dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu
sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal
mula segala sastra adalah religius.”
Dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, karya
Taufiq Ismail diawali dengan puisi 12 Mei 1998 (h. 2). Ungkapan-
ungkapan seperti (i) ”Empat syuhada”, yang berarti saksi kebenaran (dalam
Islam), merupakan simbol pahlawan penegak kebenaran. Moralitas keagamaan dan
religius yang harus dibangun adalah pentingnya berjuang menegakkan kebenaran,
ikhlas, hanya semata- mata karena Allah. (ii) ”peluru logam telah kami patahkan
dalam doa bersama” menyimbolkan bahwa hidup dan mati adalah milik Allah. Peluru
logam sebenarnya hanya sebuah perantara, dan bukan penentu kematian. Moralitas
agama dan religius yang dibangun adalah pentingnya keyakinan bahwa hidup dan
mati adalah keputusan Allah, sehingga jangan takut berjuang untuk sesuatu yang
benar, karena Allah senantiasa akan melindungi. (iii) ”….. kita perlukan peta
Tuhan” menyimbolkan pentingnya mohon petunjuk kepada Tuhan, karena kebenaran
menurut manusia belum tentu berarti kebenaran menurut Tuhan.
Selanjutnya dalam MAJOI (bagian pertama)
diakhiri dengan Doa Orang Kubangan (h. 82). Nilai moralitas agama dan
religius dibalik simbol ”Doa Orang Kubangan”, pentingnya bertaubat dengan
bersungguh- sungguh taubat dari semua kesalahan yang pernah dilakukan.
Konsekuensi dari taubat itu sendiri adalah diawali dari keyakinan bahwa Tuhan
senantiasa mengetahui semua kesalahan yang kita lakukan, kemudian untuk kedepan
harus berbuat lebih baik, utamanya demi masa depan bangsa dibawah lindungan
Tuhan .
Selanjutnya pada bagian kedua kumpulan puisi MAJOI,
yaitu Kembalikan Indonesia Padaku (KIP), diawali dengan puisi doa (h.
84). Doa menyimbolkan pentingnya membangun moral agama dan religius bagi bangsa
Indonesia. Moralitas agama dan religius yang dibangun adalah pentingnya
mengakui segala dosa, semacam larik ” Telah nista kami dalam dosa bersama”,
kemudian meninggalkan kebiasan- kebiasaan munafik, ”Dalam pikiran yang ganda”.
4. Nilai
Moralitas Sosial
Banyak karya satra yang memperjuangkan nasib rakyat
kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil
yang seperti dipermainkan oleh tangan- tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini
lebih berupa kekuatan ekonomi (Burhan Nurgiyanto, 1995: 335).
SAJAK TANGGA
Empat puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari panas
Lima puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari sengangar
Enam puluh sembilan tangga kemiskinan
Hari terbakar
………………………..
Dibalik puisi sajak tangga (h.92-93), Taufik
Ismail setidaknya telah merasa terlibat dengan nasib rakyat yang hidup dalam
kemiskinan. Kemiskinan sebenarnya bukan permasalahan milik orang miskin itu
sendiri. Tetapi sebagai bangsa yang bermoral, kemiskinan itu pantas menjadi
perenungan bersama.
Nilai moralitas sosial juga diungkap dibalik puisi Seratus
Juta (h. 5-6), yang menyiratkan ketidakberdayaan umat manusia yang seratus
juta, berarti menyimbolkan pesan perlunya berbuat sesuatu untuk kemanusiaan.
Realita permasalahan bangsa yang kompleks dan tak pernah surut seperti;
kemiskinan, pengangguran, kesengsaraan, putus sekolah, penyakit, hutang, dan
lain sebagainya perlu menjadi perhatian bersama.
5. Nilai
Moralitas Pendidikan
Puisi Kembalikan Merah Putih Pada Si Toni (h.
102), merah adalah simbol keberanian dan putih adalah simbol kesucian. Puisi
ini masuk pada wilayah Kembalikan Indonesia Padaku. Ini menyiratkan
makna kembalikan Indonesia pada cita- cita luhur bangsa (suci), tidak takut
berbuat sesuatu yang memang benar. Penyatuan tingkah laku dan kesucian adalah
wujud dari pendidikan. Nilai moralitas pendidikan yang dibangun tampak pada
larik- larik seperti,
Upacara berjalan dengan irama yang terpelihara
ketika hari agak panas sudah terasa
ketika matahari pun bertingkah gembira
ketika dikirimkannya cahaya yang merata
ketika semua tertib di kelurahan desa
………………………..
”Irama yang terpelihara”, merupakan simbol kepatuhan
pada aturan atau tata tertib yang harus dicamkan dalam pendidikan. ”Matahari”,
menyiratkan makna pentingnya membuka cakrawala pandang, wawasan yang luas,
dalam kancah pendidikan. ”Bertingkah gembira”, merupakan simbol ketulusan dan
kejujuran dalam mendidik anak bangsa. ”Cahaya yang merata”, merupakan simbol
berkeadialan. Jadi secara umum, moralitas pendidikan yang dibangun adalah
pentingnya mengedepankan dan menanamkan kedisiplinan, berwawasan kedepan,
kejujuran, dan berkeadilan dalam membangun fitrah pendidikan untuk masa depan
generasi penerus bangsa
Demikianlah, ulasan ini memang tidak mengangkat semua
nilai moral secara menyeluruh dari larik- larik, dan bait- bait dalam kumpulan
MAJOI. Tetapi setidaknya penulis berharap, ulasan ini dapat melengkapi ulasan-
ulasan sebelumnya yang banyak mengungkap realita.
Akhirnya dibalik Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia karya
Taufiq Ismail, banyak kita dapatkan pengalaman hidup yang sangat berharga untuk
membangun bangsa ini. Realita buruk dalam MAJOI misalnya, bukan sebatas realita
yang harus kita tahu, tetapi muatan titipan moral dibalik realita itulah yang
harus menjadi perenungan bersama untuk membangun bangsa ini lebih baik.
Tiga wilayah pembagian puisi Taufiq Ismail (MAJOI,
KIP, dan SPSG) yang kemudian disatukan dalam seratus puisi Taufiq Ismail dan
diberi judul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia sarat dengan nilai- nilai
moralitas. Dengan merasa malu berarti mau meninggalkan yang memalukan. Malu
juga merupakan tanda iman seseorang. ”Malu itu sebagian dari iman, dan iman itu
berada dalam surga ………………” (HR. Ahmad Tirmidzi).
Nilai moral mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia,
mencakup semua persoalan yang boleh dikatakan tak terbatas. Wilayah penciptaan
puisi Taufiq Ismail ini mencakup aspek kehidupan yang sangat luas. Mengapa?
Karena Taufiq Ismail memanfaatkan ungkapan- ungkapan sebagai bahasa simbol
untuk mempertajam kekuatan makna.
0 Response to "Drama"
Post a Comment