Kehadiran ilmu komunikasi
Monday, July 29, 2013
Add Comment
Kehadiran ilmu komunikasi
1. latar-belakang sejarah ilmu komunikasi
ilmu komonikasi yang kita kaji sekarang,
sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi ini di Indonesia diperoleh melalui
keputusan presiden yaitu nomor 107/82 tahun 1982. kepres itu telah membawa
penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia , termasuk ilmu kita ini.
Sebelumnya terdapat beberapa nama yang berbeda di berbagi universitas atau
perguruan tinggi, yaitu di bandung (unpad) dan
(UGM) yogyakarta digunakan nama publisistik, sedangkan di (UI) Jakarta
nama publisistik sudah lama diganti dengan nama ilmu komunikasi massa . Selain itu (Unhas) ujung pandang menggunakn
mnama publisistik/ilmu komunikasi. Sesungguhnya kajian nama diatas, di tanah
air semula dimulai dengan nama yaitu publisistik.
Ada beberapa tokoh yang memasukkan ilmu kita ini ke Indonesia dan
kemudian mengembangkannya, yaitu Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono
Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh itu bertambah
lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian ini, yaitu Dr. Phil.
Astrid S. Susanto dari Jerman Barat (1967) dan Dr. M. Alwi Dahlan dari Amerika
Serikat (1967).
Ilmu publisistik berkembang di Eropa khususnya Jerman,
sedangkan ilmu komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Masuknya ke dua ilmu
itu ke tanah air selain karna adanya hubungan bangsa-bangsa dari ke dua benua
tersebut, juga terutama di bawa oleh mereka yang pernah belajar baik di Eropa maupun
di Amerika. Hal ini dimulai oleh adanya pertemuan antara tradisi Eropa yang
mengembagkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu
komunikasi massa. Hal ini antara lain diupayakan oleh Stappers dari negeri
belanda melalui karya Garbner dari Amerika Serikat. Dalam disertasinya di tahun
1966 (sepuluh tahun setelah garbner), Seteppers sampai pada kesimpulan bahwa
komunikasi massa adalah objek dari publisistiwissenschaft
(djajusman, 1985,13)
Akhirnya untuk melacak asal-usul ilmu komunikasi itu,
kita harus mengkaji perkembangan ilmu kita ini baik di Eropa maupun di Amerika
Seriakat.
Publisistik
Publizistik di Jerman, sebenarnya berkembang dari
ilmu pers atau ilmu persurat kabaran yang dikenal dengan nama zaitungswissenschaft. Asalnya dapat apat
ditelusuri sampai abad ke-19 ketika suratkabar sebagai objek study ilmiah mulai
menarik perhatian para pakar di masa itu. Surat kabar sebagai salah satu hasil
dari pertumbuhan tehnologi dan industri ternyata membawa berbagai implikasi
sosial yang sangat menarik bagi kajian ilmu kemasrakatan dan kemanusiaan.
Adalah mengesankan karena kesadaran dan perhatian seperti ini, baru lahir dan
berkembang setelah dua ratus tujuh puluh tiga tahun kemudian dari terbitnya relation (1609)sebagai surat kabar pertama
di dunia ini.
Pada
awalnya ahli ekonomi Karl Bucher (1847-1930) yang tertarik menulis dan mengajarkan
pres, organisai pers statistik pers pada tahun 1884. Bahkan pada tahun itu studi
pers muncul dengan nama Zaitungskunde di
Universitas Bazel (Swiss), dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di
Universitas Laipzing di Jerman (Ezerth, 1927) kehadiran pengetahuan persurat
kabaran ini di Universitas tersebut, semakin banyak menarik ilmuan. Pakar Sosiologi
Max Weber telah mengusulkan dalam kongres Sosiologi (1910), agar sosiologi pers
dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi organisasi.
Weber pun meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagia setudi
akademik. Sepuluh tahun kemudian pakar sosiologi yang lain --ferdinant tonis
(1885-1938)--mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam
hubungan antara pers dengan pendapat umum itulah kemudian menaikkan gengsi
surat kabar menjadi ilmu dengan lahirnya Zaitungswissenschaft
(ilmu surat kabar)dalam tahun 1925. dengan demikian persurat kabaran tidak lagi
di pandang sebagai keterampilan belaka (zaitungskunde),
melainkan telah tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana disiplin yang
lain.
Pada tahun 1930 Walter Hagemann mengusulkan dan
memperkenalkan nama publizistik sebagi suatu disiplin ilmu yang mencakup bukan
hanya surat kabar saja, tetapi juga radio, film, retorika dan pendapat umum.
Gagasan Hagemann ini semakin berkembang dan kemudian lebih disempurnakan dan
disismatikan oleh Emil Dofivat. Dalam perkembangan selanjutnya publisistik
semakin mendapat pengakuan sebagai salah satu disiplin dalam ilmu sosial. Objek
peneliaanya bukan lagi surat kabar melainkan Offentiche Aussage (pernyataan umum). Menurut Hugamann, publisistik
ilmu tentang isi kesadaran yang umum dan aktual. Kemudian Dofivat menyebut
publisistik sebagai segala upaya menggerakan dan membimbing tingkah laku
khalayak secara rohaniah, justru itu publisistik merupakan suatu kekuatan yang
dapat mengendalikan tingkah aku manusia dan mewarnai sejarahnya.
Dengan demikain publisistik, bukanlah ilmu pers
atau kewartawanan, melainkan ilmu yang dikembangkan untuk memahami dan
mengendalikan segala tenaga yang mempengaruhi tindaka khalayak. Objek setudinya
adalah pernyataan umum yang aktual. Justru karna itu, kemudian terasa bahwa
objek studi ini cukup sempit, sebab bagai mana dengan pernyataan yang tidak
bersifat umum dan yang tidak aktual? Padahal dalam kehidupan dan kegiatan manusia
sebagia makhluk sosial, banyak sekali terjadi pernyataan yang tidak ditujukan
kepada khalayak dan karna itu tidak bersifat umum dan juga tidak aktual.Hal
inilah yang kemudian menyebabkan publizistik harus menepi dan merelakan diri
menjadi cakupan dari komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini eksistensi
publisistik tidak terhapus melainkan hidup sebagai salah satu sub-disiplin
dalam ilmu komunikasi yang khusus mempelajari pernyataan yang bersifat umum dan
aktual. Disini publisistik sesugguhnya kurang lebih sama dengan ilmu komunikasi
massa.
Ilmu komunikasi massa
Ilmu komunikasi massa (Mass Communication Science) berkembang di Amerika Serikat melalui
jurnalistik. Jurnalistik sebagai suatu keterampilan mengenai surat kabar sudah
mulai di kenal di amerika serikat sejak tahun 1700. Namun sebagai pengetahuan
yang diajarkan di Universitas, barulah mulai di rintis oleh Robert Leo di Washington
College, pada tahun 1870. hal ini berarti, bahwa Amerika Serikat terlambat 26
tahun dari Eropa.
Sebelum jurnalistik di pelajari di Universitas,
maka selama 170 tahun (1700-1870), kegiatan ini dilakukan secara magang,
sebagai mana misalnya yang dilakukan oleh Benjamin Franklin, yang sebelum
meningkatkan keahliannya di house of
coslon di London, telah melakukan magang pada percetakan saudarnya di Bostom.
Hal seperti ini banyak dilakukan oleh jurnalis Amerika pada masa itu
Sebelum adanya sekolah jurnalistik, maka setudi
ini hanyalah merupakan bagian dari departeman bahasa inggris dalam Universitas,
seperti Universitas Kansas. Pada waktu itu jurnalistik belum mendapatkan
penghargaan para ilmuan, karna yang diajarkan hanyalah hal-hal yang bersifat
teknis. Namun setelah Bleyer memasukan jurnalistik sebagai minor program ilmu
sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930an, mulailah jurnalistik berkembang
sebagai disipin sendiri. Hal ini lebih berkembang lagi setelah perang dunia II,
karna semakin banyak pakar disipin sosiologi politik dan spikologi yang
melakukan pengkajian sebagai aspek dari surat kabar radio, film, dan televisi.
Pada masa ini para pakar itu semakin mersa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu
menampung berbagi penampungan berbagai pengkajian yang telah mereka lakukan,
sehingga sehingga perlu memberi nama yang lebih sesuai yaitu Ilmu Komunikasi Massa, sehingga objek
kajiannya tidak hanya mengenai surat kabar, melainkan mencakup juga radio, ilm,
dan televisi. Ke empat media itu disebut media massa. Tokoh-tokoh utama dalam
preode ini antara lain Harold D. Lasswell, Carl I. Hoveland, Paul Lazarsfelsd dan
Ithiel de Sola Pool. Dasar ilmiah ilmu ini semakin kokoh, dan metodologinya
semakin disempurnakan.
Tokoh utama yang telah membawa ilmu kmunikasi
massa menjadi komunikasi adalah Wilbur Schramm, sarjana bahasa inggris yang
trtarik kepada kajian komunikasi, karna meminmpin sebuah University Press.
Selain Schrmm, dikenal tokoh lainnya seprti Daniel Larner, dan Everatt M.
Rogers.
Perkembangan ilmu komunikasi massa memnjadi ilmu
komunikasi, lebih diperkuat lagi oleh diperteman Ispeecch Communication (di indonesia lebih dikenal dengan retoreka).
Sejak tahun 1949 departemen ini telah mengusulkan agar komunikasi bisa menjadi
suatu disiplin tersendiri yang mencakup juga komunikasi massa. Memang Speech Communication (komunikasi bicara)
hanya menitik beratkan perhatiannya pada komunikasi interpersonal, komunikasi
organisai, pidato (retorika), persuasi dan sebagainya. Setudi ini juga pada
awalnya berada di departeman bahasa inggris, yang memisahkan diri dari tahun
1900.
2.
Kaitannya Ilmu Komuikasi
Dengan Ilmu Lainnya.
Sejak awal hingga kini,memang banyak ilmuan dari
bermacam-macam disiplin telah memberikan sumbangan kepada ilmu kita ini, antara
lain Harold D. Lasswell (I.politik), Max Weber, Daniel Larner, dan Everat M.
Rogers(sosiologi), Carl I. Hoveland dan Paul Lazarsfeld (psikologi), Wilbur
Schramm (bahasa), Shannon dan Weaver (matematika dan tehnik). Tidak
mengherankan jika banyak disiplin telah terlibat dalam setudi komunikasi baik
secara lang sung, maupun tidak langsung. Hal ini menurut Fisher (1986, 17) bermakna
bahwa komunikasi memang mencakup semuanya, dan bersifat aklektif (menggabungkan
berbagai bidang).
Sifat eklektif dari ilmu komunikasi, dilukiskan
oleh Schramm sebagai ”jalan simpang paling ramai dengan segala disiplin yang
melintasinya”. Schramm (1980) membandingkan ilmu komunikasi dengan kata purba babelh dehre, dimana para musafir lewat,
mampir dan kemudian meneruskan perjalanan. Bekas persinggahan para musafir itu
nampak dalam keluasan ilmu komunikasi. Halini terutama kelihatan dalam
perkembangan ilmu di Amerika Serikat, karena banyak pakar dari berbagai
disiplin telah melakukan kajian komunikasi, sehingga terdapat berbagai
persepektif yang memperkaya ilmu ini.
Komunikasi telah mendapat banyak sumbangan
konsep-konsep dari berbagai disiplin, konsep-konsep dari disiplin lain itu
diterapkan secara langsung pada komunikasi, yang kemudian oleh para pakar
dimodifikasi secara berlebihan, sehingga meninggalkan dasar filosofis aslinya.
Sumbangan ilmu fisika, sosiologi, psikologi dan bahasa misalnya, sudah
meninggalkan filsafat/teori aslinya dan kemudian bersenyawa menjadi suatu teori
baru yang bernama ilmu komunikasi. Demikian juga para pakar sosiologi akan
kecewa melihat berbagai prinsip seperti sistematik dan fungsionalisasi yang
banyak di pakai dalam membangun teori-teori dalam kominikasi. Namun demikian
sumbangan dari berbagai ilmu itu, yang diambil secara acak dan selektif, telah
melahirkan teori-teori atau paling kurang konsep-konsep ilmu komunikasi ”memang
tidak murni” (Fisher, 1986, 134-135)
Lahirnya persepektif komunikasi sebagai sumbangan
berbagai disiplin, tidaklah menghabiskan hubungan ilmu komunikasi dengan
ilmu-ilmu lainnya, ilmu komunikasi yang telah tumbuh sebagai disiplin sendiri
(bersifat eklektif), tentu mansih berhak ”kawin” dengan ilmu-ilmu lainnya, yang
kemudian melahirkan berbagai sub disiplin seperti: Komunikasi Politik , Sosiologi Komunikasi Massa, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Lintas Budaya Atau Budaya Komunikasi, Komunikasi Kesehatan,
Komunikasi Pertanian. Sampai dewasa ini ilmu komunikasilah yang paling
banyak ”dikawini” (pasif). Hal ini
terutama selain karena disiplin ini masih baru, juga terutma karena bidang lain
sangat menyadari perlunya segera kehadiran komunikasi dalam masing-masing
disiplin tersebut terutama dalam penerapannya.
Sesungguhnya sebelum nama komunikasi politik,
dikenal sekarang, hubungan ilmu politik dengan ilmu komunikasi telah terjalin
lama melalui kegiatan dan setudi propoganda, kampanye , pendapat umum, dan
pers. Demikian pula dengan sosiologi dan psikologi telah terjalin dengan
komunikasi dalam kegiatan dan setudi mengenai retorika yang telah berkambang
sejak zaman yunani dan romawi. Sedang hubungan komunikasi dengan ekonomi telah
terjalin lam dalam promosi, periklanan dan perusahaan media massa, selain itu
kaitan antara ilmu komunikasi dan ilmu administrasi telah berkembang lama dalm
kegiatan dan studi publik relations. akhirnya
hubungan komunikasi dengan tehnologi telah berjalin melalui studi tentang
grafika pers dan tehnologi komunikasi. Bahkan tehnologilah yang pada awalnya
mendorong lahirnya baik publisistik di jerman, maupun jurnalistik di amerika.
3.
Jenis-Jenis Komunikasi
Sesungguhnya komunikasi bukan hanya multi makna
dan multi definisi, tetapi cara membaginyapun juga ternyata bermacam-macam.
Bagi pihak yang menekankan pada penggunaan media,
mka komunikasi dibagi atas dua bagian yaitu komunikasi media (beralat) dan
komunikasi tatap muka (non media). Selanjutnya komunikasi media dibedakan lagi
atas dua jenis, yaitu komunikasi dengan menggunakan media massa (pers, radio,
film dan televisi)dan komunikasi dengan menggunakan media individual (surat
telegram, telepon dan sebagainya).
Jika komunikaai dititik beratkan pada sifat pesan,
maka komunikasi dapat dibagi pula kedalam dua jenis, yaitu komunikasi massa
(isinya besifat umum)dan komunikasi persona (isinya bersifat pribadi).
Komunikasi massa dapat menggunakan media masa, sedang komunikasi persona booleh
dilakukan dengan menggunakan alat seperti surat, telepon dan telegram.
Selain pembagian diatas, terdapat juga cara
membagi komunikasi berdasarkan pengirim dan penerima atau peserta komunikasi.
Dengan demikian komunikasi yang berlasung antara dua orang, dinamakan
komunikasi persona, yang berlangsung dalam kelompok dIsebut komunikasi kelompok
(ada kelompok kecil dan kelompok besar), dan yang berlangsung dengan massa,
dinamakan komunikasi massa. Selain dari ketiiga jenis komuniksi itu (persona,
kelompok dan massa),para sosiologi menambahkan satu lagi jenis lomunikasi,
yaitu komunikasi organisasi yaitu
komunikasi yang berlangsung didalam organisasi (formal).
Disamping itu sering pula dijumpai komunikasi
dibagi berdasarkan lokasi atau kawasan, seperti komunikasi internasional,
komunikasi regional dan komunikasi
nasional. Tercakup didalamnya ialah komunikasi lintas buudaya, yaitu komunikasi
yang berlangsung antara masyarakat yang mempunyai kebudayaan yang berbeda, baik
dalam lingkungan satu bangsa (antar suku), maupun dalam lingkukngan antar
bangsa.
Pmbagian yang lain, didasarkan kepada tujuan dan
jenis pesan, dalam hal ini komunikasi dapat dibedakan dalam banyak jenis antara
lain:
* komunikasi politik (kampanye, agitasi,
propoganda),
* komunikasi perdagangan
(reklame, advertesi, promosi),
* komunikasi kesehatan (penyuhan keluarga
berencana),
* komunikasi agama (dakwah, tablig, khotbah),
* komunikasi kesenian (drama, puisi, prosa,
wayang),
* komunikasi pertanian (penyuluhan panca usaha
tani).
Akhirnya terdapat pula satu jenis komunikasi yang
dinamakan komunikasi pembaharuan dan komunikasi pembangunan, yaitu komunikasi
yang dilakukan secara sadar, sistematik dan berencana untuk mengubah pola
berfikir dan tinghkah-laku masyarakat. Hal ini terutama yang menyangkut ide
baru dan tehnologi baru.
Kini jelas pula bahwa komuniksi bukan saja multi
makna, dan mempunyai beberapa definisi tetapi juga ternyata memiliki beberapa
jenis. Dengan kata lain bukan saja cara memahaminya dan mendefinisikannya berbagai
ragam, tetapi juga cara mmbaginyapun juga bermacam-macam.
Ilmu
komunikasi sebuah pengantar ringkas/ oleh anwar arifin-Ed, 1., Cet 2,.- jakarta: rajawali, 1992.
0 Response to "Kehadiran ilmu komunikasi"
Post a Comment