Kehadiran ilmu komunikasi

Kehadiran ilmu komunikasi

1. latar-belakang sejarah ilmu komunikasi
ilmu komonikasi yang kita kaji sekarang, sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi ini di Indonesia diperoleh melalui keputusan presiden yaitu nomor 107/82 tahun 1982. kepres itu telah membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu kita ini. Sebelumnya terdapat beberapa nama yang berbeda di berbagi universitas atau perguruan tinggi, yaitu di bandung (unpad) dan (UGM) yogyakarta digunakan nama publisistik, sedangkan di (UI) Jakarta nama publisistik sudah lama diganti dengan nama ilmu komunikasi massa. Selain itu (Unhas) ujung pandang menggunakn mnama publisistik/ilmu komunikasi. Sesungguhnya kajian nama diatas, di tanah air semula  dimulai dengan nama yaitu publisistik.
Ada beberapa tokoh yang memasukkan ilmu kita ini ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya, yaitu Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh itu bertambah lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian ini, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Susanto dari Jerman Barat (1967) dan Dr. M. Alwi Dahlan dari Amerika Serikat (1967).
Ilmu publisistik berkembang di Eropa khususnya Jerman, sedangkan ilmu komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Masuknya ke dua ilmu itu ke tanah air selain karna adanya hubungan bangsa-bangsa dari ke dua benua tersebut, juga terutama di bawa oleh mereka yang pernah belajar baik di Eropa maupun di Amerika. Hal ini dimulai oleh adanya pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembagkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Hal ini antara lain diupayakan oleh Stappers dari negeri belanda melalui karya Garbner dari Amerika Serikat. Dalam disertasinya di tahun 1966 (sepuluh tahun setelah garbner), Seteppers sampai pada kesimpulan bahwa komunikasi massa adalah objek dari publisistiwissenschaft (djajusman, 1985,13)
Akhirnya untuk melacak asal-usul ilmu komunikasi itu, kita harus mengkaji perkembangan ilmu kita ini baik di Eropa maupun di Amerika Seriakat.

Publisistik
Publizistik di Jerman, sebenarnya berkembang dari ilmu pers atau ilmu persurat kabaran yang dikenal dengan nama zaitungswissenschaft. Asalnya dapat apat ditelusuri sampai abad ke-19 ketika suratkabar sebagai objek study ilmiah mulai menarik perhatian para pakar di masa itu. Surat kabar sebagai salah satu hasil dari pertumbuhan tehnologi dan industri ternyata membawa berbagai implikasi sosial yang sangat menarik bagi kajian ilmu kemasrakatan dan kemanusiaan. Adalah mengesankan karena kesadaran dan perhatian seperti ini, baru lahir dan berkembang setelah dua ratus tujuh puluh tiga tahun kemudian dari terbitnya relation (1609)sebagai surat kabar pertama di dunia ini.
   Pada awalnya ahli ekonomi Karl Bucher (1847-1930) yang tertarik menulis dan mengajarkan pres, organisai pers statistik pers pada tahun 1884. Bahkan pada tahun itu studi pers muncul dengan nama Zaitungskunde di Universitas Bazel (Swiss), dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di Universitas Laipzing di Jerman (Ezerth, 1927) kehadiran pengetahuan persurat kabaran ini di Universitas tersebut, semakin banyak menarik ilmuan. Pakar Sosiologi Max Weber telah mengusulkan dalam kongres Sosiologi (1910), agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi organisasi. Weber pun meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagia setudi akademik. Sepuluh tahun kemudian pakar sosiologi yang lain --ferdinant tonis (1885-1938)--mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam hubungan antara pers dengan pendapat umum itulah kemudian menaikkan gengsi surat kabar menjadi ilmu dengan lahirnya Zaitungswissenschaft (ilmu surat kabar)dalam tahun 1925. dengan demikian persurat kabaran tidak lagi di pandang sebagai keterampilan belaka (zaitungskunde), melainkan telah tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana disiplin yang lain.
Pada tahun 1930 Walter Hagemann mengusulkan dan memperkenalkan nama publizistik sebagi suatu disiplin ilmu yang mencakup bukan hanya surat kabar saja, tetapi juga radio, film, retorika dan pendapat umum. Gagasan Hagemann ini semakin berkembang dan kemudian lebih disempurnakan dan disismatikan oleh Emil Dofivat. Dalam perkembangan selanjutnya publisistik semakin mendapat pengakuan sebagai salah satu disiplin dalam ilmu sosial. Objek peneliaanya bukan lagi surat kabar melainkan Offentiche Aussage (pernyataan umum). Menurut Hugamann, publisistik ilmu tentang isi kesadaran yang umum dan aktual. Kemudian Dofivat menyebut publisistik sebagai segala upaya menggerakan dan membimbing tingkah laku khalayak secara rohaniah, justru itu publisistik merupakan suatu kekuatan yang dapat mengendalikan tingkah aku manusia dan mewarnai sejarahnya.
Dengan demikain publisistik, bukanlah ilmu pers atau kewartawanan, melainkan ilmu yang dikembangkan untuk memahami dan mengendalikan segala tenaga yang mempengaruhi tindaka khalayak. Objek setudinya adalah pernyataan umum yang aktual. Justru karna itu, kemudian terasa bahwa objek studi ini cukup sempit, sebab bagai mana dengan pernyataan yang tidak bersifat umum dan yang tidak aktual? Padahal dalam kehidupan dan kegiatan manusia sebagia makhluk sosial, banyak sekali terjadi pernyataan yang tidak ditujukan kepada khalayak dan karna itu tidak bersifat umum dan juga tidak aktual.Hal inilah yang kemudian menyebabkan publizistik harus menepi dan merelakan diri menjadi cakupan dari komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini eksistensi publisistik tidak terhapus melainkan hidup sebagai salah satu sub-disiplin dalam ilmu komunikasi yang khusus mempelajari pernyataan yang bersifat umum dan aktual. Disini publisistik sesugguhnya kurang lebih sama dengan ilmu komunikasi massa.

Ilmu komunikasi massa
Ilmu komunikasi massa (Mass Communication Science) berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Jurnalistik sebagai suatu keterampilan mengenai surat kabar sudah mulai di kenal di amerika serikat sejak tahun 1700. Namun sebagai pengetahuan yang diajarkan di Universitas, barulah mulai di rintis oleh Robert Leo di Washington College, pada tahun 1870. hal ini berarti, bahwa Amerika Serikat terlambat 26 tahun dari Eropa.
Sebelum jurnalistik di pelajari di Universitas, maka selama 170 tahun (1700-1870), kegiatan ini dilakukan secara magang, sebagai mana misalnya yang dilakukan oleh Benjamin Franklin, yang sebelum meningkatkan keahliannya di house of coslon di London, telah melakukan magang pada percetakan saudarnya di Bostom. Hal seperti ini banyak dilakukan oleh jurnalis Amerika pada masa itu
Sebelum adanya sekolah jurnalistik, maka setudi ini hanyalah merupakan bagian dari departeman bahasa inggris dalam Universitas, seperti Universitas Kansas. Pada waktu itu jurnalistik belum mendapatkan penghargaan para ilmuan, karna yang diajarkan hanyalah hal-hal yang bersifat teknis. Namun setelah Bleyer memasukan jurnalistik sebagai minor program ilmu sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930an, mulailah jurnalistik berkembang sebagai disipin sendiri. Hal ini lebih berkembang lagi setelah perang dunia II, karna semakin banyak pakar disipin sosiologi politik dan spikologi yang melakukan pengkajian sebagai aspek dari surat kabar radio, film, dan televisi. Pada masa ini para pakar itu semakin mersa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbagi penampungan berbagai pengkajian yang telah mereka lakukan, sehingga sehingga perlu memberi nama yang lebih sesuai yaitu Ilmu Komunikasi Massa, sehingga objek kajiannya tidak hanya mengenai surat kabar, melainkan mencakup juga radio, ilm, dan televisi. Ke empat media itu disebut media massa. Tokoh-tokoh utama dalam preode ini antara lain Harold D. Lasswell, Carl I. Hoveland, Paul Lazarsfelsd dan Ithiel de Sola Pool. Dasar ilmiah ilmu ini semakin kokoh, dan metodologinya semakin disempurnakan.
Tokoh utama yang telah membawa ilmu kmunikasi massa menjadi komunikasi adalah Wilbur Schramm, sarjana bahasa inggris yang trtarik kepada kajian komunikasi, karna meminmpin sebuah University Press. Selain Schrmm, dikenal tokoh lainnya seprti Daniel Larner, dan Everatt M. Rogers.
Perkembangan ilmu komunikasi massa memnjadi ilmu komunikasi, lebih diperkuat lagi oleh diperteman Ispeecch Communication (di indonesia lebih dikenal dengan retoreka). Sejak tahun 1949 departemen ini telah mengusulkan agar komunikasi bisa menjadi suatu disiplin tersendiri yang mencakup juga komunikasi massa. Memang Speech Communication (komunikasi bicara) hanya menitik beratkan perhatiannya pada komunikasi interpersonal, komunikasi organisai, pidato (retorika), persuasi dan sebagainya. Setudi ini juga pada awalnya berada di departeman bahasa inggris, yang memisahkan diri dari tahun 1900.

2. Kaitannya Ilmu Komuikasi Dengan Ilmu Lainnya.
Sejak awal hingga kini,memang banyak ilmuan dari bermacam-macam disiplin telah memberikan sumbangan kepada ilmu kita ini, antara lain Harold D. Lasswell (I.politik), Max Weber, Daniel Larner, dan Everat M. Rogers(sosiologi), Carl I. Hoveland dan Paul Lazarsfeld (psikologi), Wilbur Schramm (bahasa), Shannon dan Weaver (matematika dan tehnik). Tidak mengherankan jika banyak disiplin telah terlibat dalam setudi komunikasi baik secara lang sung, maupun tidak langsung. Hal ini menurut Fisher (1986, 17) bermakna bahwa komunikasi memang mencakup semuanya, dan bersifat aklektif (menggabungkan berbagai bidang).
Sifat eklektif dari ilmu komunikasi, dilukiskan oleh Schramm sebagai ”jalan simpang paling ramai dengan segala disiplin yang melintasinya”. Schramm (1980) membandingkan ilmu komunikasi dengan kata purba babelh dehre, dimana para musafir lewat, mampir dan kemudian meneruskan perjalanan. Bekas persinggahan para musafir itu nampak dalam keluasan ilmu komunikasi. Halini terutama kelihatan dalam perkembangan ilmu di Amerika Serikat, karena banyak pakar dari berbagai disiplin telah melakukan kajian komunikasi, sehingga terdapat berbagai persepektif yang memperkaya ilmu ini.
Komunikasi telah mendapat banyak sumbangan konsep-konsep dari berbagai disiplin, konsep-konsep dari disiplin lain itu diterapkan secara langsung pada komunikasi, yang kemudian oleh para pakar dimodifikasi secara berlebihan, sehingga meninggalkan dasar filosofis aslinya. Sumbangan ilmu fisika, sosiologi, psikologi dan bahasa misalnya, sudah meninggalkan filsafat/teori aslinya dan kemudian bersenyawa menjadi suatu teori baru yang bernama ilmu komunikasi. Demikian juga para pakar sosiologi akan kecewa melihat berbagai prinsip seperti sistematik dan fungsionalisasi yang banyak di pakai dalam membangun teori-teori dalam kominikasi. Namun demikian sumbangan dari berbagai ilmu itu, yang diambil secara acak dan selektif, telah melahirkan teori-teori atau paling kurang konsep-konsep ilmu komunikasi ”memang tidak murni” (Fisher, 1986, 134-135)
Lahirnya persepektif komunikasi sebagai sumbangan berbagai disiplin, tidaklah menghabiskan hubungan ilmu komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya, ilmu komunikasi yang telah tumbuh sebagai disiplin sendiri (bersifat eklektif), tentu mansih berhak ”kawin” dengan ilmu-ilmu lainnya, yang kemudian melahirkan berbagai sub disiplin seperti: Komunikasi Politik , Sosiologi Komunikasi Massa, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Lintas Budaya Atau Budaya Komunikasi, Komunikasi Kesehatan, Komunikasi Pertanian. Sampai dewasa ini ilmu komunikasilah yang paling banyak ”dikawini” (pasif). Hal ini terutama selain karena disiplin ini masih baru, juga terutma karena bidang lain sangat menyadari perlunya segera kehadiran komunikasi dalam masing-masing disiplin tersebut terutama dalam penerapannya.
Sesungguhnya sebelum nama komunikasi politik, dikenal sekarang, hubungan ilmu politik dengan ilmu komunikasi telah terjalin lama melalui kegiatan dan setudi propoganda, kampanye , pendapat umum, dan pers. Demikian pula dengan sosiologi dan psikologi telah terjalin dengan komunikasi dalam kegiatan dan setudi mengenai retorika yang telah berkambang sejak zaman yunani dan romawi. Sedang hubungan komunikasi dengan ekonomi telah terjalin lam dalam promosi, periklanan dan perusahaan media massa, selain itu kaitan antara ilmu komunikasi dan ilmu administrasi telah berkembang lama dalm kegiatan dan studi publik relations. akhirnya hubungan komunikasi dengan tehnologi telah berjalin melalui studi tentang grafika pers dan tehnologi komunikasi. Bahkan tehnologilah yang pada awalnya mendorong lahirnya baik publisistik di jerman, maupun jurnalistik di amerika.

3. Jenis-Jenis Komunikasi
Sesungguhnya komunikasi bukan hanya multi makna dan multi definisi, tetapi cara membaginyapun juga ternyata bermacam-macam.
Bagi pihak yang menekankan pada penggunaan media, mka komunikasi dibagi atas dua bagian yaitu komunikasi media (beralat) dan komunikasi tatap muka (non media). Selanjutnya komunikasi media dibedakan lagi atas dua jenis, yaitu komunikasi dengan menggunakan media massa (pers, radio, film dan televisi)dan komunikasi dengan menggunakan media individual (surat telegram,  telepon dan sebagainya).
Jika komunikaai dititik beratkan pada sifat pesan, maka komunikasi dapat dibagi pula kedalam dua jenis, yaitu komunikasi massa (isinya besifat umum)dan komunikasi persona (isinya bersifat pribadi). Komunikasi massa dapat menggunakan media masa, sedang komunikasi persona booleh dilakukan dengan menggunakan alat seperti surat, telepon dan telegram.
Selain pembagian diatas, terdapat juga cara membagi komunikasi berdasarkan pengirim dan penerima atau peserta komunikasi. Dengan demikian komunikasi yang berlasung antara dua orang, dinamakan komunikasi persona, yang berlangsung dalam kelompok dIsebut komunikasi kelompok (ada kelompok kecil dan kelompok besar), dan yang berlangsung dengan massa, dinamakan komunikasi massa. Selain dari ketiiga jenis komuniksi itu (persona, kelompok dan massa),para sosiologi menambahkan satu lagi jenis lomunikasi, yaitu komunikasi organisasi  yaitu komunikasi yang berlangsung didalam organisasi (formal).
Disamping itu sering pula dijumpai komunikasi dibagi berdasarkan lokasi atau kawasan, seperti komunikasi internasional, komunikasi regional dan  komunikasi nasional. Tercakup didalamnya ialah komunikasi lintas buudaya, yaitu komunikasi yang berlangsung antara masyarakat yang mempunyai kebudayaan yang berbeda, baik dalam lingkungan satu bangsa (antar suku), maupun dalam lingkukngan antar bangsa.
Pmbagian yang lain, didasarkan kepada tujuan dan jenis pesan, dalam hal ini komunikasi dapat dibedakan dalam banyak jenis antara lain:
* komunikasi politik (kampanye, agitasi, propoganda),
* komunikasi perdagangan (reklame, advertesi, promosi),
* komunikasi kesehatan (penyuhan keluarga berencana),
* komunikasi agama (dakwah, tablig, khotbah),
* komunikasi kesenian (drama, puisi, prosa, wayang),
* komunikasi pertanian (penyuluhan panca usaha tani).
Akhirnya terdapat pula satu jenis komunikasi yang dinamakan komunikasi pembaharuan dan komunikasi pembangunan, yaitu komunikasi yang dilakukan secara sadar, sistematik dan berencana untuk mengubah pola berfikir dan tinghkah-laku masyarakat. Hal ini terutama yang menyangkut ide baru dan tehnologi baru.
Kini jelas pula bahwa komuniksi bukan saja multi makna, dan mempunyai beberapa definisi tetapi juga ternyata memiliki beberapa jenis. Dengan kata lain bukan saja cara memahaminya dan mendefinisikannya berbagai ragam, tetapi juga cara mmbaginyapun juga bermacam-macam.
                                          




Ilmu komunikasi sebuah pengantar ringkas/ oleh anwar arifin-Ed, 1., Cet 2,.- jakarta: rajawali, 1992.                                                                                                                                                                                                                                                                                    

0 Response to "Kehadiran ilmu komunikasi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel